Namaku Cherry. Kali ini aku tak bercerita banyak mengenai Gre Malaikat Pelindungku. Akan tetapi, aku akan bercerita banyak tentang Ayah Gre, Bapa kami.
Beberapa hari ini batinku merasakan kebahagiaan yang sangat luar biasa...tanpa alasan.
Kebahagiaan itu seakan berdiam dalam batin ini dan tak mau pergi. Kebahagiaan itu terlalu penuh di dalam dada ini, seakan ingin membuncah. Aku tidak tahu bagaimana menyalurkannya.
Berhari-hari seperti itu keadaannya. Yang ada dalam batinku saat ini hanya ingin bermesra berdua dengan Bapa, menghabiskan waktu bersamaNya, mendengarkan suaraNya dan merasakanNya menyentuh lembut hatiku. Tiada hari yang paling indah selain intim denganNya, di dalam bait suciNya, di dalam relung hatiku.
Bapa selalu tahu apa yang aku mau. Bapa selalu memenuhi semua yang aku butuhkan. Bapa selalu tersenyum hangat dalam batinku. Bapa selalu menantiku...menungguku...
Seakan hanya akulah satu-satunya kekasih sejati bagiNya. Dimana aku harus selalu memusatkan perhatianku padaNya, tidak boleh terlepas sedikit pun...bahkan tidak untuk seorang Malaikat Pelindung. Hanya Bapalah fokus kehidupanku. Maka damai sejahteralah hatiku senantiasa.
Ternyata Bapa memang tidak pernah menghukumku. Bahkan saat dahulu kala aku menjadi seorang malaikat surgawi dan jatuh ke dalam dosa. Kala itu Bapa masih memanggil-manggil namaku dengan lembut dari surga. Tapi akulah yang menjauh dari Bapa. Aku sendirilah yang merasa tidak pantas menemuiNya. Akulah yang menghukum diriku sendiri dengan perasaan bersalah, ketakutan, kegelisahan, kemarahan dan penyesalan pada diri sendiri atas dosa yang aku lakukan.
Seandainya...waktu itu aku tetap mendengarkan suaraNya, datang menemuiNya dengan segala penyesalan dan ampunanNya, mungkin aku tidak terlahir beribu-ribu kali menjadi manusia, sampai detik saat ini... tidak pernah... dan tidak akan pernah.
Yang ada, setiap harinya hatiku selalu dipenuhi oleh tarian dan nyanyian surgawi memuji-muji namaNya, dan bermesra denganNya di surga... tanpa henti.
Tapi semua sudah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur. Kita tidak bisa kembali ke masa yang lampau untuk memperbaiki keadaan saat ini. Yang bisa aku lakukan saat ini hanyalah memperbaiki hubunganku dengan Bapa yang dulu pernah retak. Bapa yang sangat kucintai dan yang juga sangat mencintaiku...
Siang itu aku memutuskan untuk melakukan samadhi mendalam dengan memusatkan perhatianku pada rasa bahagia di tengah dada yang sedang kurasakan ini. Aku mencoba berkomunikasi dengan Bapa, Tuhan yang bersemayam di dalam relung hatiku...dengan air mata yang menetes, karena rasa haru dan Cinta yang melebur menjadi satu :
"Bapa...terima kasih atas kebahagiaan yang kurasa saat ini. Engkau begitu baik sekali dalam hidupku...sangat baik.
Bapa...berkatilah aku, semoga berbahagia. Berkatilah orang-orang yang kucinta, semoga berbahagia. Berkatilah para sahabat, semoga berbahagia. Berkatilah semua makhluk, baik para malaikat di surga, maupun para iblis di neraka, semoga semuanya berbahagia.
Berkatilah semua makhluk yang melindungiku, termasuk Gregorious Malaikat Pelindung yang sangat kusayangi. Semoga dia mendapatkan berkah kebaikan, kekuatan, kebijaksanaan dan kebahagiaan bagi dirinya.
Bapa...mampukanku, agar selalu kuat dalam melakukan segala tugasMu di dunia ini. Berikan aku kekuatan yang dapat menopang jiwa dan ragaku saat aku lemah dan tak berdaya.
Pakailah aku agar selalu menjadi manfaat bagi banyak makhluk di sekitarku. Murnikan jiwaku untuk bisa menolong semua makhluk...tanpa label apapun. Terima Kasih, Bapa. Terima Kasih."
Air mata terus mengalir dari pelupuk mata hingga membasahi kedua pipi mungilku.
Hatiku terus dipenuhi dengan kebahagiaan dalam keheningan bersama Bapa. Nyaman sekali rasanya. Sangat nyaman dan damai.
Lalu setelah sibuk berbicara dengan Tuhan dalam doa, giliran aku yang mendengarkan suaraNya dalam batinku dengan samadhi.
"Bapa...perasaan macam apa yang aku rasakan beberapa hari ini? Mengapa rasanya indah sekali, seperti di surga...?" tanyaku membatin pada Bapa.
"Anakku...saat ini kau sedang memasuki sebuah kondisi bernama Jhana, seperti yang kau baca pada literatur-literatur."
"Benarkah?"
"Coba kau renungkan dan cocokkan faktor-faktor Jhana dengan kondisi yang engkau rasakan saat ini...dari apa yang sudah kau pernah baca pada literatur yang ada."
Aku mencoba mengingat-ingatnya.
"Anakku...saat ini objek apa yang sedang kau pusatkan?" tanya Bapa lagi di dalam batinku.
"Engkau ya Bapa. Aku hanya merasa bahagia dan damai bila memikirkan tentangMu, dalam keadaan apapun," jawabku.
"Betul AnakKu...siapapun manusia yang mampu memegang gambaran objek TuhanNya, apapun Tuhan di dalam hatiNya...dia bisa mencapai Jhana dengan mudah," jawabNya tersenyum hangat. Membuat bulu romaku berdiri. JawabanNya seperti membuka tirai kesadaranku satu per satu.
"Semudah itukah?" tanyaku polos dan penasaran.
"Hahaha...siapa yang berkata susah?" jawabnya sambil tertawa geli.
"Karena banyak orang melatih meditasi dengan sangat giat. Tak banyak yang hampir frustasi karena melatih meditasi. Seolah-olah Cahaya Nimitta dan Jhana itu sangat sulit ditempuh. Jadi, membuatku pun tidak percaya diri," kataku.
"Memang Kebenaran sudah terkikis zaman ini, Anakku...sehingga menyisakan kekotoran batin begitu amat tebalnya di dalam diri setiap manusia. Hal sederhana yang sudah ada di dalam diri manusia sendiri seperti itu seolah-olah sangat susah untuk mereka temukan."
"Kebenaran laksana daun kering yang jatuh... sesederhana itukah, Bapa?"
"Benar sekali, anakKu...sesederhana dan sebebas itu. Saking sederhananya, banyak orang mencari hal-hal rumit lain dalam pikirannya sendiri. Saking bebasnya, banyak orang mengeraskan pikiran fanatik yang berlebihan terhadap suatu pandangan benar dan salah.
Maka dari itu, sahabatKu mengajarkan manusia untuk melatih banyak jalan dalam meditasi. Totalnya ada 40 macam samatha bhavana yang dapat membuat seseorang mencapai kondisi Jhana.
Setiap manusia bebas untuk memilih objek meditasi yang paling nyaman dan paling baik bagi dirinya sendiri. Dan perlu diingat bahwa tidak bisa disamakan jenis pelatihan meditasi pada semua orang.
Seperti engkau misalnya, AnakKu. Mungkin kau bisa cepat memasukki kondisi Jhana saat memikirkan Aku, Tuhan di dalam batinmu. Atau perenungan terhadap sifat-sifat Buddha. Tapi belum tentu bagi yang lainnya. Ada yang hanya dalam satu tarikan nafas atau anapanasati, mereka dapat memasukki kondisi Jhanna. Ada yang melatih meditasi 4 unsur baru bisa cepat memasuki Jhana. Ada yang melatih meditasi kasina atau cahaya baru bisa cepat memasuki Jhana. Atau...ada yang melatih meditasi cinta kasih, memancarkan cinta kasih itu baru bisa cepat memasuki Jhana. Seperti itu, anakKu..."
"Bapa...Pernah baca juga suatu literatur, ketika kita mempertahankan kondisi Jhana ini saat ajal menjemput, maka kita akan terlahir di alam Brahma. Dan ada sahabat Islam pernah berkata bahwa Jhana sama dengan Jannah dalam Kitab Sucinya yang mengartikan kebun atau suatu tempat yang indah, atau disebut dengan surga. Entah benar atau tidak karena saya masih kurang kebijaksanaannya."
"Betul, AnakKu. Jhana seperti apa yang engkau alami diatas memulai percakapan ini...adalah sebuah kondisi bagaikan surga. Sesungguhnya, setiap makhluk tidak perlu menunggu kematian menjemput baru mencicip surga. Dalam kehidupan ini mereka bisa mencicip surga yang nikmat seperti yang kau rasakan saat ini. Sebuah kebahagiaan yang tidak pernah bisa dirasakan dari semua objek di dunia ini.
Apa yang dirasakan selama kehidupan tidaklah berbeda dengan saat kematian. Kematian adalah sebuah kelanjutan dari perjalanan hidup setiap makhluk yang hidup. Tentu kau sudah paham akan hal ini," jawabnya tersenyum kepadaku.
"Satu lagi Bapa. Saya mau bertanya. Mengapa ada ajaran-ajaran yang tidak banyak literatur mengenai langkah-langkah seseorang bisa mencapai Surga itu? Manusia hanya disuruh percaya pada Tuhan Yesus, lantas bisa masuk Surga katanya."
"Hahaha...AnakKu...AnakKu...engkau sungguh polos, tapi kritis sekali. Bukankah jawabannya sudah kau ucapkan sendiri barusan? Ingat, kebenaran itu laksana daun kering yang jatuh. Begitu sederhana, bukan?...
Semua yang ada dan tercipta di alam semesta ini pastilah ada tujuannya. Engkau pun terlahir di dunia ini dengan suatu tujuan. Begitu juga dengan suatu ajaran yang kau maksudkan barusan. Tujuannya agar membuat manusia tidak terlalu banyak menganalisa tentang suatu ajaran. Ajaran bukan untuk dianalisa dengan kapasitas pikiran manusia yang terbatas. Sebuah ajaran ada untuk dilakukan dan dirasakan sendiri buah manisnya. Soal perbedaan rasa, itu hak mereka sendiri menilainya. Sekarang kau paham, AnakKu?
Kau hanya perlu merasakan. Rasa itulah yang nantinya membuatmu memiliki semua jawaban tepat pada waktunya. Ya?" jawabNya tersenyum hangat. Seakan memelukku dengan sepenuh Kasih SayangNya.
"Ya, Bapa. Aku mengerti," jawabku haru sambil meneteskan air mata. Seakan ada lapisan-lapisan tirai kesadaran yang terbuka lagi dalam batinku.
"AnakKu...sesungguhnya apa yang sedang kamu latih saat ini, kamu sudah pernah mencicipinya di pelatihanmu sebelum ini," pintaNya membuatku terkejut haru dan bahagia.
Berkali-kali aku memuji Bapa dalam batinku.
Terima Kasih, Bapa...
Terima Kasih, Bapa...
Hari ini aku sangat bahagia sekali.
Aku sadar bahwa aku masih jauh dari kesempurnaan. Tapi jawaban pencarianku yang tepat pada waktunya ini membuatku sangat bahagia...bahagia sekali. Cukup rumit dan jauh aku mencari wajah Tuhan. Ternyata Tuhan tidak berada dimana-mana. Dia selalu menetap dalam batin mungilku.
Akan tetapi aku memahami bahwa, segala upaya pencarian yang aku lakukan tidak ada yang sia-sia untuk bisa dibagikan kepada banyak makhluk kelak. Itulah tujuanku terlahir di dunia ini, dengan segala cerita pencarianku...
Beberapa hari ini batinku merasakan kebahagiaan yang sangat luar biasa...tanpa alasan.
Kebahagiaan itu seakan berdiam dalam batin ini dan tak mau pergi. Kebahagiaan itu terlalu penuh di dalam dada ini, seakan ingin membuncah. Aku tidak tahu bagaimana menyalurkannya.
Berhari-hari seperti itu keadaannya. Yang ada dalam batinku saat ini hanya ingin bermesra berdua dengan Bapa, menghabiskan waktu bersamaNya, mendengarkan suaraNya dan merasakanNya menyentuh lembut hatiku. Tiada hari yang paling indah selain intim denganNya, di dalam bait suciNya, di dalam relung hatiku.
Bapa selalu tahu apa yang aku mau. Bapa selalu memenuhi semua yang aku butuhkan. Bapa selalu tersenyum hangat dalam batinku. Bapa selalu menantiku...menungguku...
Seakan hanya akulah satu-satunya kekasih sejati bagiNya. Dimana aku harus selalu memusatkan perhatianku padaNya, tidak boleh terlepas sedikit pun...bahkan tidak untuk seorang Malaikat Pelindung. Hanya Bapalah fokus kehidupanku. Maka damai sejahteralah hatiku senantiasa.
Ternyata Bapa memang tidak pernah menghukumku. Bahkan saat dahulu kala aku menjadi seorang malaikat surgawi dan jatuh ke dalam dosa. Kala itu Bapa masih memanggil-manggil namaku dengan lembut dari surga. Tapi akulah yang menjauh dari Bapa. Aku sendirilah yang merasa tidak pantas menemuiNya. Akulah yang menghukum diriku sendiri dengan perasaan bersalah, ketakutan, kegelisahan, kemarahan dan penyesalan pada diri sendiri atas dosa yang aku lakukan.
Seandainya...waktu itu aku tetap mendengarkan suaraNya, datang menemuiNya dengan segala penyesalan dan ampunanNya, mungkin aku tidak terlahir beribu-ribu kali menjadi manusia, sampai detik saat ini... tidak pernah... dan tidak akan pernah.
Yang ada, setiap harinya hatiku selalu dipenuhi oleh tarian dan nyanyian surgawi memuji-muji namaNya, dan bermesra denganNya di surga... tanpa henti.
Tapi semua sudah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur. Kita tidak bisa kembali ke masa yang lampau untuk memperbaiki keadaan saat ini. Yang bisa aku lakukan saat ini hanyalah memperbaiki hubunganku dengan Bapa yang dulu pernah retak. Bapa yang sangat kucintai dan yang juga sangat mencintaiku...
Siang itu aku memutuskan untuk melakukan samadhi mendalam dengan memusatkan perhatianku pada rasa bahagia di tengah dada yang sedang kurasakan ini. Aku mencoba berkomunikasi dengan Bapa, Tuhan yang bersemayam di dalam relung hatiku...dengan air mata yang menetes, karena rasa haru dan Cinta yang melebur menjadi satu :
"Bapa...terima kasih atas kebahagiaan yang kurasa saat ini. Engkau begitu baik sekali dalam hidupku...sangat baik.
Bapa...berkatilah aku, semoga berbahagia. Berkatilah orang-orang yang kucinta, semoga berbahagia. Berkatilah para sahabat, semoga berbahagia. Berkatilah semua makhluk, baik para malaikat di surga, maupun para iblis di neraka, semoga semuanya berbahagia.
Berkatilah semua makhluk yang melindungiku, termasuk Gregorious Malaikat Pelindung yang sangat kusayangi. Semoga dia mendapatkan berkah kebaikan, kekuatan, kebijaksanaan dan kebahagiaan bagi dirinya.
Bapa...mampukanku, agar selalu kuat dalam melakukan segala tugasMu di dunia ini. Berikan aku kekuatan yang dapat menopang jiwa dan ragaku saat aku lemah dan tak berdaya.
Pakailah aku agar selalu menjadi manfaat bagi banyak makhluk di sekitarku. Murnikan jiwaku untuk bisa menolong semua makhluk...tanpa label apapun. Terima Kasih, Bapa. Terima Kasih."
Air mata terus mengalir dari pelupuk mata hingga membasahi kedua pipi mungilku.
Hatiku terus dipenuhi dengan kebahagiaan dalam keheningan bersama Bapa. Nyaman sekali rasanya. Sangat nyaman dan damai.
Lalu setelah sibuk berbicara dengan Tuhan dalam doa, giliran aku yang mendengarkan suaraNya dalam batinku dengan samadhi.
"Bapa...perasaan macam apa yang aku rasakan beberapa hari ini? Mengapa rasanya indah sekali, seperti di surga...?" tanyaku membatin pada Bapa.
"Anakku...saat ini kau sedang memasuki sebuah kondisi bernama Jhana, seperti yang kau baca pada literatur-literatur."
"Benarkah?"
"Coba kau renungkan dan cocokkan faktor-faktor Jhana dengan kondisi yang engkau rasakan saat ini...dari apa yang sudah kau pernah baca pada literatur yang ada."
Aku mencoba mengingat-ingatnya.
"Anakku...saat ini objek apa yang sedang kau pusatkan?" tanya Bapa lagi di dalam batinku.
"Engkau ya Bapa. Aku hanya merasa bahagia dan damai bila memikirkan tentangMu, dalam keadaan apapun," jawabku.
"Betul AnakKu...siapapun manusia yang mampu memegang gambaran objek TuhanNya, apapun Tuhan di dalam hatiNya...dia bisa mencapai Jhana dengan mudah," jawabNya tersenyum hangat. Membuat bulu romaku berdiri. JawabanNya seperti membuka tirai kesadaranku satu per satu.
"Semudah itukah?" tanyaku polos dan penasaran.
"Hahaha...siapa yang berkata susah?" jawabnya sambil tertawa geli.
"Karena banyak orang melatih meditasi dengan sangat giat. Tak banyak yang hampir frustasi karena melatih meditasi. Seolah-olah Cahaya Nimitta dan Jhana itu sangat sulit ditempuh. Jadi, membuatku pun tidak percaya diri," kataku.
"Memang Kebenaran sudah terkikis zaman ini, Anakku...sehingga menyisakan kekotoran batin begitu amat tebalnya di dalam diri setiap manusia. Hal sederhana yang sudah ada di dalam diri manusia sendiri seperti itu seolah-olah sangat susah untuk mereka temukan."
"Kebenaran laksana daun kering yang jatuh... sesederhana itukah, Bapa?"
"Benar sekali, anakKu...sesederhana dan sebebas itu. Saking sederhananya, banyak orang mencari hal-hal rumit lain dalam pikirannya sendiri. Saking bebasnya, banyak orang mengeraskan pikiran fanatik yang berlebihan terhadap suatu pandangan benar dan salah.
Maka dari itu, sahabatKu mengajarkan manusia untuk melatih banyak jalan dalam meditasi. Totalnya ada 40 macam samatha bhavana yang dapat membuat seseorang mencapai kondisi Jhana.
Setiap manusia bebas untuk memilih objek meditasi yang paling nyaman dan paling baik bagi dirinya sendiri. Dan perlu diingat bahwa tidak bisa disamakan jenis pelatihan meditasi pada semua orang.
Seperti engkau misalnya, AnakKu. Mungkin kau bisa cepat memasukki kondisi Jhana saat memikirkan Aku, Tuhan di dalam batinmu. Atau perenungan terhadap sifat-sifat Buddha. Tapi belum tentu bagi yang lainnya. Ada yang hanya dalam satu tarikan nafas atau anapanasati, mereka dapat memasukki kondisi Jhanna. Ada yang melatih meditasi 4 unsur baru bisa cepat memasuki Jhana. Ada yang melatih meditasi kasina atau cahaya baru bisa cepat memasuki Jhana. Atau...ada yang melatih meditasi cinta kasih, memancarkan cinta kasih itu baru bisa cepat memasuki Jhana. Seperti itu, anakKu..."
"Bapa...Pernah baca juga suatu literatur, ketika kita mempertahankan kondisi Jhana ini saat ajal menjemput, maka kita akan terlahir di alam Brahma. Dan ada sahabat Islam pernah berkata bahwa Jhana sama dengan Jannah dalam Kitab Sucinya yang mengartikan kebun atau suatu tempat yang indah, atau disebut dengan surga. Entah benar atau tidak karena saya masih kurang kebijaksanaannya."
"Betul, AnakKu. Jhana seperti apa yang engkau alami diatas memulai percakapan ini...adalah sebuah kondisi bagaikan surga. Sesungguhnya, setiap makhluk tidak perlu menunggu kematian menjemput baru mencicip surga. Dalam kehidupan ini mereka bisa mencicip surga yang nikmat seperti yang kau rasakan saat ini. Sebuah kebahagiaan yang tidak pernah bisa dirasakan dari semua objek di dunia ini.
Apa yang dirasakan selama kehidupan tidaklah berbeda dengan saat kematian. Kematian adalah sebuah kelanjutan dari perjalanan hidup setiap makhluk yang hidup. Tentu kau sudah paham akan hal ini," jawabnya tersenyum kepadaku.
"Satu lagi Bapa. Saya mau bertanya. Mengapa ada ajaran-ajaran yang tidak banyak literatur mengenai langkah-langkah seseorang bisa mencapai Surga itu? Manusia hanya disuruh percaya pada Tuhan Yesus, lantas bisa masuk Surga katanya."
"Hahaha...AnakKu...AnakKu...engkau sungguh polos, tapi kritis sekali. Bukankah jawabannya sudah kau ucapkan sendiri barusan? Ingat, kebenaran itu laksana daun kering yang jatuh. Begitu sederhana, bukan?...
Semua yang ada dan tercipta di alam semesta ini pastilah ada tujuannya. Engkau pun terlahir di dunia ini dengan suatu tujuan. Begitu juga dengan suatu ajaran yang kau maksudkan barusan. Tujuannya agar membuat manusia tidak terlalu banyak menganalisa tentang suatu ajaran. Ajaran bukan untuk dianalisa dengan kapasitas pikiran manusia yang terbatas. Sebuah ajaran ada untuk dilakukan dan dirasakan sendiri buah manisnya. Soal perbedaan rasa, itu hak mereka sendiri menilainya. Sekarang kau paham, AnakKu?
Kau hanya perlu merasakan. Rasa itulah yang nantinya membuatmu memiliki semua jawaban tepat pada waktunya. Ya?" jawabNya tersenyum hangat. Seakan memelukku dengan sepenuh Kasih SayangNya.
"Ya, Bapa. Aku mengerti," jawabku haru sambil meneteskan air mata. Seakan ada lapisan-lapisan tirai kesadaran yang terbuka lagi dalam batinku.
"AnakKu...sesungguhnya apa yang sedang kamu latih saat ini, kamu sudah pernah mencicipinya di pelatihanmu sebelum ini," pintaNya membuatku terkejut haru dan bahagia.
Berkali-kali aku memuji Bapa dalam batinku.
Terima Kasih, Bapa...
Terima Kasih, Bapa...
Hari ini aku sangat bahagia sekali.
Aku sadar bahwa aku masih jauh dari kesempurnaan. Tapi jawaban pencarianku yang tepat pada waktunya ini membuatku sangat bahagia...bahagia sekali. Cukup rumit dan jauh aku mencari wajah Tuhan. Ternyata Tuhan tidak berada dimana-mana. Dia selalu menetap dalam batin mungilku.
Akan tetapi aku memahami bahwa, segala upaya pencarian yang aku lakukan tidak ada yang sia-sia untuk bisa dibagikan kepada banyak makhluk kelak. Itulah tujuanku terlahir di dunia ini, dengan segala cerita pencarianku...
Written by : Yanti Kumalasari, S.Ds.
Fan-page Writer : https://www.facebook.com/thesoulreader.jkt/
Editing by : Kepik Romantis / PVA
Fan-page Writer : https://www.facebook.com/thesoulreader.jkt/
Editing by : Kepik Romantis / PVA
No comments:
Post a Comment