Thursday, November 12, 2015

Kejujuran Hati


Apa yang dapat saya lakukan,
Bila perasaan ini datang menyentuh lubuk hatiku yang terdalam...
Meskipun kau katakan jangan bersandar pada perasaan ini yang penuh perubahan,
Tapi satu hal pasti bagaimana saya dapat menyangkalnya,
Setiap denyut di jantung ini tiada kebohongan,
Nafas pun menyatu hingga tak mampu berkata-kata,
Kaulah yang selalu ada di jiwa,
Mampukah saya berdusta pada hati dan jiwa...
Untuk menyangkal dari derita batin ini...
Tak mampu untuk menyentuhmu,
Tak mampu pula untuk meraihmu,
Tak mampu untuk memeluk apalagi menciummu..
Hanyalah khayalan mimpi bagiku,
Bila kau bertanya apa keinginan hatiku..
Sejujurnya hanya ingin membahagiakanmu...
Meskipun itu harus mengorbankan jiwaku..
Karena pesona jiwamu t'lah membuatku membisu seribu bahasa...
Saat menatap kehadiranmu yang membahagiakanku,
Bagaimana 'ku dapat ucapkan kata,
Satu hal yang begitu berat terucapkan,
Mengungkapkan rasa cinta dan kasih sayang yang sangat mendalam...
Mungkinkah engkau juga memiliki perasaan yang sama,
Seperti apa yang kurasakan hanya untukmu seorang hingga akhir hayatku. (121115 Written by : Kepik Romantis / PVA)

Kisah Misteri Cinta Shinta Memilih Hanoman (Out Off The Record)

Sinopsis : Dalam banyak versi menceritakan kisah cinta Shinta yang begitu pelik dan memilukan, entah kenapa tidak pernah ada penjelasan yang pasti mengenai siapakah keturunan Rama dan Shinta yang sebenarnya, apabila mereka memang telah hidup bahagia bersama selamanya.

Lain pengarang mungkin lain pula ceritanya, banyak juga yang beranggapan Shinta sangat kecewa dan terluka karena Rama tidak datang sendiri menghadapi Rahwana, malah Rama mengutus Hanoman untuk mencari Shinta, sehingga perasaan cinta Shinta pun ikut luntur bersama kekecewaanya terhadap Rama, secara penjelasan logis banyak yang menganggap bahwa bila Rahwana punya kesaktian yang luar biasa mungkin wajah Rahwana tidak mungkin seburuk dan sejelek yang digambarkan, bisa jadi Rahwana lebih rupawan dari pada Rama. Naluriah alami seorang perempuan pasti lama kelamaan akan mudah jatuh hati dengan Rahwana, di sinilah mungkin kesetiaan Shinta diuji bagaimana perasaan Shinta yang menghadapi banyak godaan penderitaan dalam hatinya, ditambah Rama yang dianggapnya penuh welas asih dan pengampunan ternyata lebih memilih ingin membunuh Rahwana karena perasaan marah atas nafsu kecemburuannya yang sudah menguasai diri Rama sehingga berniat membunuh Rahwana.

Dari berbagai kisah versi tentang percintaan Dewi Shinta ini, muncul pertanyaan, mengapa harus ada tokoh ketiga dalam kisah percintaan Rama, Shinta dan Rahwana, yaitu Hanoman. Mengapa seorang Rama yang sakti tidak mampu menemukan Shinta yang diculik Rahwana, apakah kesaktian Rama kalah dibandingkan Rahwana? Atau mungkin dari sejak zaman dahulu kala sudah banyak cerita yang menjadi inspirasi bagi penulis lainnya untuk mempopulerkan kisah dengan menambahkan ilustrasi yang dapat mengajak pembaca untuk dijadikan kisah perenungan bagi semua orang.

Sosok Hanoman yang penuh misteri, muncul dalam berbagai banyak versi cerita beragam, entah digambarkan sebagai kera berwujud manusia ataupun manusia setengah dewa. Namun penulis tertarik menceritakan kisah Hanoman dengan versi cerita yang lebih unik dan berbeda dengan menggambarkan Hanoman dalam situasi kehidupan di era Milenium saat ini, tanpa menghilangkan segi misteri dan kesaktian dari Hanoman.

Logikanya Hanoman mungkin bukanlah seekor kera atau binatang, mungkin dia adalah wujud manusia seperti biasanya namun memiliki kesaktian yang melebihi manusia lainnya, sehingga dapat berubah wujud dengan sesuai keinginannya, atau manusia yang punya kekuataan keahlian dan kecepatan yang luar biasa seperti kera yang lincah, cerdik, cepat dan tangkas. Tetapi bagaimanapun dia sesakti apapun pasti memiliki perasaan sebagai seorang manusia yang terlahir di dunia. 

Shinta yang diperebutkan oleh Rama dan Rahwana, mungkin di era zaman sekarang banyak yang menceritakan kisah cinta segitiga yang begitu rumit dan memilukan, bagaimana perasaan Shinta yang hancur dan bingung, yang akhirnya memilih menyendiri dan murung dalam peperangan batin yang membuatnya menderita, sakit dan bersedih sepanjang hari. Hanoman yang luar biasa ini berjiwa besar dan memahami bagaimana Shinta menderita dalam hatinya, sosok Hanoman yang memiliki kemampuan yang luar biasa dapat melihat hingga ke dalam hati Shinta yang menderita. Dalam setiap sendratari drama selalu digambarkan wajah Shinta begitu berseri-seri tersenyum bahagia saat bertemu dan bersama dengan Hanoman. 

Shinta yang terbebani dengan penderitaan batin, terobati dengan keceriaan, kelucuan dan kecerdikan tingkah laku Hanoman. Namun apakah Shinta menyadari bahwa Hanoman pasti memiliki perasaan khusus kepada Shinta sehingga Hanoman rela ingin membawa Shinta pergi dari Alengka (Istana Rahwana), tapi Shinta menolak bukan karena tidak ingin pergi dengan Hanoman tetapi Shinta tidak ingin menyulitkan Hanoman atas penderitaannya, Shinta sadar akan karma yang dia hadapi, Shinta tidak ingin melibatkan Hanoman, Shinta ingin menyelesaikan semua masalahnya sendiri, meskipun seorang perempuan pastilah merasa lelah dan terkadang ingin menyerah dan pergi begitu saja, tapi kebijaksanaan Shinta tetap bertahan hingga sampai akhirnya semua masalah dalam hatinya dapat terjawab dan selesai dengan jelas.

Ada beberapa versi menjelaskan Hanoman memiliki keturunan yaitu dua anak (anak laki-laki dan anak perempuan), entah dengan siapa pasangannya, tidak begitu jelas diceritakan. Adapun yang menceritakan Hanoman jatuh hati dengan Trijata (keponakan Rahwana) namun cintanya tidak terwujud. Namun bila ditelaah secara logika, apabila Trijata begitu menarik hati sehingga membuat Hanoman sampai mengeluarkan air maninya ke lautan, mengapa Hanoman begitu bahagia di dekat Shinta bukan mendekati Trijata? Kenyataannya pun Trijata tidak memilih Hanoman tetapi menikah dengan Pengasuh Hanoman dan Subali yaitu Kapi Jembawan dan memiliki keturunan seorang putri, yang diberi nama Dewi Jembawati yang kelak akan menikah dengan Prabu Kresna. Kemungkinan besar Trijata-lah yang jatuh hati dengan Hanoman, itu sebabnya setelah selesai peperangan, Trijata ingin ikut pergi bersama Hanoman ke Kiskenda, namun mungkin Hanoman mengetahui maksud hati Trijata, sehingga Hanoman menitipkan Trijata kepada Kapi Jembawan (pengasuhnya bersama Subali) karena Hanoman tidak dapat membohongi perasaannya sendiri kepada Kapi Jembawan (pengasuhnya). Kapi Jembawan yang mengerti perasaan Hanoman, berusaha menghibur Trijata yang patah hati terhadap Hanoman, tetapi lambat laun cinta pun tumbuh di hati Trijata kepada Kapi Jembawan, yang penyayang, sabar, tulus dan penuh pengertian, apalah daya seorang Kapi Jembawan pun tidak mampu menolak kecantikan dan kemolekan seorang gadis muda seperti Trijata.  

Pada akhir peperangan kisah Ramayana, Rama berniat memberikan hadiah anugrah untuk Hanoman, namun Hanoman menolaknya, Hanoman hanya ingin mengenang kepahlawanan Rama dalam hatinya, mungkinkah? ataukah Rama mengetahui isi hati Hanoman yang memiliki perasaan khusus pada Shinta, sehingga pengarang menyembunyikannya dengan ilustrasi kalimat, "Rama hendak memberikan hadiah untuk Hanoman. Namun Hanoman menolak karena ia hanya ingin agar Sri Rama bersemayam di dalam hatinya. Rama mengerti maksud Hanoman dan bersemayam secara rohaniah dalam jasmaninya." Sekilas tesirat dapat menjadi banyak arti, yang mungkin dapat diartikan Hanoman ingin membahagiakan Shinta, berwujud seperti Rama yang dapat selalu terkenang di dalam hati Shinta hingga membuat Shinta selalu tersenyum bahagia. 

Kisah hidup Shinta di akhir cerita pun memiliki banyak versi, dari versi Shinta yang meninggal dunia karena ingin menunjukkan kesetiaannya kepada Rama dengan membakar diri, ataupun kisah Shinta yang pada akhirnya selamat dari ujian Rama yang ingin membuktikan kesetiaan Shinta kepadanya dan akhirnya Rama dan Shinta dapat menikah dengan bahagia. Adapula yang menceritakan Shinta yang mengandung dua anak dari kedua benih yaitu Rahwana dan Rama. Melalui berbagai macam versi tersebut di atas, penulis membuat kisah dengan versi yang berbeda, di luar dari catatan para pengarang sebelum-sebelumnya yakni Kisah Misteri Cinta Shinta Memilih Hanoman.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hanoman merupakan anak dari Dewi Anjani dan Batara Bayu, ada juga yang menceritakan anak dari Batara Guru karena melihat kecantikan Dewi Anjani. Kesaktian Hanoman dapat dikatakan hampir sebanding dengan Bhisma, yang dapat menentukan kematiannya sendiri, sehingga Hanoman dapat berumur panjang tidak seperti manusia biasanya. Kesaktiannya ini sudah diperoleh dari sejak Hanoman masih kecil, diajarkan oleh ayahandanya Batara Bayu, berbagai ilmu kesaktian seperti ilmu kekebalan tubuh dari berbagai senjata didapatkan selama dia belajar dan diasuh dalam dunia dewata. Setelah Hanoman menginjak dewasa, Batara Bayu mengutus Hanoman untuk menolong manusia yang terkena masalah, termasuk menyelesaikan permasalahan antara Sugriwa dan Subali di Kiskenda. 

Sekembalinya Hanoman ke Kiskenda, Sugriwa ternyata telah meminta bantuan kepada Sri Rama dan Leksmana yang sedang mengembara mencari jejak kehilangan Shinta. Dari situlah Hanoman berkenalan dengan sosok Sri Rama dan Leksmana. 

Setelah selesai pertempuran melawan Subali, akhirnya Subali mengakui kesalahannya yang berkomplot dengan negara Alengka untuk menguasai negara Kiskenda. Kekalahan Subali membawa Sugriwa berhasil kembali menjadi pemimpin di Kiskenda. Namun kejadian tersebut berdampak bagi Hanoman, sehingga dia diutus Sugriwa untuk menolong Sri Rama karena sebagai balas budi mereka yang telah berjasa membantu Sugriwa mengalahkan Subali. Dengan senang hati, Sri Rama pun menerima pengajuan pertolongan dari Sugriwa dan dia pun langsung memberikan gelar “Mayor” kepada Hanoman sebagai gelar kehormatan dan sekaligus tanda kepercayaan Sri Rama kepada Hanoman dari negara Ayodya. 

Selama pengembaraan, Mayor Hanoman mencari sosok Dewi Shinta, ia bertanya-tanya ke semua penduduk, namun tidak seorangpun mengetahui keberadaan Shinta. Hingga suatu ketika, dia bertemu seorang pengemis di pantai, yang hidupnya mengais-ngais makanan dari sampah di sepanjang pantai, namanya Sempati. Dia adalah sahabat baik Jatayu, dulunya bersama-sama dengan Jatayu sebagai pengawas pantai dan kepulauan di lautan. Namun kini, dia hanya dapat menjadi pengemis karena kedua kakinya lumpuh patah, akibat berperang bersama Jatayu melawan pasukan Rahwana saat menculik Shinta. Jatayu terbunuh tertembak mati saat hendak menyelamatkan Shinta, sedangkan Sempati tertembak di kedua kakinya. Karena jarak pantai dengan rumah sakit begitu jauh memerlukan waktu berjam-jam, kedua kaki Sempati tidak tertolong, sehingga harus diamputasi karena infeksi parah akibat terkena kotoran air laut dan pasir pantai terlalu lama. 

Mayor Hanoman yang hampir putus asa kelelahan bertanya-tanya mencari Dewi Shinta, akhirnya dia terduduk diam termenung sambil memandangi lautan luas meratapi kesedihan dan kegagalannya, karena tidak mampu menemukan Shinta. Tidak sengaja Sempati menghampiri Hanoman yang sedang sedih dan bertanya, "Hei Sobat, sedang apa kau melamun di pantai?, lihatlah saya..., keadaan saya masih jauh lebih buruk darimu, yang masih memiliki kedua kaki yang utuh", ujar Sempati. Mayor Hanoman melihat sosok pengemis itu, lalu dia berkata "Iyah..., maafkan saya yang kurang bijak dan mengeluh, saya sedang bingung dan putus asa, mendapat tugas dari saudara saya untuk mencari Dewi Shinta, perempuan ini (menunjukkan foto Dewi Shinta yang ada di dalam Handphone “Iphone 5s” miliknya kepada Sempati), dia dinyatakan menghilang…,entah kemana saya harus mencarinya?". 

"Astagaaaa!!!, jadi dia yang kamu cari???!!!", jawab Sempati terkaget saat melihat foto wajah Shinta yang dikenalinya saat berperang melawan pasukan Rahwana bersama Jatayu. "Kamu mengenalnya kah? Dimana dia sekarang?", tanya Hanoman langsung bersemangat kembali. 

"Maafkan saya yang kurang sopan, perkenalkan..., nama saya adalah Sempati, saya sahabatnya Jatayu, saya lumpuh karena berusaha menolong Jatayu yang hendak menyelamatkan perempuan itu, yang kamu sebut Shinta. Saat Jatayu hendak membawa Shinta dengan paksa meraihnya dari Rahwana, pasukan Rahwana langsung mengepung Jatayu, saat itu saya berusaha mengecoh pasukan Rahwana, agar Jatayu dapat kabur membawa Shinta, namun alhasil ternyata Rahwana langsung membidiknya dengan pistol sniper, Jatayu langsung mati seketika, sementara saya dihadang pasukan Rahwana hingga sekarat dan untungnya saya selamat, hanya saja..., saya harus kehilangan kedua kaki saya ini", jawab Sempati menjelaskan kepada Hanoman.

"Turut prihatin atas kejadian yang minimpamu sobat..., nama saya adalah Hanoman, saya ditugaskan untuk mencari Dewi Shinta atas perintah Sri Rama dan saudara saya yang bernama Sugriwa. Lantas, apakah kamu tau, dimanakah letak tempat persembunyian Rahwana itu sekarang?", tanya Hanoman kepada Sempati. 

"Rahwana tidak bersembunyi, setelah kejadian penculikan itu, dia jelas-jelas menyatakan ke khalayak umum, Shinta adalah istrinya sekarang. Bila saya tidak salah, kira-kira arah Barat Laut dari garis pantai ini, ada sebuah pulau, yang bernama Kerajaan Alengka, di sanalah kekuasaan Raja Rahwana memerintahkan negaranya itu. Sekitar dua (2) kilometer dari pantai ini merupakan area garis perbatasan antara negara Ayodya (pemerintahan Rama) dan Alengka", jawab Sempati kepada pertanyaan Hanoman.

"Tekadang saya berfikir...,entah mengapa saya harus menolong mencari gadis secantik ini, padahal saya sama sekali tidak mengenalnya?", keluh Hanoman pada Sempati. 

"Sobat…, terkadang kita juga tidak tau mengapa kita dapat bertemu di pantai ini, padahal saya mengenal Raden Rama, dia juga telah mengetahui kematian Jatayu dari cerita saya. Entah mengapa dia malah memintamu yang mencari Dewi Shinta?, mungkin ini sudah takdir dan tugasmu Sobat, mohon maafkan saya yang tidak mampu menolongmu, saya hanya dapat mendoakan kamu, semoga kamu selamat dan beruntung, Sobat...", ujar Sempati yang tengah berusaha menghibur perasaan Hanoman.

"Yah...(menghela nafas) terima kasih Sobat..., mungkin kamu benar, ini takdir dan tugas saya yang harus saya jalani. Baiklah..., saya mohon pamit..., harus berangkat ke Alengka sekarang juga secepatnya," jawab Hanoman pada Sempati. "Sesampainya di Alengka, carilah Wibisana, dia adik kandung Rahwana, namun dia bersahabat baik dengan Sri Rama dan Sugriwa. Hati-hati... Sobat, kekuatan Rahwana dan para pasukannya jangan dianggap remeh..., semoga kamu beruntung dan selamat...", jawab Sempati.

"Baiklah, Terima kasih atas informasinya sobat...", setelah pamit dengan Sempati, Hanoman langsung menaiki kapal ke arah Barat Laut menuju pulau Alengka, untuk bertemu dengan Wibisana, agar tidak dicurigai oleh badan pengawas negara Alengka, Hanoman menyamar menjadi seorang resi/pertapa/pendeta yang sedang bertugas untuk membabarkan ajaran agama dan ilmu pengobatan ke daerah Kerajaan Alengka. 

Sepanjang perjalanan ke Alengka, dalam hati Mayor Hanoman bertanya-tanya, mengapa Rama harus mengutusnya mencari Shinta, sedangkan apabila Rama sungguh-sungguh mencintai Shinta, mengapa Rama tidak berani bertatap muka langsung melawan Rahwana, mengapa harus melalui dirinya. Akankah Rama sedang ingin menguji Shinta, ataukah Rama memang punya tujuan politik tertentu dengan adik Rahwana yaitu Wibisana. 

Tetapi naluri kejantanan seorang Mayor Hanoman, membuatnya tidak mampu menahan hasratnya, dia begitu gelisah kebingungan pada perasaannya bertanya-tanya apa yang akan dikatakannya bila bertemu dengan Shinta yang begitu cantik, hanya menatap foto Shinta, Hanoman sudah mendesah begitu bergetar seluruh tubuhnya, hingga serasa demam, denyut jantungnya berdebar kencang, tak terasa dia terlelap dalam tidurnya yang bermimpi “keluar membasah” di celananya, air maninya menetes saat dia terbangun di pagi hari. Melihat kejadian mimpi semalam, Hanoman yang terbayang-bayang wajah Shinta hingga merasakan seperti sedang bercinta dengan Shinta, menyadari dirinya telah tumbuh menjadi pria dewasa, seperti pesan Ayahanda Dewata Bayu kepadanya saat masih tinggal di Khayangan Dewata, “Anakku Hanoman, apabila air manimu (cairan yang keluar dari alat kejantanan Hanoman) keluar pada saat terbangun dari tidur, itu menandakan kamu telah dewasa dan tengah jatuh hati dengan seorang perempuan yang kelak akan menjadi pendampingmu…”. Tetapi alam pikir Hanoman terus mengelak pesan Ayahandanya itu tentang penjelasan setiap mimpi dalam tidurnya, karena tiada mungkin Hanoman dapat menjadi pendamping seorang Dewi Shinta yang telah menjadi kekasih Sri Rama.    

Sementara itu, di negeri Alengka, Rahwana berusaha mendapatkan cinta di hati Shinta, tetapi Shinta meskipun membenci Rahwana, di dalam hatinya masih menyimpan pertarungan batin, dalam logika pemikiran Shinta, dia merasa sangat kecewa, seorang Rama yang begitu sakti, mengapa tidak mampu menemukannya dan membiarkannya diculik oleh Rahwana, ataukah Rama sengaja membiarkan hal ini terjadi karena Rama ingin membuktikan kesetiaan cintanya Shinta. Ataukah Rama ternyata telah melupakan Shinta? Dalam kecemasan, Shinta berfikir wajah tampan rupawan seperti Rama, perempuan mana yang tidak mau bersanding dengan Rama. 

Sedangkan Rahwana terus mengejek Rama yang pengecut/penakut, hingga tidak memiliki keberanian untuk bertarung menemui Rahwana. Shinta tetap berusaha berfikir positif bahwa Rahwanalah yang licik dan culas, sengaja membuat siasat untuk menjebak Rama dan Leksmana, agar dapat menangkap dirinya. Namun Rahwana mempunyai alasan lain, dia memilih menggunakan cara tersebut karena Rama sangat pengecut, sehingga bertarung dengannya harus mengajak Leksmana di sampingnya, tidak ada keberanian untuk melawan langsung dengannya satu lawan satu. Alasan Rahwana ini, cukup masuk akal bagi Shinta, karena kemanapun Rama pergi selalu didampingi oleh Leksmana, sangat jarang rasanya Shinta dapat berduaan dengan Rama tanpa pengawasan dari Leksmana di samping Rama. Kegelisahan hati dan pikiran Shinta, membuatnya tidak berselera untuk makan dan tidak mampu memejamkan matanya saat tidur, sehingga tubuh Shinta semakin kurus, pucat pasi, lemah, letih dan lesu, sehingga mudah terserang berbagai penyakit karena kelelahan, kurang makan dan kurang tidur. Rahwana yang khawatir dengan kesehatan Shinta, meminta Wibisana untuk terus mencari para tabib ataupun dokter dan para biarawan/pendeta bergantian datang untuk menjaga, merawat dan mendoakan kesehatan Shinta agar dapat kembali sehat dan bersemangat hidupnya. 

Sudah puluhan tabib ataupun dokter hingga pendeta dan biarawan datang, namun tidak ada yang mampu membuat Shinta kembali sehat dan bersemangat hidup, sering kali malah Shinta tiba-tiba jatuh pingsan saat diajak berjalan-jalan ke taman oleh Trijata maupun Rahwana. Sampai suatu ketika, datanglah seorang pertapa yang mengakui dirinya dapat mengobati dan menyembuhkan Shinta, dialah Mayor Hanoman yang menyamar masuk ke Kerajaan Alengka untuk menemui Wibisana. Pertama kali Hanoman bertemu Wibisana, dia sengaja tidak mengatakan maksud kedatangannya, yang diutus oleh Sugriwa dan Rama, karena Hanoman harus membuktikan dan memastikan kebenaran dimana keberadaan Shinta sebenarnya. 

Setelah melalui tahap-tahap ujian yang berat dari Rahwana dan Wibisana, untuk memastikan keamanan bagi Dewi Shinta, barulah Hanoman mendapatkan izin untuk bertemu langsung dengan Dewi Shinta, sebab tidak sembarangan orang dapat bertemu dengan Dewi Shinta, karena yang ditakutkan Rahwana, adalah datangnya penyusup ataupun mata-mata dari negara Ayodya yang dapat membahayakan keamanan Dewi Shinta selama masih berada di Alengka. Wibisanalah yang ternyata berusaha meluluskan semua ujian yang dihadapi oleh Hanoman, karena Rama telah mengirim foto Hanoman melalui Whatsapp, BB ataupun Line dari telepon selular (Handphone) “Iphone 6” ke Wibisana. Sehingga tanpa sepengetahuan Hanoman, Wibisana telah mengetahui maksud kedatangan Hanoman ke Alengka dari Rama. 

Saat Hanoman bertemu dengan Shinta, dia tidak diperkenankan membawa peralatan apapun termasuk Handphone sekalipun di istana keputren, dia datang pun harus ditemani oleh Trijata untuk menemui Shinta. Ternyata Trijata diam-diam memendam rasa, saat pertama kali melihat sosok Hanoman yang sangat gagah dan keren, dengan pakaian jubah putihnya yang sangat berwibawa, tampak jelas dada Hanoman yang begitu bidang dan berotot kekar, meskipun hanya dengan ditutupi sehelai jubah putih yang tampak sangat cocok hampir transparan samar-samar membentuk tubuh Hanoman yang terlihat semakin seksi dan sempurna. Lain lagi dengan perasaan Hanoman yang langsung serasa "meleleh" saat menatap Dewi Shinta, dia tidak mampu berkata-kata, hampir mati lidahnya kelu, saat pertama kali melihat Shinta. Namun karena Shinta terlihat begitu lemah, terduduk lemas memejamkan mata tanpa menghiraukan Hanoman, membuat Hanoman berusaha memberanikan diri menahan gejolak dalam dirinya.

Hanoman terus membacakan doa ditemani oleh Trijata dan dayang-dayang pembantu istana keputren. Hari pertama, kedua dan ketiga, Shinta masih diam tidak memperdulikan Hanoman, hingga hari ke tujuh, genap seminggu, Trijata jengkel kepada Dewi Shinta, akhirnya Trijata pun membuka suara, karena tidak sanggup menahan perasaannya kepada Hanoman. 

"Kak Shinta, tolong jangan diam saja..., kasihan kan pedeta itu sudah berhari-hari mendoakan Kak Shinta, bicaralah bagaimana keadaan perasaan Kak Shinta sekarang, apakah Kak Shinta sudah merasa baikan?", ujar Trijata memecah keheningan doa yang dilantunkan oleh Hanoman.

"Tuan Putri Trijata..., bersikaplah yang lebih sopan saat berdoa…, biarkanlah Dewi Shinta beristirahat sejenak, agar dapat meringankan beban di dalam hati dan pikirannya...", ucap Hanoman sambil terus melanjutkan melafalkan doa dan mantra dalam buku kitab suci.

Mendengar ucapan Hanoman, Dewi Shinta pun terkaget, siapakah gerangan pendeta ini, mengapa dia dapat membaca isi hati dan pikirannya yang rumit, barulah Shinta terbangun dan berusaha untuk bertanya kepada pendeta tersebut, "Wahai pendeta yang agung, engkau sungguh bijak, hingga mampu menembus batin ini, siapakah gerangan pendeta ini berasal dan mampukah pendeta mengobati penderitaan dalam diri saya ini?", tanya Shinta kepada Hanoman.

"Yang Mulia Dewi Shinta..., hidup ini tidak ada yang perlu dirisaukan, datang dan pergi, pertemuan dan perpisahan, pasti akan terjadi, cepat atau lambat, semua akan menemui jawabannya, tinggal memilih siapa yang menjadi pilihan hati Dewi, dia akan datang apabila Dewi sungguh-sungguh menginginkannya, dia pun akan pergi bila Dewi sudah melupakannya. Hanya Dewi yang dapat menentukan jalan hidup Dewi sendiri, siapapun tidak dapat mempengaruhi jalan hidup pilihan hati Dewi...", jawab Hanoman.

"Pendeta yang agung, anda belum menjawab pertanyaan saya, siapakah gerangan pendeta dan dari manakah pendeta berasal? Seumur hidup saya, tidak pernah saya memilih, saya selalu menjalankan hidup karena peraturan dari kedua orang tua saya. Sejujurnya, saya sudah merasa lelah dengan hati ini dan dengan semua penderitaan hidup saya ini. Tiada cinta yang membahagiakan, yang ada hanyalah luka yang dalam, menyakitkan..., saya hanya dimanfaatkan untuk tujuan politik maupun untuk masalah perebutan wilayah kekuasaan, hingga saya menjadi alat kepentingan mereka berdua yang hanya ingin mencari keuntungan dari diri saya, apalah artinya hidup ini dan apalah gunanya tubuh ini. Ingin rasanya cepat mati, agar bebas dari segala permasalahan hidup ini, dari pada harus terus menanggung beban penderitaan batin seperti ini...", jawab Shinta menjelaskan hingga mengeluarkan seluruh air matanya menangis di hadapan Hanoman.

"Hamba adalah pendeta dari Kiskenda, nama hamba adalah Hanoman, izinkan hamba menjadi teman bagi Dewi Shinta, hamba mengerti seluruh penderitaan Dewi. Hidup ini meskipun dirasa sangat menderita, pasti masihlah ada harapan untuk bahagia, lepaskanlah semua beban itu..., beristirahatlah sejenak..., dan sebagai sahabat, hamba pasti akan berusaha menyembuhkan dan menolong meringankan penderitaan Dewi...", ucap Hanoman kepada Dewi Shinta.

"Baru kali ini, dalam seumur hidup saya, ada seorang pendeta bernama Hanoman yang mau menjadi sahabat/teman bagi saya. Bagaimanakah saya dapat melepaskan semua penderitaan yang terus menghantui hidup saya, perasaan takut, khawatir, kecewa, sedih dan luka dalam batin ini, tolonglah saya, bahkan untuk memejamkan mata ini pun saya tak mampu...," jawab Dewi Shinta.

"Bila Dewi mengizinkan, saya akan selalu ada di sini untuk menemani Dewi Shinta... ", ucap Hanoman menghibur Shinta. "Tapi... itu tidak mungkin…, Rahwana pasti tidak akan mengizinkanmu jika terus berada di sini?", jawab Shinta. 

"Tenang Kak Shinta.., saya akan coba bicara pada Ayah (Wibisana) agar Pendeta Hanoman dapat diizinkan setiap hari datang berdoa untuk kesembuhan Kak Shinta...", ucap Trijata dengan semangat ingin menolong Shinta.

"Terima kasih Trijata…, maafkan saya yang telah banyak merepotkanmu. Kamu sudah seperti saudara kandung bagi saya, kamu dan Hanoman yang paling mengerti dan selalu berusaha menolong saya..., sungguh terima kasih banyak ya...", jawab Shinta atas kebaikan Trijata dan Hanoman.

Setelah pamit dengan Dewi Shinta, Trijata pun langsung berlari mencari Ayahnya, Wibisana ke dalam ruang kerja Istana Alengka, dimana Ayahnya keseharian harus memeriksa pembukuan keuangan dan administrasi kepegawaian Istana Alengka. 

Sementara itu, Hanoman dan Shinta pun tinggal berdua di dalam taman Argasoka, beruntungnya Rahwana sedang tugas memeriksa neraca perdagangan dan pengaturan keprajuritan di lapangan tembak alun-alun pusat kota. Shinta pun akhirnya menceritakan semua kesedihan dan ketakutannya pada Hanoman, ketakutannya adalah bagaimana dia mampu bertatap muka dengan Sri Rama, meskipun Shinta sudah pernah bermalam pertama dengan Sri Rama, tapi apalah daya seorang Shinta yang telah dimiliki Rahwana sekarang, bagaimana dia menghadapi Rahwana yang sering kali datang memaksanya menuruti semua nafsu dan keinginan Rahwana yang penuh cemburu dalam keadaan penuh amarah dan dendam kepada Sri Rama, karena telah merebut calon istri Rahwana, sebab Shinta dianggap merupakan titisan mendiang istrinya yang tercinta, Wedowati. 

Sampai kapankah Shinta harus menjalani penderitaan batin seperti ini, Shinta sudah putus asa, tidak mungkin Sri Rama akan menerimanya dengan keadaan yang sudah ternodai oleh Rahwana, karena itulah keinginan Rahwana agar Shinta tidak dapat menikah dengan pria manapun sebab tidak akan ada yang mau menerima Shinta dengan ketidaksempurnaannya, apalagi jika sampai Shinta mengandung, pastilah Sri Rama semakin ragu dan tidak akan mungkin menerima Shinta kembali, itulah tujuan Rahwana yang ingin memilikinya.

Sepenuhnya Shinta merasa yakin, Sri Rama sengaja mengutus Hanoman, karena Sri Rama merasa malu dan kalah dengan Rahwana, karena Rahwana telah berhasil merebut dan memiliki Shinta. Makanya Sri Rama membiarkan Shinta tetap terkurung di Alengka, karena perasaan malu dan harga diri Sri Rama sebagai seorang lelaki pastilah jatuh dan hancur apabila yang menjadi miliknya, telah direbut dan dimiliki oleh orang lain, yakni seorang Rahwana.

"Dewi Shinta, hamba hanya menjalankan tugas dari Sri Rama dan Sugriwa, saudara hamba, untuk membawa Dewi Shinta pulang kembali ke Ayodya. Bila Sri Rama tidak mencintai Dewi, tidak mungkin meminta hamba mencari Dewi, Sri Rama justru sangat mencemaskan Dewi...", Hanoman tetap berusaha menenangkan hati Shinta.

"Hanoman.., saya mengerti betul sifat seorang lelaki terlebih lagi Sri Rama, bila dia sungguh-sungguh mencintai, tidak akan meminta Hanoman untuk datang ke Alengka, sebab Sri Rama pun mampu melawan Rahwana dan mengetahui dimana saya berada, mengapa bukan Sri Rama sendiri yang datang menemui saya menghadapi Rahwana, mengapa harus melibatkan saudara Hanoman. Bukti nyata Sri Rama sudah meragukan saya dan bukti nyata Sri Rama takut kehilangan harga dirinya sebagai seorang raja/pemimpin akan jatuh bila diketahui calon istrinya telah dimiliki Rahwana, Raja Negeri Alengka.", jawab Dewi Shinta dengan seluruh kekesalan dalam hatinya.

"Tenanglah Dewi, jangan berfikiran yang buruk-buruk, semua pasti ada jalannya, Dewi harus bersabar dan tabah, hamba pasti berusaha menolong agar Dewi dapat bahagia, kembali bersama Sri Rama...", ucap Hanoman terus menenangkan hati Dewi Shinta yang sudah kalut, kesal dan sedih tidak mampu membendung penderitaan batinnya.

"Sudahlah Hanoman, tidak akan mungkin saya bahagia, andaikata meskipun saya dapat kembali ke pangkuan Sri Rama, tetap saja tidak akan pernah sama lagi seperti dulu, rasa cinta Sri Rama pastilah sudah memudar karena kebenciannya pada Rahwana, lebih baik kebalikan saja cincin ini (Shinta melepaskan cincin pemberian Sri Rama dari jari manis tangan kanannya) kepada Sri Rama, saya tidak ingin menyulitkan siapapun dalam masalah saya ini, lebih baik saya mati di sini, bila dia memang mencintai, toh pasti dia akan datang sendiri mencari saya, buat apa merepotkan dan memanfaatkan kamu (Hanoman) sampai datang jauh-jauh dari Kiskenda, hanya untuk mencari saya", tegas Shinta seraya memberikan cincin ke Hanoman.

Shinta pun berjalan masuk ke kamarnya, mengunci dirinya dalam kesedihan, Hanoman sadar Shinta sangat terluka dan menderita. Namun, Hanoman hanya menjalankan tugas, dia pun terdiam menerima semua keinginan Dewi Shinta, tak mampu berkata-kata lagi. Meskipun di dalam hati Hanoman ingin sekali membahagiakan Shinta, apalah daya pikir Hanoman, manalah mungkin Shinta menyukai Hanoman, karena Hanoman hanyalah rakyat jelata biasa, bukan berdarah kerajaan, tidak punya kuasa apa-apa, hidup sederhana layaknya pertapa yang mengembara tanpa memiliki kekayaan berlimpah yang dapat membahagiakan Shinta, jauhlah dibandingkan dengan Sri Rama dan Rahwana yang dapat memberikan kebahagiaan duniawi bagi Shinta, selain itu juga di dalam hati Shinta hanya ada Sri Rama seorang yang dipujanya dan diinginkannya, Hanoman terdiam menahan kepedihan dalam hatinya. 

Andaikan Shinta menyukainya pastilah Hanoman akan berusaha membahagiakannya. Sesaat Hanoman teringat janjinya, Hanoman tidak akan menyerah begitu saja, baginya cinta tidak harus dimiliki, cinta yang tulus selalu menjaga, merawat, melindungi dan rela mengorbankan segalanya, meskipun Shinta hanya mencintai Sri Rama, tetapi sebagai seorang sahabat, Hanoman akan berusaha membahagiakan Shinta agar dapat kembali bersama dengan Sri Rama.

Trijata datang mendapatkan berita baik untuk Hanoman, Ayahnya mengizinkan Hanoman untuk mengunjungi Shinta kapanpun juga sampai Shinta sembuh dan pulih kembali kesehatannya. Trijata yang sangat antusias menyukai Hanoman, terus mencari bahan pembicaraan agar dapat selalu dekat dengan Hanoman, Trijata menanyakan tentang keadaan Kiskenda, lalu berpura-pura menanyakan kesehatan Dewi Shinta, hingga mencari tau siapakah kedua orang tua Hanoman.

Hanoman sadar, Trijata begitu sangat menyukainya, tetapi di dalam hati Hanoman hanya mengkhawatirkan Dewi Shinta, perasaan Hanoman tidak tenang terus memikirkan Dewi Shinta, maka dari itu Hanoman memberi alasan, dia ingin istirahat dan kembali bermeditasi di kamarnya untuk mencari cara agar dapat menyembuhkan Dewi Shinta. Trijata pun sadar bahwa Hanoman terus menghindarinya, Trijata merasa sedih, namun dia tidak akan menyerah untuk mendapatkan perhatian dari Hanoman.

Benar saja dugaan firasat Hanoman yang tajam, sepulangnya dari kepenatan di lapangan tembak, Rahwana lelah dan ingin beristirahat di kamar Dewi Shinta, yang biasanya dia lakukan (sebelum kedatangan Hanoman ke Alengka) setiap dia merindukan dan memikirkan kecantikan dan kemolekan tubuh Dewi Shinta yang selalu memberikan kenikmatan duniawi baginya. Hanoman yang berinsting tajam, merasa gelisah, tidak tenang di kamarnya, dia keluar dari kamarnya, langsung berlari menuju keputren tempat Dewi Shinta. 

Rahwana yang sedang bersenang hati, datang mengetuk pintu kamar Shinta, berharap dia dapat masuk ke kamarnya tanpa harus mendobrak pintu seperti sebelum-sebelumnya. Pada awalnya Shinta menolak karena ingin menghindari Rahwana, namun Shinta teringat pastilah percuma, tidak akan mungkin dapat menghindari kekuatan Rahwana, karena Rahwana selalu memaksa, pasti akan mendobrak pintunya apabila tidak menuruti semua keinginannya. 

Akhirnya dengan terpaksa, Shinta membuka pintu kamarnya, dilihatnya Rahwana menatap wajah Shinta yang sedih penuh air mata, Rahwana langsung menarik tangannya, Shinta pun melawan ingin melepaskan, namun Rahwana berkata "Shinta.., saya sangat mencintaimu..., mengapa kamu terus memikirkan pria yang tidak berguna seperti Sri Rama itu, dia tidak akan pernah berani datang, kalo dia memang mencintaimu, dia pasti sudah datang menemuiku sekarang, harusnya kamu sadari itu!!! buat apa menangisi pria seperti itu, dia tidak layak kamu cintai, dia hanyalah pria pengecut yang tidak punya nyali untuk melawanku!!!",tegas Rahwana mengatakan pada Shinta di taman Argasoka, lokasi keputren tempat tinggal Shinta.

"Cukup Rahwana!!!, kamu pun seorang pengecut tidak tau malu!!, yang beraninya menculik dan memaksa, kalo kamu pria jantan dan bernyali, kenapa tidak berani menghadapi Sri Rama sendiri untuk mendapatkan cinta saya!!!, jawab Shinta.

"Bosen saya kasih tau kamu berulang kali, kamu gak juga percaya..!!! Kamu gak liat apa, betapa pengecutnya Rama yang kemana-mana dikawal oleh Leksmana itu, mana berani dia lawan saya sendiri, dia beraninya cuma main keroyokan doang!!!", alasan Rahwana menampik jawaban Shinta.

"Tidak usah cari-cari alasan, kamu tidak berani mengakui kelemahanmu sendiri yang juga seorang pengecut yang memalukan!!!", ucap Shinta menghina Rahwana.

Mendengar kata-kata Shinta yang menghina dan menyakitkan hati Rahwana, tidak segan-segan Rahwana marah, namun dia tidak akan memukul Shinta, dia malah langsung menarik tubuh Shinta merengkuhnya dengan sekuat tenaganya dalam pelukan memaksa dan berusaha untuk menciumi Shinta. Saat ciuman Rahwana mendarat, Shinta berusaha mengelak dan melawan Rahwana, Shinta langsung menggigit bibir Rahwana hingga berdarah dan "PLAAAAK!!!", Shinta menampar wajah Rahwana hingga membekas merah di pipi Rahwana. Dan kekesalan Rahwana pun memuncak, dorongan emosinya pun meledak ingin menampar Shinta, "Ayo pukul kalo kamu berani!!! kamu memang pengecut bajingan!!!”, jawab Shinta menantang Rahwana yang ingin menampar Shinta.

Hanoman telah menguping dan melihat langsung seluruh kejadian antara Shinta dan Rahwana di taman Argasoka, dada Hanoman serasa terbakar amarah yang mendidih, kedua tangannya mengepal, sampai pada saat Rahwana akhirnya ditampar oleh Shinta. Beberapa detik sejenak Hanoman sadar, kekhawatirannya muncul, apabila Rahwana sampai membalas menampar Shinta, pasti Shinta akan pingsan dan Rahwana pasti berhasil meniduri Shinta lagi di kamarnya.

Dengan secepat kilat gerakan Hanoman melompat dan menahan tangan Rahwana, seraya berkata, “Tuanku Raja Rahwana yang bijaksana, sudah sepatutnya dan seharusnya seorang Raja bersikap lebih sopan terhadap seorang perempuan, terlebih lagi terhadap seorang Dewi Shinta..” 

Rahwana mengeluarkan kekuatan tenaga dalamnya untuk melepaskan tangannya dari kekuatan Hanoman yang menahan tangannya, Shinta yang melihat kedatangan Hanoman yang secepat kilat itu langsung merasa kaget karena tiada yang berani melawan Rahwana sebelumnya, "Hanoman.., tolong lepaskan saja dia.., biarkan Raja Rahwana memuaskan nafsu dan amarahnya...", ucap Shinta tidak ingin Hanoman terluka karena melindunginya.

"TIDAK!!! Selangkahpun saya tidak akan mundur!!! saya akan menjaga, merawat dan melindungi Dewi Shinta sampai Dewi pulih dan sehat kembali, meskipun saya harus mati...", tegas Hanoman menjawab Shinta. Melihat ketegasan Hanoman, Shinta terkejut betapa Hanoman begitu berani melindunginya, karena tiada seorangpun yang berani melawan seorang Rahwana.

"OOOOHHH…!!!, jadi pendeta sialan ini bernama Hanoman. SUDAH BOSAN HIDUP rupanya!!!, BERANI juga kamu menghalang-halangi saya, HAHH..!!! PANTAS saja..!!!, saya sudah curiga dan menduga pasti kamu disuruh si pecundang RAMA itu untuk mencari Shinta kan?!!!", tebakan Rahwana sangat tepat karena sering mendapat laporan dari putranya, Indrajid.

"HAHAHAHAHA!!!, Ternyata Raja Rahwana ini sangat jeli dan teliti, tapi sayang…, BEGO juga rupanya!!!, karena baru sadar sekarang!!!", ucapan Hanoman tesebut langsung melayangkan sebuah pukulan kilat ke arah mulut dan gigi Rahwana.

"Biiihhh… (Rahwana meludah mengeluarkan darah dari bibirnya yang sudah digigit Shinta dan ditambah pukulan Hanoman, dia langsung terlempar jatuh kena meja batu di taman Argasoka hingga hancur), SETAN!!! SIALAN...!!! KAMPRET!!! KEPARAT KAU HANOMAN…!!!", Rahwana langsung bangun dan menghadang Hanoman, siapa sangka Rahwana yang sudah kelelahan karena seharian bekerja harus menghadapi Hanoman yang begitu lincah dan cekatan, tenaga Rahwana pun hampir terkuras semuanya, tidak mampu menghadang kekuatan anak Dewata Bayu, Hanoman.

Beberapa kali Rahwana kalah tidak mampu menangkis kecepatan pukulan dan tendangan kilat Hanoman, dia terjatuh dan terpukul oleh Hanoman yang kesal karena sikap Rahwana. "RAJA TIDAK TAU MALU!!! Harusnya sadar atas kesombonganmu itu, Cinta bukan untuk dimiliki, Cinta yang tulus adalah menyayangi dengan merawat, menjaga dan melindungi dengan kasih sayang...", tegas Hanoman memukul dengan jurus andalannya “Pukulan tanpa bayangan” yang secepat kilat sambil menasehati Rahwana. Beberapa kali perut, kedua kaki, paha, kedua bahu lengan, leher, wajah dan jidatnya Rahwana dipukuli habis-habisan oleh Hanoman.

Hanoman pun berhenti sejenak beberapa detik, langsung membuka jubahnya untuk menutupi tubuh Shinta dari udara dingin cuaca sore menjelang malam hari. Dewi Shinta yang melihat semua tindakan Hanoman, terharu dan tersenyum penuh air mata kebahagiaan, dia tidak pernah menyangka bahwa Hanoman begitu sangat mengerti penderitaan di hatinya. 

Rahwana pun kehabisan tenaga karena kewalahan menghadapi kecepatan Hanoman, pukulan Rahwana terlalu bertenaga, gerakan langkah Rahwana sangat lambat dan berat, sehingga Hanoman dapat terus menghindari pukulan Rahwana dengan teknik kecepatannya, Rahwana pun tumbang karena kelelahan.

Dewi Shinta tersenyum bahagia hingga tertawa terpingkal-pingkal melihat Rahwana tumbang oleh pukulan Hanoman,"Hihihihihi..., rasakan kamu Rahwana…!!!, lihatlah bagaimana pembalasan yang kamu terima sekarang, ternyata melawan seorang pendeta saja kamu gak mampu..., benar-benar payah!!!", ucap Shinta begitu bahagia dan puas melihat Rahwana terengah-engah kehabisan tenaga. Sifat dan watak Hanoman tidak suka membunuh, dia hanya ingin mempermainkan Rahwana hingga jatuh kelelahan agar dapat menasehati dan menyadarkan kesalahan Rahwana. 

Kericuhan di taman Argasoka membuat Trijata datang ke tempat Shinta, dilihatnya pamannya itu kewalahan dipukuli Hanoman yang jahil membuat Rahwana tumbang hampir pingsan, Trijata bukan menolong pamannya, dia malah asik menonton dan ikut tertawa kepingkal-pingkal melihat tingkah laku Hanoman, "Woooaaaaahhhahahahaha...!!! ayo terus Hanoman!!! Hajar terus, ciayow..!!!", teriakan Trijata itu ternyata membuat para penjaga tersadar berlari melihat dan berusaha membantu Rajanya, yang hampir pingsan dibuat Hanoman. 

Puluhan penjaga datang mengepung Hanoman, tidak ada satupun yang mampu melawan Hanoman yang tangguh dan sakti, cukup melemparkan buah-buah, piring, mangkuk, pot-pot bunga dan bebatuan di sekitar taman Argasoka ke arah para penjaga, semua penjaga pun jatuh kesakitan, siapa yang mampu menghadapi kecepatan Hanoman. 

Tiba-tiba Hanoman berdiri di dekat Shinta, dia langsung menarik lengan Shinta dengan lembut dan membopongnya ke dalam pelukan Hanoman, dia ingin membawa Shinta pergi, ternyata Shinta tidak menolak pelukannya, “Dewi Shinta…ikutlah bersamaku…”, bisik Hanoman di telinga Shinta. 

Shinta merasakan kehangatan tubuh Hanoman begitu tenang dan nyaman, terasa terlindungi dalam pelukan erat Hanoman, Shinta pun mencium pipi kanan Hanoman dengan senyum bahagia, "Terima kasih Hanoman...", ucapan balasan Shinta membisiki di telinga kanan Hanoman, terasa basah pipi Hanoman karena ciuman kasih bercampur air mata Shinta.

Trijata pun berlari mengikuti Hanoman yang tengah membawa Shinta. Rahwana yang marah karena tidak dihiraukan keponakannya, mengutuk Trijata, "TRIIIJATAAAA!!!, kalo kamu terus mengejar Hanoman, kamu akan menyesal nantinya, TERKUTUK KAU!!! saya bersumpah KAU akan menikah dengan orang tua renta tak berguna!!!". Terdengar petir menggelegar dari langit hitam menyambar persis di depan langkah kaki Trijata, menandakan kutukan itu bertuah. Trijata langsung berhenti berlari dan bersujud menangis ketakutan.., dia yakin kutukan pamannya pasti terjadi, Hanoman mendengar Trijata dikutuk langsung berhenti berlari, "Hanoman…, tolonglah Trijata, jangan perdulikan saya…, Kasihan Trijata...", ucap Shinta.

Hanoman yang masih membopong Shinta langsung berjalan kembali menemui Trijata dan berkata, "Trijata… maafkan saya…, tugas saya harus membawa Dewi Shinta pergi dari Alengka, jangan bersedih, berdoalah..., Semoga Tuhan Allah dapat menyadarkan pamanmu, Rahwana…, dan melindungimu agar memberikan jalan yang baik untuk hidupmu…", jawab Hanoman menghibur Trijata yang terduduk dalam sujud menangis sedih. 

"Ya Allah, ringankanlah kutukan hamba, ampuni hamba yang khilaf karena tidak mampu menolong dan menyadarkan paman hamba, semoga kelak anak keturunan hamba dapat menikah dengan para bijaksana dan hidup bersahaja...amien3x", doa Trijata terkabulkan dengan diturunkannya hujan lebat beberapa menit dari langit, seketika Trijata mengakhiri doanya di Istana Alengka.

Perjalanan Hanoman yang membawa Shinta tidaklah berjalan mulus, belum melangkah jauh dari Trijata, hujan pun berhenti. Hanoman terkepung oleh ratusan pasukan Istana Alengka yang berbaju zirah dan senjata lengkap mengelilinginya. Indarjid yang ditelpon Rahwana dengan handphone Samsung miliknya, langsung datang menghadang Hanoman dengan ratusan pasukan panah, tombak, hingga pasukan bersenjata P99, UZI dan M16. 

Hanoman yang tidak ingin Shinta terluka, terpaksa melepaskan Shinta, Hanoman memberi isyarat agar Shinta dan Trijata berlindung dibelakang tubuhnya. Shinta melihat Hanoman yang melindunginya terus dihujani ratusan panah, tombak dan ratusan peluru tajam, tapi tiada satupun yang berhasil menembus tubuhnya yang kebal dengan semua jenis senjata. Shinta begitu terharu sedih melihat kepahlawanan dan keberanian Hanoman. Hanya bercak-bercak merah yang membekas di seluruh tubuh Hanoman yang terkena hujan panah, tombak dan peluru tajam (persis dalam adegan film “Hulk” dan “Kingkong” saat diserang oleh pasukan dengan hujan peluru dan senjata tajam). Meskipun begitu kesakitan mengenai tubuhnya, Hanoman terus berdiri tertatih-tatih tanpa membalas sedikitpun, karena Hanoman telah bersumpah janji di depan Ayahandanya (Dewa Bayu) tidak akan membunuh satu nyawapun di dunia, malah dia berjanji akan berusaha menolong semua makhluk yang menderita di dunia. 

Indrajid yang banyak akal tidak tinggal diam, langsung melemparkan jaring tali penuh lumuran lumpur oli hitam dan lem cairan karet ban yang dibakar meleleh sangat lengket diguyurkan dari atas helicopter “Airwolf” milik Rahwana, dalam sekejab langsung mengikat dan melumpuhkan tubuh Hanoman yang tidak mampu bergerak lagi. “HUAHAHAHAHAHA…. RASAKAN PEMBALASANKU!!!”, Rahwana dan Indrajid pun tertawa senang melihat Hanoman terperangkap (jebmen/jebakan betmen) dan tidak dapat berkutik lagi dengan kecepatannya.

Shinta pun menangis dan berdoa untuk keselamatan Hanoman, berharap agar ada keajaiban datang  menyelamatkan nyawa Hanoman yang dalam bahaya. Pasukan Indrajid dan Rahwana langsung membawa Hanoman ke alun-alun Istana Alengka sambil menunggu hukuman tengah malam yang akan dijatuhkan Rahwana kepada Hanoman. 

Rahwana yang mengetahui ada persekongkolan di dalam Istana, langsung membuat rapat darurat militer, dipanggilnya juga Wibisana dan Kumbokarno untuk datang ke Istana secepatnya. Rahwana yang terbakar amarah “dikompori” Sarpakenaka langsung mengusir Wibisana dan Kumbokarno dari Alengka, serta meminta mereka menyerahkan jabatannya kepada Indrajid dan Patih Prahasta. Sementara itu, Shinta dan Trijata langsung dikurung dalam kamar yang dijaga ketat oleh ratusan pasukan berbaju zirah dan bersenjata lengkap, pimpinan Sarpakenaka (adik Rahwana) dan Karadusana.

Hanoman yang tak berdaya terpasung pada kayu terikat berlumuran lem dan oli seluruh tubuhnya, hanya dapat berdoa berpasrah dalam hatinya agar Tuhan melindungi Shinta, apabila ada keajaiban…, Hanoman berharap dapat selalu berada di dekat Shinta, Hanoman ingin membahagiakan Shinta. Apapun yang terjadi pada Shinta, entah baik ataupun buruk, Hanoman akan selalu setia menjaga dan melindungi Shinta. Hanoman memohon pada Tuhan, hingga menangis pedih merintih, dia ingin menolong, menyelamatkan dan membahagiakan Shinta. 

Hukuman pun siap dilaksanakan, Rahwana memutuskan akan membakar Hanoman hidup-hidup, Indrajid ditunjuk selaku pemimpin upacara hukuman, didampingi bersama dengan Patih Prahasta. Belum juga mereka tiba di alun-alun, tempat acara pembakaran Hanoman, pasukan Indrajid dan Patih Prahasta dihadang pasukan tidak dikenal menggunakan cadar (penutup wajah), pimpinan Wibisana yang datang melindungi Hanoman. Wibisana dan pasukan bayangannya membawa serta cairan asam cuka, minyak mentega, garam dan cairan thinner campur bensin yang sebagian dilumuri ke tubuh Hanoman untuk membersihkan cairan lumpur oli dan lem karet yang menempel di tubuh Hanoman, beberapa di antara mereka membantu menyelamatkan Hanoman dan sebagian lagi menghadang pasukan Indrajit dan Patih Prahasta, sambil melempar-lemparkan cairan bensin dan minyak tanah berupa kantongan-kantongan plastik kecil dan botol-botol ke atap rumah dan bangunan Istana di sekeliling mereka.

Entah mengapa cuaca malam itu begitu mendukung, dari langit Khayangan Ayahanda Dewata Bayu terharu melihat ketulusan cinta Hanoman kepada Dewi Shinta. Seketika pula datang angin topan besar disertai gemuruh guntur dan petir yang menghantam sebagian besar wilayah Istana Alengka dan sekitarnya. Tubuh Hanoman yang dipenuhi lumpur lem dan oli itu pun luntur dengan bantuan cairan minyak mentega, garam dan bensin, yang dibawa oleh para pasukan Wibisana. 

Setelah berhasil menyelamatkan Hanoman, mereka langsung membawa pergi Hanoman bersama beberapa pasukan bayangannya yang mengendarai motor “Bajaj”. Saat badai angin topan berhenti, Hanoman yang masih marah, langsung menembakkan granat launcer dengan quadsoka dari kedua tangannya, yang diberikan oleh Wibisana untuk menghancurkan sebagian besar Istana Alengka dan para pasukan bayangan membantu Hanoman membakar sebagian rumah-rumah pejabat dan kadipaten Istana Alengka dengan menembakkan panah-panah api menggunakan senjata “Heavy Crossbow” ke lokasi-lokasi yang telah dilempari botol-botol dan kantong-kantong plastik berisi bensin. Keadaan Istana Alengka pun berubah memanas dengan kobaran api (persis peristiwa “Bandung lautan Api”).

Hanoman yang selamat dari kejaran pasukan Indrajid, langsung berangkat terbang ke Negara Ayodya bersama Wibisana dan beberapa pasukan yang selamat menggunakan pesawat siluman (Stealth Aircraft F-117, Nighthawk) kiriman Sugriwa yang sudah dipersiapkan untuk misi penyelamatan rancangan Wibisana yang bekerjasama dengan Sri Rama untuk menjatuhkan kekuasaan Rahwana.

Sesampainya Hanoman dan Wibisana dengan selamat, mereka langsung diberikan fasilitas, perawatan dan dokter terbaik dari Negara Ayodya untuk menyambut kedatangan mereka. Tak lupa, Sri Rama pun langsung menemui Hanoman, menanyakan keadaan Dewi Shinta, Hanoman yang tidak mampu berkata apapun mengenai kesedihan Shinta, dia cukup menyerahkan cincin Shinta kepada Sri Rama sebagai bukti pertemuannya dengan Dewi Shinta. 

Melihat tingkah laku Hanoman yang pendiam, membuat Rama kebingungan, mengapa Shinta sama sekali tidak mengatakan apapun tentang dirinya kepada Hanoman. Tetapi perasaan curiga Rama cukup dipendamnya dalam hati, karena tugasnya untuk membawa pulang Shinta belum juga berhasil. 

Maka disusunlah strategi perang yang singkat dan cepat oleh Sri Rama, Leksmana, Sugriwa, dan Wibisana yang menguasai lapangan Istana Alengka, sementara tugas khusus Hanoman adalah membawa pergi Dewi Shinta dan Trijata dari Istana Alengka dengan helicopter “Airwolf” milik Rahwana. Melalui pertarungan yang sengit antar pasukan Rahwana, Indrajid dan Patih Prahasta. Akhirnya diakhiri dengan kematian Sarpakenaka, Karadusana dan Indrajid yang gugur di medan perang melawan Leksmana dan Sri Rama. Rahwana sekarat hampir mati oleh kepungan Sri Rama dan Leksmana, namun beruntung ditolong oleh pasukan pimpinan Kumbokarno, sedangkan Wibisana pun berhasil menguasai Istana Alengka. Trijata dan Dewi Shinta berhasil dibawa Hanoman dengan helicopter kembali ke Negara Ayodya dengan selamat. Maka tugas Hanoman pun telah selesai dengan tuntas membawa Dewi Shinta pulang kembali ke pangkuan Sri Rama.

Kemenangan Sri Rama pun disambut meriah oleh Negara Ayodya, Sri Rama berjanji akan memberikan hadiah anugrah besar bagi para pahlawan dan ksatria yang gagah berani, yang telah berhasil menyelesaikan misi penyelamatan Dewi Shinta. Pesta Pernikahan dan kenaikan tahta Sri Rama dan Dewi Shinta akan dilangsungkan dalam waktu dua minggu, setelah acara pesta kemenangan rakyat Ayodya.  

Karena harus membalas jasa kebaikan Wibisana, Mayor Hanoman diminta menolong Wibisana dan Kumbokarno untuk menyelamatkan Rahwana yang tengah sekarat ke pengobatan intensif di luar negeri dengan menerbangkan helicopter “Airwolf” milik Rahwana kembali ke Alengka dengan misi baru Wibisana untuk menyelamatkan nyawa Rahwana. 

Sejujurnya dalam hati Hanoman masih khawatir meskipun bahagia telah berhasil membawa Shinta kembali kepada Sri Rama, tapi apakah Shinta akan bahagia?, gumam Hanoman, bagaimana bila Sri Rama mengetahui kebenaran Shinta, apakah Sri Rama masih akan tetap menikahi Shinta? Ataukan Shinta akan ditinggalkan oleh Sri Rama?. Hanoman termenung dalam alam pikirnya melayang terbang di awan dalam kesepian dan kesendirian yang menyakitkan, merindukan saat-saat di dekat Dewi Shinta yang tersenyum bahagia melihat kenakalannya memukuli Rahwana. Sesekali Hanoman tersenyum tersipu-sipu tertawa-tawa sendiri mengingat kejadian itu telah membuat Shinta bahagia dan tersenyum puas.

Selama di rumah sakit gawat darurat menunggu operasi pencangkokan ginjal untuk Rahwana, yang direncanakan oleh Wibisana dan Kumbokarno. Hanoman hanya dapat melamun sedih memikirkan Shinta sambil terdiam duduk sambil meminum bergelas-gelas kopi di pojok café dalam kantin Rumah Sakit Guangzhou. Baru semalam rasanya, Hanoman tertidur, tiba-tiba datanglah rombongan Anggada, Trijata dan Dewi Shinta datang menjenguk keadaan Rahwana.

Setelah Shinta keluar dari kamar ICU dimana Rahwana tidak sadarkan diri, Shinta hanya dapat menangis pilu,  dilihatnya Hanoman berada di luar teras rumah sakit sedang terdiam memandang ke arah langit. Shinta langsung berlari datang memeluk Hanoman, tak berdaya Hanoman pun bingung, hingga tak mampu berkata sepatah katapun, Hanoman dengan perlahan merangkul Shinta yang masih menangis, memeluknya dengan sangat erat, hingga Hanoman merasakan seluruh dada bidangnya basah dengan air mata Shinta. Hanoman membelai lembut Shinta yang masih terus menangis, hingga akhirnya Shinta pun berhenti menangis dalam dekapan hangat dan tenang seorang Hanoman yang sabar menemani Shinta. 

Sesaat kemudian, Shinta sadar ada seseorang memperhatikannya dari jauh, dilihatnya Trijata menatap Shinta yang memeluk Hanoman dengan penuh cemburu, tanpa banyak berbicara Shinta pun memasukkan selembar kertas ke dalam saku jubah Hanoman, lalu Shinta perlahan-lahan pergi melepaskan pelukannya dari Hanoman dan kemudian berjalan masuk kembali ke kamar Rahwana yang masih tidak sadarkan diri. Hanoman sadar dan mengetahui Shinta melepaskan pelukannya karena ada Trijata yang melihatnya. Hanoman mengalihkan tatapan Trijata yang penuh amarah dan cemburu, diambilnya kertas yang ada di dalam kantong jubahnya, dilihatnya adalah kertas hasil tes kehamilan dan tertulis “positif”. 

Hanoman terkaget, firasat buruknya terlintas, tidak perduli dengan tatapan sinis Trijata, Hanoman langsung berlari mengejar Shinta ke dalam kamar Rahwana. Dilihatnya, Shinta sedang ingin membunuh dirinya dengan mengambil pisau buah yang ada di atas meja ranjangnya Rahwana yang sedang terbaring tidak sadarkan diri, namun niat buruknya itu langsung dihalangi Hanoman. 

Secepatnya, Hanoman langsung memegang pisau itu, menahan niat buruk Shinta dengan telapak tangan kanannya, “HENTIKAN..!, apakah dengan mati, maka semua masalahnya akan selesai?”, tanya Hanoman yang tidak sadar telapak tangan kanannya pun mengeluarkan darah, Hanoman sendiri kebingungan dalam hatinya, Apakah dia telah kehilangan ilmu kekebalan tubuhnya?, Shinta yang melihat kejadian itu langsung merasa bersalah, melepaskan pisau yang ada di tangannya, “Maafkan atas kebodohan saya…, tapiii ini…,bukankah kamu kebal terhadap senjata tajam? Mengapa ini….”,sebelum Shinta selesai bicara, Hanoman menjawab, ”Biarlah…, mungkin ini bukti adanya ketidakkekalan dan bukti saya merasakan sakit yang sama seperti penderitaan di dalam batin Dewi Shinta…”. 

Tanpa banyak berbicara, Shinta pun langsung menarik tangan Hanoman, membubuhinya dengan obat luka dalam kotak P3K yang ada di dalam dinding setiap kamar VIP rumah sakit, menutupi luka di telapak tangan Hanoman dengan kain perban. Hanoman dapat merasakan kelembutan tangan Shinta, saat menggenggam telapak tangannya.

Seselesainya Shinta membalut luka di tangan kanan Hanoman, dia langsung memeluk Shinta, “Apapun… yang akan terjadi ini…”, belum selesai Hanoman berbicara, langsung dipotong oleh Shinta. “Tolong jangan katakan hal ini pada siapapun, saya tidak tau harus gimana…? apa yang harus saya lakukan, Hanoman…?”, tanya Shinta kepada Hanoman. “Nghhh…(Hanoman menghela nafas), semoga…dia(Rahwana) selamat…”, jawab Hanoman. “Bagaimana jika tidak… dan bagaimana bila Sri Rama mengetahui semua ini?”, tanya Shinta kembali kepada Hanoman. Namun, Hanoman tidak mampu menjawab Shinta, dia hanya dapat terdiam, memeluk Shinta yang terus menangis membasahi dada bidangnya, berdiri di dekat ranjang Rahwana yang masih terbaring dengan alat bantu nafas. 

“Hanoman…, berjanjilah satu hal untukku, apapun yang akan terjadi pada akhirnya nanti, tolong jangan tinggalkan saya sendiri, tetaplah selalu berada di dekat saya selamanya, jangan pergi…, jangan tinggalkan saya sendiri…, andaikata hal terburuk yang terjadi, tolong bawalah saya kemanapun Hanoman pergi…, saya ingin selalu berada di dekat Hanoman…, berjanjilah…”, ucap Shinta menangis dan membisikan seluruh isi hatinya kepada Hanoman. 

“Dewi Shinta…, saya akan selalu ada dan menemani…, selamanya untuk membahagiakan Dewi Shinta…”, jawab Hanoman yang langsung bersujud di hadapan Shinta dan memegang kedua tangan Shinta, dengan lembut menciumi kedua tangannya Shinta. Hanoman mendudukan Shinta pada sebuah kursi, dia pun langsung menghapus air mata Shinta dengan kedua tangannya, “Jangan menangis lagi…, Hanoman ada di sini…, akan selalu menjaga dan melindungi Dewi Shinta…”, sambil kembali menciumi tangan Shinta hingga Shinta akhirnya tersenyum malu merasa geli karena melihat kelakuan Hanoman yang manja seperti kekanak-kanakan merangkak memeluk kaki dan menciumi tangan hingga ke perut Shinta yang tengah mengandung. 

Trijata yang mengintip dari luar pintu kamar melihat Hanoman dan Shinta yang begitu dekat, hanya dapat menangis sambil perlahan-lahan meninggalkan ruangan ICU. Ayahnya (Wibisana) melihat Trijata menangis, turut merasa bersalah, dipeluknya Trijata yang menangis tersedu-sedu tak mampu mengatakan kesedihan dalam hatinya, lain pula yang dipikir Wibisana, pikirnya dalam hati karena akibat ulah persekongkolannya itu malah membuat anak semata wayangnya menangis karena takut kehilangan pamannya, Rahwana. Wibisana sadar, biar bagaimanapun kejam dan kerasnya Rahwana, dia tetaplah saudara sedarah kandung, karena ulahnya juga telah menyengsarakan putrinya sendiri yang menderita karena ambisinya ingin menjatuhkan Rahwana dan menguasai Alengka.             

Saatnya berpisah kembali, Hanoman tak kuasa melihat Shinta harus pergi jauh darinya kembali ke Negara Ayodya bersama Anggada dan Trijata karena takut Sri Rama datang mencari Shinta yang terlalu lama pergi liburan sebelum pesta pernikahannya berlangsung di Istana Ayodya. Meskipun Hanoman memiliki nomer handphone Shinta, tetapi jarak yang jauh tetap membuat Hanoman sangat merindukannya, memikirkan dan mengkhawatirkan Shinta. 

Sesekali Shinta mengirimkan pesan, menanyakan keadaan Rahwana, setelah mengetahui Rahwana telah siuman, Shinta sedikit lega, namun Shinta masih bingung apakah dia dapat menikah dengan Sri Rama. Hanoman tidak mampu menjawab kegelisahan hati Shinta yang tidak dapat tidur menjelang pernikahannya dengan Sri Rama. Sementara itu, Hanoman menyelesaikan tugasnya mengantarkan kembali Rahwana, Wibisana dan Kumbokarno ke Istana Alengka yang sudah hancur lebur. Setelah tugasnya selesai, Hanoman pamit pada Wibisana dan Kumbokarno untuk kembali ke Istana Ayodya, yang juga tujuannya adalah untuk datang berpamitan pada Sri Rama dan Shinta, karena Hanoman harus kembali ke Kiskenda menemui saudaranya, Sugriwa, membantunya mengurus pemerintahan negara Kiskenda.

Setibanya Hanoman ke Istana Ayodya, ternyata Hanoman malah langsung ditangkap pasukan Sri Rama yang langsung memborgol kedua tangannya menemui Sri Rama dan Leksmana yang menanyakan keberadaan Dewi Shinta yang menghilang dari kamarnya di Istana Ayodya. Hanoman dipaksa oleh Sri Rama untuk mencari dan menghubungi Shinta agar dapat melacak keberadaan Dewi Shinta. Trijata dan Anggada pun ditangkap karena dianggap bersekongkol membiarkan Shinta pergi dari pesta pernikahannya dengan Sri Rama.

Baru saja Hanoman membuka handphone-nya, Leksmana langsung merampas handphone Hanoman dan ditunjukkan kepada Rama. Dibacanya semua pesan Shinta di dalam handphone Hanoman, terkagetlah Rama saat mengetahui pesan Shinta yang terakhir adalah Shinta akan pergi ke Alengka untuk mencari Rahwana, yang dianggapnya ayah dari janin yang dikandung Shinta. Sri Rama sangat marah dan benar-benar murka ingin membunuh Rahwana dengan tangannya sendiri, dipukulnya Hanoman habis-habisan seperti samsak tinju yang tidak ada henti-hentinya marah dan dendam sepanjang perjalanan membawa mereka (Hanoman, Trijata dan Anggada) ke Alengka, karena Hanoman dianggap telah berbohong dan menyembunyikan semua masalah Shinta darinya. Hanoman tidak membalas sedikitpun pukulan Rama, dia rela menerima semua pukulan kemarahan Rama dengan senang hati, bila perlu dia mati pun rela demi kebahagiaan Dewi Shinta. 

Sesampainya di Alengka, Rahwana masih dirawat di Rumah Sakit Militer Alengka dalam tahap penyembuhan, ditemani oleh Dewi Shinta, Wibisana dan Kumbokarno. Sri Rama dan Leksmana datang membawa seluruh pasukan ahlinya dilengkapi granat dan bazooka. Menggempur habis Rumah Sakit Militer Alengka, Sri Rama berhasil melumpuhkan Wibisana dan membunuh Kumbokarno. Trijata melihat kejadian tersebut hanya dapat menangis berteriak memohon Sri Rama menghentikan kemarahannya agar mengampuni Ayahnya, Wibisana. 

Anggada dan Hanoman hanya dapat menunggu saat yang tepat untuk memukul Leksmana dan pengawalnya, untuk mengambil kunci di saku Leksmana dan melepaskan diri dari borgolnya. Saat Leksmana lengah, Hanoman memukulnya hingga pingsan, terlepaslah borgol Hanoman, Anggada dan Trijata. 

Naas, Hanoman belum sempat menolong Wibisana (Ayah Trijata), Shinta melompat melindungi Rahwana terkena tembakan peluru tajam dari pistol di tangan Sri Rama. Hanoman dan Rahwana pun berteriak, “SHINTAAAAA….!!!”, teriakan mereka berdua membuat Trijata dan Anggada terkejut, ternyata Shinta pun jadi korban sasaran kemarahan Sri Rama terhadap Rahwana. 

Belum sempat menolong memapah Ayahnya (Wibisana) untuk dibawa masuk ke dalam UGD RS. Militer Alengka, peluru tajam bertubi-tubi datang menghujani tubuh Rahwana hingga tewas seketika ditembakkan tanpa henti oleh Leksmana yang sebelumnya marah karena tersadar melihat Sri Rama dipukuli habis oleh kemarahan Rahwana yang melihat Shinta tertembak oleh pistol revolver yang dipakai oleh Sri Rama, yang tadinya akan digunakan untuk membunuh Rahwana. “PAMAAAAN!!!!!”, teriak Trijata melihat pamannya tewas seketika bersimbah lautan darah keluar dari tubuhnya. 

Shinta tengah dibopong Hanoman yang berlari mencari dokter di dalam RS. Militer Alengka untuk menolong Shinta, dokter hanya memiliki waktu 12 menit 52 detik untuk mengoperasi Shinta yang mengalami pendarahan hebat tertembak peluru tajam mengenai punggung dan menembus ke paru-paru Shinta, belum lagi nasib kandungan di dalam rahim Shinta, bila dokter melewati batas waktu tersebut, maka nyawa Shinta dan kedua janin dalam rahim Shinta tidak akan tertolong lagi akibat Shinta akan kehabisan banyak darah. 

Operasi mengangkat peluru dari paru-paru Shinta berhasil dalam waktu 5 menit, namun dokter tidak dapat memastikan keselamatan kedua janin dalam tubuh Shinta, karena itu dokter harus mengangkat kedua janin yang telah keguguran di dalam rahim Shinta dalam waktu hanya 7 menit 52 detik atau nyawa Shinta akan hilang sama seperti nasib kedua janinnya. Operasi pengangkatan kedua janin yang keguguran telah berhasil, tetapi nyawa Shinta tidak tertolong lagi, karena paling sedikit, dokter memerlukan waktu 8 menit untuk menyelesaikan seluruh kegiatan operasinya sampai tuntas mengangkat seluruh janin dan menjahit kembali mengembalikannya ke bentuk semula. Hanoman menangis di samping tubuh Shinta yang sudah tidak bernyawa karena kehabisan banyak darah. 

Melihat Hanoman menangis, Leksmana hanya dapat terdiam penuh penyesalan, menangisi kepergian Dewi Shinta untuk selama-lamanya. Berbeda dengan Sri Rama yang langsung menarik tubuh Hanoman, dengan amarahnya, “Kamu adalah anak Dewata Bayu, kamu harus menyelamatkan Shinta, saya akan mengabulkan apapun semua keinginanmu..Hanoman!!!, semua hadiah dan harta berlimpah, apapun yang kamu inginkan, saya akan berikan, asalkan kamu dapat menyelamatkan nyawa Shinta, Tolonglah Hanoman, saya mohon padamu..!!”.

“Hamba tidak ingin hadiah apapun dari Tuanku Raja Sri Rama!!!, hamba hanya ingin melihat Dewi Shinta tersenyum bahagia sudah cukup terkenang di dalam hati hamba selamanya, karena hanya dialah satu-satunya perempuan yang hamba cintai seumur hidup hamba…!!!”, ucapan Hanoman itulah menyadarkan Sri Rama, bahwa keberanian dan kepahlawanan Hanoman dikarenakan ketulusan cintanya kepada Shinta yang melebihi perasaan cinta Sri Rama kepada Shinta hingga tidak mampu membuatnya bahagia, malah mencelakai hidupnya. 

“Sayalah yang salah…, Shinta jadi celaka dan menderita, seharusnya saya menyadarinya…,lebih baik saya mati!”, Sri Rama mencabut pisau di pinggang Leksmana, namun usahanya ditahan kecepatan Hanoman yang langsung memukul kesal ke arah leher Sri Rama hingga terjatuh pingsan, Hanoman meminta Leksama menjaga Sri Rama agar dapat mencegahnya melakukan hal-hal konyol yang dapat membahayakan hidup Sri Rama sendiri.

Dalam suasana berkabung lewat tiga (3) menit sudah Shinta dinyatakan telah meninggal dunia, karena nafas dan denyut jantungnya telah berhenti, meski seluruh operasi yang dijalani Shinta berhasil, namun Shinta telah kehabisan banyak darah dalam tubuhnya. Hanoman telah berjanji tidak akan meninggalkan Shinta sendirian, dia masih terduduk di samping tubuh Shinta yang terbujur kaku. 

Hanoman tertidur lelah sambil memegang tangan Shinta yang telah mulai sedikit demi sedikit mendingin. Terlintas Hanoman bermimpi dipanggil Ayahandanya Dewata Bayu dalam isyarat mimpi, Dewata Bayu mengatakan, “Putraku terkasih Hanoman…, ingatlah…,kesaktianmu adalah kelemahanmu juga, ilmu kekebalan tubuhmu akan hilang bila dilukai oleh orang yang kamu cintai, bahkan seorang Bhisma pun dapat mati di tangan Dewi Amba, kekasihnya sendiri. Masih ingatkah kejadian luka di telapak tangan kananmu itu, maka pergunakanlah pisau emas ini dengan bantuan tangan Shinta, apabila kamu menggoreskannya di tubuhmu, maka darah keabadianmu akan mengalir, tampunglah dalam segelas air, biarkan Shinta meminumnya, dia akan hidup abadi selamanya….”, kalimat itu begitu jelas dibisikkan Dewa Bayu ke telinga Hanoman yang tertidur dalam mimpinya. 

Dewata Bayu pun mendatangi Sri Rama yang tengah pingsan tak sadarkan diri karena dipukul Hanoman dan di dalam alam mimpinya, Dewata Bayu berpesan, “Sri Rama…, ketahuilah….,saya telah melihat semua tindakan cerobohmu dan kamu harus menyelesaikan semua permasalahan ini, lebih baik kamu menyesalinya, biarkan putraku membahagiakan Shinta. Semua orang di dunia ini tidak akan melihatnya, kecuali mereka yang memiliki ilmu dari keturunannya ataupun dengan seizin saya, seperti : Anggada, Trijata, Sugriwa, Kapi Jembawan (Pengasuh Hanoman dan Subali) dan Leksmana. Dan sebagai kebaikan atas jasa-jasamu pada rakyat Ayodya, saya akan tetap menjaga reputasi baikmu, tapi satu hal kamu telah berjanji kepada putraku!!!, kamu harus memenuhi janjimu dan membayar semua kesalahan dan kecerobohanmu itu dengan tirakat pertapaan, cukup kamu yang harus menyadarinya, sebab semua rakyat yang melihat tidak akan percaya…!!!”, seselesainya Dewata Bayu berbicara kepada Sri Rama, tiba-tiba Sri Rama melihat bayangan dirinya adalah berada di tubuh Hanoman, sedangkan Hanoman berada di dalam tubuh Sri Rama. 

Sekejab Dewa Bayu datang membawakan sebilah pisau emas berada di antara tangan Shinta dan Hanoman yang masih saling berpegangan erat, Hanoman tersadar terbangun dari tidurnya, saat merasakan munculnya benda tajam yang ada di genggaman tangan Shinta dengan telapak tangannya. Hanoman langsung tanpa ragu membantu telapak tangan Shinta mengepal dan menggoreskannya dengan sekuat tenaga ke tangan kanan Hanoman hingga mengeluarkan banyak darah, yang sebelumnya pernah terluka akibat menggagalkan niat buruk Shinta yang ingin bunuh diri. “Aaaaarrrggghhh…!!!”, Hanoman menahan sakitnya, hingga mengeluarkan air matanya, ditampungnya darah dari tangan kanannya ke sebuah cangkir gelas, lalu Hanoman meneteskan sedikit demi sedikit darahnya yang tertampung dalam cangkir ke dalam mulut Shinta yang hampir kering dan kaku.

Hanoman yang mengeluarkan banyak darah, terduduk lemah di samping Shinta, menunggu Shinta kembali dari alam kematiannya, Hanoman pingsan…,tidak sadarkan diri saat Shinta kembali bernafas dan denyut jantungnya kembali normal, terbangun membuka matanya, dilihatnya Hanoman masih menggenggam telapak tangannya yang memegang pisau emas, dengan tangan kanan Hanoman yang terluka mengeluarkan banyak darah, Shinta merasakan darah Hanoman di bibirnya, Shinta langsung menangis terharu dan meraih tangan kanan Hanoman yang terluka, menutupnya dengan perban yang ada di tubuhnya Shinta dilepaskannya dengan paksa, meskipun masih terasa sakit luka jahitan di paru-paru Shinta, namun keselamatan Hanoman jauh lebih penting, tanpa Hanoman apalah artinya hidup Shinta. Ajaibnya, luka di tangan Hanoman pun sembuh seketika saat diperban dengan bekas luka yang ada di tubuh Shinta, karena darah keabadian Hanoman sudah menyatu dalam darah di tubuh Shinta.      

Kejadian itu dilihat oleh Anggada, Trijata, Leksmana dan juga Sri Rama yang telah siuman dari pukulan Hanoman. Mereka yang melihat pun langsung terharu dan menitikkan air mata atas ketulusan hati cinta seorang Hanoman kepada Dewi Shinta. Sejak itu pula, Sri Rama menjelaskan kepada Anggada dan Trijata, serta meminta Leksmana membuat pengumuman atas kematian Dewi Shinta dan menggantikan tubuh Shinta dengan jenazah perempuan lain yang telah dibedah plastik wajahnya agar menyerupai Shinta, untuk diupacarakan secara terhormat. 

Sehingga kenyataan tentang Kisah Shinta dan Hanoman selamanya hanya akan menjadi misteri, yang tidak akan pernah diketahui oleh semua masyarakat umum. Semua pengarang sejarah pun diminta untuk menutupi kisah ini, agar melindungi keselamatan dan kebahagiaan Dewi Shinta dan Hanoman yang tidak akan pernah terpisahkan lagi untuk selama-lamanya. Identitas Shinta pun digantikan dengan identitas perempuan lain yang tengah bertukar peran kematiannya. 

Sri Rama meminta Anggada, Trijata dan Leksmana membantu merawat Wibisana (Ayah Trijata), serta memapah Hanoman dan Shinta agar dirawat secara intensif di ruangan VIP yang tidak boleh diganggu hingga sembuh. Perintah Sri Rama pun dilaksanakan, selanjutnya jika Hanoman mencarinya, dikatakan kepadanya bahwa dia harus melakukan tugas pertapaan dan Sri Rama telah mengikhlaskan Hanoman untuk bersama Shinta, sesuai dengan pesan Dewata Bayu yang telah menyadarkannya. Pergantian tahta kepemimpinan kerajaan Negara Ayodya untuk seterusnya akan diberikan kepada Leksmana. Sedangkan tahta kerajaan Negara Alengka akan dipimpin Wibisana.

Hanoman masih pingsan belum sadarkan diri di dalam kamar VIP, beristirahat berdua ditemani bersama Shinta, tidak lama kemudian Sri Rama datang menemui Shinta. “Shinta…,tolong maafkan saya…, saya sadar dan mengakui kesalahan saya…, ternyata cinta saya tidak sebesar dan setulus cinta di hati Hanoman, dialah yang lebih pantas untuk mendampingimu selamanya…, dia pasti akan membuatmu bahagia, karena dia rela melakukan segalanya untukmu hingga rela mengorbankan dirinya hanya untukmu dan…,dia juga telah mengatakan padaku bahwa hanya kamulah perempuan satu-satunya yang dicintainya dalam seumur hidupnya.”

“Sri Rama…, saya berterima kasih atas ketulusan, keikhlasan, kebaikan dan jiwa besarmu, semoga kamu dapat melakukan sesuatu untukku dan Hanoman…,Trijata amat mencintai Hanoman, namun hatinya pasti sangat terluka bila mengetahui semua ini dan bagaimana dengan rakyat Ayodya, mereka pasti akan membenciku karena dianggap meninggalkanmu. Hanoman pun pasti tidak akan berani mencintaiku karena dia sangat mengagungkanmu sebagai seorang Raja…”, jawab Shinta.

“Shinta tenanglah…, biar semua saya yang tanggung, kamu tidak perlu khawatir lagi…,bahagiakanlah saja Hanoman, dia sudah terlalu banyak berkorban untukmu. Masalah Trijata dengan Hanoman dan rakyat Ayodya, akan saya selesaikan semuanya. Setelah Hanoman siuman, pasti Hanoman akan mencariku, katakan padanya bahwa kita akan bertemu kembali di Kiskenda, saya sudah menyiapkan semuanya untukmu dan Hanoman, tinggal menghubungi Leksmana dan Anggada. Dan ingatlah identitasmu sekarang bukan Shinta lagi, karena semua orang sudah mengira kamu telah meninggal dunia, ini terpaksa saya lakukan demi menjaga keselamatanmu dan Hanoman dari rakyat Ayodya dan Alengka yang masih menyimpan dendam peperangan.”

Shinta hanya dapat terdiam, tak mampu menjawab apapun lagi yang dijelaskan Sri Rama. Dan Sri Rama pun bergegas keluar dari ruangan meninggalkan Shinta dan Hanoman di kamarnya. Sri Rama langsung mencari Trijata, Anggada dan Leksmana untuk mendengarkan titahnya sebelum diserahkan kepada Leksmana.

Hanoman pun terbangun dalam tidurnya, tersadar tengah dalam pelukan Shinta di sebuah kamar VIP di dalam RS. Militer Alengka, “Dewi Shintaaa…,apakah saya bermimpi…?”, tanya Hanoman kepada Shinta yang masih memeluknya dengan erat, “Hanoman…, saya pun bermimpi dan di dalam mimpi saya, kamu (Hanoman) datang memeluk dan menyelamatkan saya yang tengah di ambang kematian tenggelam dalam lautan”, jawab Dewi Shinta. “Shintaa…, saya sangat takut kehilanganmu…”,Hanoman menangis dalam pelukan Shinta. “Hanoman.., terima kasih karena cintamu telah menyelamatkan hidupku…”, ucapan Shinta itu diakhiri dengan ciuman yang manis dari bibir Shinta untuk seorang Ksatria Mayor Hanoman.

“Shintaa…, tapii…bagaimana dengan Sri Rama, saya harus mencarinya…, saya akan berbicara padanya agar dia segera menikahimu…”, jawab Hanoman tersadar, langsung beranjak bangun, menyimpan pisau emas di saku celananya dan merasa malu, tidaklah pantas seorang Hanoman menerima sebuah ciuman dari seorang Dewi Shinta. “Hanoman.., sebelum kamu terbangun, dia (Sri Rama) sudah berbicara kepada saya, dia mengatakan akan menunggumu di Kiskenda…,yang saya khawatirkan sekarang hanyalah Trijata, bagaimana dengan perasaannya?”,ujar Shinta bertanya pada Hanoman.

“Iyaah…saya mengerti (Hanoman sadar Trijata pasti terluka hatinya), saya akan bicarakan masalah ini dengan Sugriwa dan Kapi Jembawan, mungkin mereka dapat memberikan solusi masalah ini. Mohon maafkan saya Dewi Shinta, saya harus berangkat ke Kiskenda sekarang untuk menemui Sri Rama dan memintanya agar segera menikahi Dewi…”, ketegasan sikap Hanoman, membuat Shinta terdiam dan hanya mengangguk menyetujui, tak mampu mengatakan sepatah katapun lagi.

Sepanjang perjalanan ke Kiskenda, Hanoman pun sibuk menghubungi Sugriwa, untuk meminta sarannya dalam menyelesaikan masalah Trijata dan Dewi Shinta. Sugriwa yang masih sibuk berurusan dengan Sri Rama dalam masalah kerjasama kenegaraan Kiskenda dan Ayodaya setelah diserahkan kepada Leksmana, dia hanya dapat memberikan saran agar Hanoman menghubungi Kapi Jembawan (Pengasuh Hanoman), karena beliaulah sebagai pengasuh Hanoman dan seperti orang tua angkat bagi Hanoman di dunia, hanya dia yang dapat memberikan nasehat untuk Hanoman. Mendengar saran dari Sugriwa, Hanoman pun menghubungi Kapi Jembawan dan menceritakan semua masalahnya, bagaimana dia harus menghadapi masalahnya dengan Trijata dan Dewi Shinta. Kapi Jembawan pun bersedia menolong Hanoman, agar Hanoman membawa Trijata dan Dewi Shinta ke Kiskenda ditemani oleh Anggada. Sebab menurut keterangan Kapi Jembawan, rombongan Sri Rama dan Leksmana sudah lebih dulu tiba di Kiskenda untuk mengurusi permasalahan kerjasama kenegaraan, dikarenakan Sri Rama akan pergi melakukan tirakat pertapaan di pegunungan Utara Alengka untuk menebus kesalahannya terhadap rakyat Alengka.

Dewi Shinta yang telah meminum darah keabadian Hanoman, luka di tubuhnya pun lebih cepat pulih dari pada manusia biasa lainnya, hanya dalam waktu sehari semalam Dewi Shinta sudah merasa seluruh tubuhnya pulih serasa seperti kembali menjadi gadis SMA saat berumur 17 tahun yang penuh gairah dan semangat, berbeda jauh rasanya dibandingkan pada saat dia masih sering sakit-sakitan, seperti telah berumur setengah abad, begitu lemah dan tak berdaya, padahal umurnya hanya 5 tahun lebih tua sedikit dari Trijata yang berumur 25 tahun. 

Setelah mendengar kesembuhan Dewi Shinta, Hanoman pun bergegas mengirimkan pesan(sms) kepada Anggada untuk mempersiapkan  keberangkatan Anggada bersama Trijata dan Dewi Shinta ke Kiskenda untuk dipertemukan dengan Kapi Jembawan. Anggada dan Trijata yang telah dipesan oleh Sri Rama untuk menjaga identitas Shinta dari masyarakat umum, mempersiapkan Shinta sekarang yang harus terbiasa dengan identitas barunya, kemudian meminta Shinta menyamar menjadi seorang pertapa wanita berjubah putih, ditata gaya rambut yang berbeda dari sebelumnya dipotong sebahu pendek layaknya rakyat biasa, berkacamata, tanpa perhiasan dan make up apapun, lalu mereka berangkat melalui kapal khusus yang sudah dipersiapkan oleh Sri Rama dan Leksmana. 

Sepanjang perjalanan Hanoman ke Kiskenda, dia merasa kebingungan dengan tingkah laku masyarakat yang melihatnya. Semua rakyat yang melihat Hanoman, langsung bersimpuh berlutut dan memberikan salam hormat kepada Hanoman, memuliakannya seperti seorang raja ataupun dewa agung, sambil menyebut nama Sri Rama. Hanoman merasa bingung, hingga merasa risih dan sungkan, tak jarang Hanoman memohon agar mereka secepatnya berdiri karena yang mereka lihat adalah salah, Hanoman bukanlah Sri Rama, berulang-ulang kali Hanoman kebingungan, mempertanyakan pada dirinya sendiri. Masyarakat pun kebingungan, karena tidak pernah Sri Rama berprilaku aneh menolak salam hormat dari mereka, dianggapnya mungkin Sri Rama stress hingga hilang ingatan karena sepeninggalan istrinya Dewi Shinta, jadi merusak pikirannya Sri Rama yang dianggap kurang waras.

Sesampainya Hanoman di Kiskenda, dia langsung mencari Sri Rama, menurut keterangan Leksmana dan Sugriwa, Sri Rama berada di kamarnya villa khusus tamu kenegaraan, sedang bersiap-siap untuk berangkat ke Alengka. Ditemuinya Sri Rama di kamarnya, Hanoman langsung bersimpuh berlutut pada Sri Rama sebagai seorang raja, namun Sri Rama langsung menolaknya dan meminta Hanoman segera berdiri mendengarkan penjelasannya, “Hanoman, dengarkan saya…,tidak sadarkah kamu, bahwa kamu jauh lebih terhormat dibandingkan saya. Bila kamu masih menganggap saya sahabat dan saudara bagimu, maka kamu harus menjalankan pesan ini sebelum saya pergi untuk pertapaan dan tirakat. Mulai saat ini, kamu harus berjanji pada saya untuk membahagiakan Shinta, karena hanya kamulah yang pantas untuk menikahinya, bila Shinta bersama saya, tragedy ini akan berulang terus dan dia akan terus menderita hingga kehidupan selanjutnya dan dendam Rahwana ini tidak akan pernah selesai hingga berbagai masa kehidupan selanjutnya akan terus berlangsung dan berulang-ulang kembali antara rakyat Ayodya dan Alengka. Dendam ini harus diakhiri dan Shinta harus bahagia. Hanya kamulah yang dapat melakukan tugas ini, Hanoman, kamu adalah putra Dewata Bayu, Beliaulah yang telah menyadarkan kesalahan dan kecerobohan saya dan saya harus membayar semuanya dengan bertirakat dan bertapa di pegunungan Utara Alengka, sekaligus untuk memastikan agar rakyat Alengka tidak melakukan peperangan terhadap Ayodya. Tolong…, Bahagiakanlah Shinta, bawalah dia pergi ke tempat-tempat indah di dunia ini, saya mohon padamu, Hanoman…, sebagai saudara dan sahabat terbaik saya, tolong lakukan ini untuk membalas kesalahan saya pada Shinta yang tak mampu membahagiakannya, melainkan hanya membuatnya celaka dan menderita. Bila kamu tidak melakukannya, maka cukup akhiri saja hubungan persaudaraan dan persahabatan kita sampai di sini!!!”,tegas Sri Rama mengakhiri ucapannya.

“Sri Rama…,hamba benar-benar tidak tahu apakah hamba mampu membahagiakan Dewi Shinta, karena sepengetahuan hamba, di hati Dewi Shinta hanya ada Sri Rama seorang, manalah mungkin seorang Dewi Shinta pantas untuk mencintai saya…, namun apabila Sri Rama memaksakan hal ini sebagai permohonan dan keinginan Sri Rama sendiri, maka saya pun pasrah dan akan berusaha untuk membahagiakan Dewi Shinta…”, ucap Hanoman dengan segala kerendahan hatinya.

“Hanoman…, saat kamu masih tidak sadarkan diri setelah menyelamatkan Shinta dengan darah keabadianmu, saya sudah berbicara dengan Shinta dan saya telah merestuimu juga untuk menikahi Shinta, namun Shinta ragu dan meminta saya untuk berbicara langsung denganmu, karena Shinta mengetahui sifatmu yang tidak akan berani mencintainya….dan saya juga tidak akan merasa tenang dalam tirakat pertapaan bila Shinta belum merasa bahagia…(Sri Rama menghela nafas) Hmmmph…, Hanoman…,tolong jangan biarkan Shinta menderita dan menunggu lebih lama lagi, bahagiakanlah dia, tidak baik bila terus seperti ini adanya…”, jawab Sri Rama kepada Hanoman sambil mengambil barang-barangnya dan berjalan keluar kamarnya meninggalkan Hanoman. Mendengar penjelasan Sri Rama, Hanoman hanya terdiam, membiarkan Sri Rama berjalan pergi meninggalkannya sendiri sambil berfikir apa yang harus dikatakannya kepada Shinta, rasanya begitu gugup, berdebar-debar jantung dan gelisah bingung tak menentu.

Di pelataran Aula Kiskenda, Anggada mempertemukan Trijata dan Shinta dengan Sugriwa dan Kapi Jembawan. Setelah perkenalan, datanglah Leksmana membantu membawakan barang-barang Sri Rama, sementara Sri Rama pun berpamitan dengan mereka. Sri Rama sebelum pergi memberi kode senyum untuk Shinta dan berkata, “Shintaaa, tenanglah…,saya sudah berbicara dengannya (Hanoman), bersabarlah…, dia hanya perlu waktu untuk menenangkan diri saja dan saya yakin jagoanmu itu (Hanoman) pasti akan datang membahagiakanmu malam ini”. Shinta mendengarkan ucapan Sri Rama hanya dapat tersenyum malu dan berkata “Terima kasih Rama…, meskipun kita tidak ditakdirkan berjodoh, tapi kita akan tetap bersahabat dan bersaudara selamanya…”.  

Setelah Sri Rama dan Leksmana pergi (Sri Rama ke Alengka untuk menemui Wibisana yang telah mempersiapkan tempat/villa untuk Sri Rama di pegunungan Utara Alengka dan Leksmana pulang ke Ayodya), Sugriwa meminta Anggada mengantarkan Shinta ke kamar khusus, yaitu kamar Hanoman, dimana sehari-hari seperti biasanya Hanoman tinggal di Kiskenda. Trijata diantarkan Kapi Jembawan ke kamar khusus tamu, yang tidak jauh dari kamar Hanoman, hanya berbeda dua kamar dari kamar Hanoman. 

Melihat Trijata yang sangat murung dan bersedih, Kapi Jembawan hanya dapat menasihatinya, “Sudahlah…., saya mengerti kesedihanmu…, mengapa kamu harus menderita, cinta tidak dapat dipaksakan…, lagipula kamu masih sangat muda…,gadis secantik kamu, pasti masih banyak pria yang menginginkanmu, mengapa harus bersedih….”.

“Jika memang begitu, mengapa kamu tidak menikahiku saja?”, jawab Trijata dengan kekesalan dalam hatinya. “Huahahaha…,waduh…kok buru-buru amat mau nikah, belum juga kenalan masa udah dipaksa nikah…”, ucap Kapi Jembawan menghibur Trijata yang masih terbawa emosi meledak-ledak mengeluarkan kekesalannya. 

“Buat apa terlalu lama kenalan, kalo belum tentu diterima, lebih bagus langsung nikah baru kenalan”, kesal Trijata menanggapi ucapan Kapi Jembawan, dimana mereka telah berjalan masuk sampai ke dalam kamarnya Trijata. Belum juga Kapi Jembawan membalas perkataan Trijata yang emosional itu, Trijata langsung memaksa memeluk dan mencium Kapi Jembawan hingga mengeluarkan semua air matanya. Karena Kapi Jembawan begitu sabar dan tenang, dia sadar Trijata sangat terluka, dia menganggap Trijata masih terlalu lugu dan polos, dia merasa kasihan, Kapi Jembawan hanya terdiam dan tidak membalas tindakan agresif Trijata, meskipun setiap laki-laki pasti tidak mampu menolak kecantikan dan kemolekan gadis semuda Trijata, Kapi Jembawan tetap menahan dirinya, karena ini bukanlah saat yang tepat, Trijata harus belajar mencintai dan menyayangi dengan waktu penyembuhan dari dalam luka hatinya terlebih dahulu, Kapi Jemabawan akan menjaganya sampai tiba waktunya yang tepat, barulah dia dapat menerima cinta Kapi Jembawan yang sesungguhnya. Beruntunglah Trijata menemukan Kapi Jembawan, apabila pria lainnya mungkin belum tentu dapat memahami perasaan dalam hatinya.   

Waktu sudah hampir sore, Hanoman berjalan kembali ke kamarnya, dilihatnya Shinta tengah berada di dalam kamarnya, berdiri menatap pemandangan gunung dengan matahari sore di teras luar kamarnya. Hanoman berusaha memberanikan diri menemui Shinta, “Eeehhh…, Shintaa…, engh..maksud saya Dewi Shinta…”, dengan terbata-bata Hanoman berbicara pada Shinta. “Iyaaah Hanoman…, eh ngomong-ngomong, ternyata pemandangan di teras kamarmu ini sungguh luar biasa yah…, menabjubkan…”, Shinta berusaha mencairkan suasana. 

Hanoman mencoba berjalan lebih dekat lagi dengan Shinta,“Eeehh…Shinta, maaf.. maksud saya Dew…”, belum selesai Hanoman berbicara, Shinta langsung mencium spontan ke Hanoman, hingga Hanoman tidak kuasa menahan dirinya, kedua kakinya serasa lemas tidak bertenaga, ditahannya dengan tangan kanannya memegang kayu penyangga dinding teras agar tidak terjatuh, alhasil dia tetap tidak kuat, denyut jantungnya berdebar sangat kencang, nafasnya tidak karuan, rasanya ingin pingsan. Shinta yang melihat tubuh Hanoman hampir jatuh karena ciuman mautnya, dengan cepat Shinta menangkap tubuh Hanoman, menahannya dengan pelukan yang kencang, seolah sangat takut kehilangannya. “Hanoman…, saya menyayangimu sepenuh hati ini…, tolong jangan tinggalkan saya sendiri…”, ucap Shinta membisik ke telinga kiri Hanoman. 

Karena tidak kuat menahan gejolak dalam dirinya, Hanoman pun tak kuasa lagi bertahan, begitu lemas kakinya, hingga berlutut di hadapan Shinta, melihat hal itu, Shinta pun ikut berlutut terduduk di lantai kayu seperti halnya Hanoman. Tidak mampu menahan perasaan ini lebih lama, Hanoman yang sangat gugup berusaha mengalihkan pandangannya ke lantai kayu, barulah dia mengambil nafas yang sangat dalam sambil memegang kedua tangan Shinta dengan kedua tangannya dan berkata ,”Betaapa sulit saya mengatakannya, gak tau kenapa…, saya…ingin membahagiakanmu, saya tidak akan meninggalkanmu, saya…, eengghh…maksud saya…, apakah kamu mau bersama saya, eh maksudnya apa kamu mau.., mau temani saya.., engh.. saya akan berusaha membahagiakanmu,  tapi apakah saya mampu.., saya gak tau apa kamu….ma..”, belum selesai Hanoman berbicara, Shinta sudah menjawab, ”Terima kasih Hanoman…, (Shinta menitikkan air mata terharu dengan ucapan Hanoman), saya mau…menjadi teman hidupmu…, bersamamu… saya bahagia..”, mendengar ucapan Shinta, Hanoman merasa sangat lega, langsung menjawabnya dengan sebuah ciuman yang cepat, namun sangat lembut dan manis di bibir Shinta, hingga Shinta menangis mengeluarkan air matanya tanpa disadarinya begitu terharu dan sangat bahagia. 

Tiba-tiba muncullah cahaya terang menyinari mereka berdua dari langit disertai hembusan angin semilir nan sejuk, Hanoman dan Shinta langsung bersujud dan beranjali, dilihatnya Ayahanda Dewata Bayu datang menghampiri mereka berdua, “Hanoman dan Shinta…, saya telah merestui dan menguji cinta kalian berdua dengan pisau emas yang ada di saku Hanoman, keluarkanlah pisau itu sekarang (Hanoman mengambil pisau tersebut dan menunjukkannya kepada Dewata Bayu, dengan seketika berubah menjadi sepasang cincin emas di telapak tangan Hanoman), sekarang Hanoman dan Shinta, saling pasangkanlah cincin itu di antara jari manis kalian (Hanoman memasangkan cincin ke jari manis Shinta dan Shinta memasangkan cincin ke jari manis Hanoman), mulai sekarang kalian telah diberkahi sebagai pasangan abadi selamanya, Shinta cintailah dia dengan sepenuh hatimu dan bahagiakanlah dia sebagai putra terkasihku. Hanoman, ingatlah jangan pernah menyakiti hati istrimu, karena dia hidup dari sebagian jiwa dan darahmu yang telah menyatu dengannya dan dia juga yang akan menjadi Ibu dari sepasang keturunanmu (anak laki-laki dan perempuan), cintailah, lindungilah dan bahagiakanlah dia. Semua masyarakat di dunia ini kelak akan mengenang dan menuliskan cinta sejati ini sebagai sebuah misteri kehidupan keabadian, biarkanlah begitu adanya…, meskipun mereka melihatmu Hanoman dan Sri Rama terbalik raga, namun sesungguhnya jiwalah yang menentukan kemana arahnya, di sanalah kunci dari keabadian dan kebahagiaan hidup ini, yang perlu diteladani kelak oleh semuanya. Maka pergilah ke seluruh pelosok penjuru dunia untuk membawa kebahagiaan cinta dan kedamaian bagi semua makhluk di dunia…”, Ayahanda Dewata Bayu langsung berangkat menghilang terbang ke Khayangan, datanglah sembilan pasang bidadari lelaki dan perempuan menaburkan bunga-bunga mewangi kepada mereka berdua disertai percikan air hujan rintik yang turun seketika dari langit, dengan sekejab keindahan pelangi membentang melukis indah di langit senja hari yang kian merona memerah, disertai udara sejuk dari lukisan kabut yang mulai merambat di bawah pegunungan Kiskenda, mewarnai kebahagiaan mereka sebagai pasangan sejati.

Trijata ikut terharu setelah melihat dari kejauhan dan menyadari kebahagiaan Shinta dan Hanoman. Kapi Jembawan yang melihat Trijata telah menyadarinya, barulah mengatakan, “Putri Trijata telah merasakan kekuatan cinta sejati yang sesungguhnya..”. “Betapa luar biasanya mereka, andaikan saya juga dapat merasakan hal yang sama…”, ucap Trijata menjawab Kapi Jembawan. “Bila kamu sungguh-sungguh…, apakah kamu bersedia menerima kekurangan dari diri saya?”, tanya Kapi Jembawan kepada Trijata. “Yang menjadi kekurangan sesungguhnya adalah sebuah kelebihan bagiku, hanya berharap dapat bermimpi seperti mereka dan bahagia selamanya…”, jawab Trijata. “Maka, jadikanlah itu mimpi yang nyata untukmu, yang akan selalu saya penuhi semua kebahagiaanmu…”, ucapan Kapi Jembawan ini diakhiri dengan sebuah ciuman dan pelukan yang manis untuk Trijata. Betapa bahagianya Trijata, ternyata dia telah menemukan cinta sejatinya yang dapat membahagiakan dirinya selamanya. 

Setahun lewat sudah, Trijata dan Kapi Jembawan mendapatkan seorang putri cantik dari pernikahannya yang diberi nama Dewi Jembawati yang kelak pada saat dewasa, dia akan menikah dengan Prabu Krisna. Sedangkan Hanoman dan Shinta sudah menghilang bagai misteri, bagi masyarakat umum yang melihatnya sebagai pasangan kekasih sejati antara Sri Rama dan Shinta yang abadi selamanya, namun bagi mereka yang memiliki “ketajaman batin”, dapat menemukan mereka tengah bahagia dikarunia sepasang anak kembar (Putera dan Puteri), dan sering juga diceritakan kisah misteri mereka yang terlihat sedang berjalan bersama terbang dari satu tempat pegunungan ke pegunungan lainnya, menembus di kedua alam surgawi dan alam duniawi, terkadang sesekali juga mereka menjelma ke dunia untuk menolong para umat manusia agar terhindar dari marabahaya dan bencana derita di dunia.
Written by : Kepik Romantis / PVA (121115).  


------------------------------------------ T A M A T --------------------------------------
Sumber Foto : Google Image Silhouette snow_capped_mountains_on_love_kiss.jpg