Kisah yang sangat menyentuh ini terjadi di Hong Kong pada tahun 1988 ketika para pekerja membawa seekor sapi berbobot 1.200 pon (544kg) ke pusat pemotongan hewan dimana sapi itu akan dipotong dan akan dijadikan daging rebus.
Ketika mereka semakin dekat dengan tempat pemotongan, sapi itu tiba-tiba berhenti, berlutut dan menangis dengan air mata yang bercucuran membasahi pipinya. Para penjagal di sana pun tercengang, bagaimana sapi ini tahu bahwa dia akan segera dibunuh di tempat pemotongan sapi ini?“Ketika saya melihat binatang yang seharusnya mati ini langsung menangis, dan melihat rasa takut dan kesedihan yang tersirat dari matanya, saya mulai menggigil dan gemetaran“, kata penjagal Shiu Tat-Nin sambil mengingatnya kembali. “Saya kemudian memanggil penjagal yang lainnya untuk melihat dan menghampirinya, mereka semua kaget sama seperti diriku. Lalu kita mulai mencoba menarik dan mendorong si sapi itu, tetapi sapi itu tidak mau menurut. Sapi itu tetap terduduk belutut di sana dan menangis.”
“Kita tidak dapat membuatnya bergerak sampai kita semua berjanji kepadanya bahwa dia tidak akan mati. Setelah itu baru dia bangun dan menurut dengan kita.” kata Shiu. “Kita semua merasa ngeri karena binatang itu bagaikan manusia pada waktu itu. Kita saling memandang satu sama lain dan kita sadar bahwa tidak ada seorangpun dari kita yang akan membunuhnya. Hal ini membuat kita sadar apa yang harus kita lakukan dengan binatang itu.”Para pria-pria ini sangat tersentuh dengan apa yang terjadi pada binatang itu dan mereka patungan mengumpulkan uang untuk membeli sapi ini dengan uang mereka sendiri. Lalu mereka memberikan sapi itu kepada Vihara Buddha terdekat agar binatang itu dapat hidup dengan damai.
“Anda percaya atau tidak. Inilah kenyataannya, sangat aneh memang kedengarannya. Sapi itu seperti seekor binatang besar yang mengerti setiap kata-kata yang kita ucapkan.” Bagi para pekerja di tempat pemotongan sapi ini, berhadap-hadapan dengan seekor sapi yang menangis membuat mereka tidak dapat bertahan dengan pekerjaan mereka lagi. “Tiga dari pria-pria ini kemudian berhenti bekerja setelah mengalami kejadian ini,” kata Sang Mandor. “Mereka bilang mereka tidak akan sanggup membunuh binatang yang lain lagi tanpa terbayang akan kejadian sapi ini yang terus menangis mengeluarkan air mata dari kedua matanya, mata yang sedih tersirat di muka sapi itu.”