Wednesday, June 26, 2013

DURYUDANA SELAMANYA MENCINTAI BANOWATI

Dalam kisah Mahabarata, ada tokoh terkenal, Raja Hastina, yang bernama Duryudana. Diceritakan di perwayangan, Duryudana mempunyai banyak nama lainnya, diantaranya: Suyudana, Kurupati, Jaka Pitana, Jaya Pitana, Gendari Suta, Drestarata Atmaja, dan lain-lain.Arti nama-nama tersebut sebagai berikut: Duryudana artinya dia mengenakan mahkota prajurit, Suyudana artinya uangnya mengalir, dermawan karena uangnya (dana) dan hartanya melimpah. Kurupati artinya raja para Kurawa. Jaka Pitana artinya sejak muda rajin ibadah (melakukan pemujaan). Jaya Pitana artinya ibadah ritualnya (ritual pemujaan) sangat kuat. Gendari Suta artinya dia anak Dewi Gendari (ibunya). Drestarata Atmaja artinya dia anak Drestarata (ayahnya).

Duryudana lebih dikenal sebagai tokoh antagonis. Dia memiliki sifat dan sikap yang amat sangat buruk. Berbagai watak yang tidak baik seperti tidak peduli (cuex), mau menang sendiri (egois), kejam, tidak menghargai dan tidak mengindahkan nasehat para sesepuh dan berbagai watak yang tidak baik lainnya sudah menjadi watak kesehariannya.Namun ternyata lain untuk urusan asmara cinta dan kasih sayang kepada istrinya, Duryudana sangat berbeda. Duryudana menjadi sosok yang luar biasa dan mungkin bisa menjadi contoh yang baik dalam mencintai dan mampu menerima cinta apa adanya. Bahkan kesetiaan dia terhadap istrinya begitu sangat luar biasanya (sampai-sampai penulis pun terharu menulis kisah ini). 

Berikut sepenggal kisah yang menandakan betapa cinta dan setianya Duryudana dengan istrinya, Banowati. :Dikisahkan Prabu Salya raja Mandaraka mempunyai tiga orang putri. Semuanya cantik jelita, yakni: Erawati, Surthikanti dan Banowati. Yang paling cantik sekaligus paling binal namanya Banowati. Disamping cantik dan binal ia molek. Banyak lelaki tergila-gila melambungkan khayalan kepadanya. Hukum dunia telah digariskan, wanita cantik berjodoh dengan lelaki rupawan, yang binal dapat yang jalang. Banowati juga tahu hukum dunianya itu, karenanya ia berani jatuh hati pada Arjuna, sang penengah Pandawa, lelananging jagad (pejantan dunia), lelaki paling jalang diantara yang jalang. Gayung bersambut, Playboy cap kacang dua Kelinci ini, di dunia perwayangan tidak menampik kemolekan Banowati. Maka terjadilah percintaan yang membirahi. Sejak sebelum menikah, Dewi Banowati memang telah jatuh hati pada Arjuna yang dinilainya sebagai lelaki paling tampan, jantan, gagah, sakti, dan lemah lembut se-kampung, RT/RW, kabupaten, kotamadya, sekalipun telah diketahui bahwa Arjuna sudah mempunyai kebanyakan istri, hingga semua perempuan se-RT, RW, sampai se-Kabupaten dan Kotamadya selalu mengejar-ngejar pesona Arjuna yg memikat hati semua perempuan termasuk Banowati.(lebay ah…)

Kisah cinta paling memusingkan biasanya dikenal dengan Cinta Segitiga, tapi Khusus Banowati, rumus kisah asmara cintanya sudah berbentuk Trapesium, “Yah… begitulah cinta, deritanya tiada akhir” sangat sering mendengar kalimat itu, ternyata dalam perwayangan kalimat itu sangat pas untuk penderitaan Aswatama (anak seorang guru yang mumpuni, Drona, kepada Aswatama ia memberi pelajaran lebih, melebihi apa yang ia berikan kepada Pandawa dan Kurawa. Akhirnya lambat laun namun pasti, Aswatama telah menjelma menjadi pemuda paling tangkas dan sakti. Tetapi Aswatama tahu diri, ia bukan berasal dari kasta Ksatria, wajahnya pun pasaranlah, ia lebih baik tidak menonjolkan diri, cenderung terus menutup diri. Biarlah para Ksatria dunia lain yang menonjol, ia cukup dibelakang layar saja, toh menurutnya, dia mampu mengambil peran yang lain).Sesungguhnya selain Duryudana, Aswatama pun tak luput dari pesona Banowati. Ia sangat tergila-gila, ngefans berat, sampai seluruh ruang kamarnya penuh dengan gambar foto-foto syuur dan seksinya Banowati yang narsis abis bagai artis terkenal di seluruh kerajaan. Tetapi malang, Aswatama tetap minder, ia selalu diajari untuk tampil dibelakang layar. Mental seperti inilah yang menjadikan Aswatama pemalu, bahkan tidak berani untuk menyatakan cinta dan hasratnya yang terpendam pada Banowati. Aswatama tahu diri, ia bukan dari kasta Ksatria ataupun bangsawan dan wajahnya pun kalah rupawan dibandingkan dengan Arjuna, yang terkenal dikejar-kejar para perempuan, semakin terpuruk dan merendahlah dirinya. Aswatama terus memendam rasa, menanggung pilu setiap saat Banowati semakin terus mendekat dengan Arjuna. Aswatama menjadi sangat dendam, tetapi tidak berdaya. Karena nyatalah sudah dia menyerah, sebab menurutnya, kasta/derajat adalah segala2nya.Kemampuan dan kesaktian Aswatama dapat memastikan, di sudut sana, pujaan hatinya tengah berdua dengan Arjuna. Dimana setiap malam Aswatama selalu mengintip mengikuti pujaan hatinya yang selalu bercumbuan dan bermain cinta dengan Arjuna. Asawatama sangat terluka, remuk, hancur hatinya bagai pot kembang dilempar ke tanah. (kroopyaak…ancur…) “Oh Banowati, cintaku…, mengapa dikau begitu bodohnya, teganya engkau. Tetapi…tetapi…aku tetap cinta kau, meskipun kau telah hancurkan hatiku ini.” (seirama lagunya olga, hancur…hancur…hancur hatiku…).

Pertentangan Pandawa dan Kurawa semakin hebat. Kedua kubu semakin aktif membangun aliansi. Pada pertemuan di Balairung Hastina, Sangkuni memberi petuah pada Doryudana.Wahai raja Astina memang sudah menjadi kehendak dewata jika perang bakal meletus (kayak jerawat, aww…). Perang tentu akan dimenangkan oleh pihak yang lebih kuat dan lebih banyak mendapat dukungan koalisi dari negara tetangga. Hendaknya sang Prabu membangun persekutuan dengan cara apapun. Ada satu kerajaan yang harus segera paduka dekati karena disamping mereka kuat juga telah condong hatinya kepada Pandawa, ialah negeri Mandaraka yang dipimpin Prabu Salya.”Duryodana gelisah, “Bagaimana mungkin kita bisa merebut hati Prabu Salya?, sedangkan mereka bertetanggaan dengan Pandawa sejak jaman kuda gigit besi, patihku. Bukankah Salya itu masih iparnya Pandu, ayah Pandawa.”Sangkuni terkekeh (wekekekekeke…, ketawanya meledak ala emak lampir, sambil ngunyah kemenyan kruus.., krus… krus… kyak makan gorengan). Dari mulutnya yang bau kemenyan itu meluncurlah saran yang jitu.Paduka jangan berkecil hati. Prabu Salya kan punya tiga orang putri yang bahenol, bohay, molek, montok, seksi-seksi, cantik-cantik pula. Pinanglah salah satunya, maka perkawinan paduka ini pasti akan menyatukan dua kerajaan dengan mudah.” Doryudana pun terkesima... ”Ooowoow…wooow (terbayang-bayang bentuknya)”Tetapi memang Balairung itu ruangan terbuka, maka sudah pasti banyak kuping yang mendengar dan siasat itu pun terbongkar dan diketahui banyak orang.Prabu Duryudana datang menemui Prabu Salya, memohon menjadi menantu raja Mandraka, Prabu Salya. Mula-mula ia bertunangan dengan Dewi Erawati, Puteri Prabu Salya yang tertua, tetapi gagal karena Erawati diculik oleh Baladewa untuk diperistri, Salya yang sombong semula keberatan jika Erawati diperistri oleh Baladewa, namun keberatannya baru mencair setelah Salya tahu bahwa Baladewa juga Raja di Mandura.Kedua kalinya Prabu Duryudana bertunangan dengan puteri Prabu Salya yang kedua, bernama Dewi Surtikanti, tetapi puteri itu diperisteri oleb Raden Suryaputra, yang kemudian bernama Adipati Karna. Surthikanti diikhlaskan menjadi milik Karna, sebagai jaminan kesetiaannya Karna agar bersedia membela Kurawa. (Apesnya…, Prabu Duryudana, belum laku-laku juga, kuaci-an…)

Akhirnya, Ketiga kalinya, tinggal satu-satunya harapan yang tersisa, Duryudana bertunangan dengan Dewi Banowati, puteri Prabu Salya yang ketiga, Tetapi hati Doryudana ragu, bukankah ia telah berpacaran dengan Arjuna, musuh besarnya. Tetapi ini politik, keraguan pun harus disimpan, dikubur, dipendam dalam-dalam dikunci di laci kusam, maka luluslah perkawinan ini. Tetapi sebenarnya, puteri Banowati tidak suka pada Prabu Duryudana, karena Banowati berharap akan diperisteri oleh Raden Arjuna. Pinangan segera dilakukan, Salya akhirnya menerima pinangan itu karena Doryudana memberikan seserahan harta yang berlimpah ruah: Rumah mewah seharga 10 Milyar, Mobil Ferrari+Mercedes Benz, Cincin Platinum lapis Kromium lapis Emas 24 karat dengan Berlian sebesar telor ayam, beserta pundi-pundi perhiasan seluruh harta karun kekayaan se-tas koper penuh (cring… cring… cring… gemerincing bunyinya, wooow mata Salya pun gemerlap sampai kelilipen senangnya…), lengkap dengan sertifikatnya asli pula dicap kerajaan. Tetapi Banowati tetap menolak dengan cara sangat halus. Banowati menetapkan syarat yang pastinya akan ditolak oleh Doryudana. Apakah itu? (Jreng..jreng..jreng.., eng ing eng…)Ayahanda, saya akan menerima pinangan Doryudana tetapi dengan satu syarat yaitu kelak menjelang perkawinan, saya minta dalam ritual siraman dimandikan di ruangan tertutup.” Mendengar penuturan putrinya Salya tertawa tersenyum bahagia. Karena itu syarat yang mudah “Hahaha… gampang itu bisa diaturlah...”. Namun ternyata ada kalimat selanjutnya, “Tapi yang memandikan hanyalah Arjuna.” Salya langsung kaget, shock, tawanya tersedak kayak keselek biji salak, terkejut seketika minum kopi sampai nyembur mukanya Duryodana (biuuuh…) hampir semaput, keluar keringat dingin sambil menjawab “Waaaaa..(semaput pingsan) mustahil!!!, ngawur!!!, yang benar aja kamu!!! masa yang memandikan Arjuna?!!!”

Mendengar syarat itu Doryudana begitu terpukul. Harga dirinya tersinggung, jantungnya serasa robek, terbakar panas, dahsyat. (yang tadinya duduk santai, terbangun beranjak akan pergi, angkat kaki, ingin meninggalkan ruangan) ”Apaaaa katanya???!!! Weegaaah, Aku Gak Akan Terima!!! calon isteriku mandi siraman dengan Arjuna!!!”. Tetapi Patih Sangkuni segera menengahi.Paduka, sabar toh, tenang-tenang, sudahlah…., sebaiknya syarat itu diterima sajalah, (lah dari pada gak laku-laku Duryodana). Ingat toh, Kemenangan di Kurusetra jauh lebih penting dari pada sekedar persyaratan embel-embel kayak gituan, kan gak penting bangetlah. Ingat (inga..inga), Paduka adalah Raja yang bertugas melindungi seluruh Hastina. Para Nabi yang bijak bestari pun sejak dahulu hingga sekarang senantiasa melangsungkan perkawinan politik, demi negara, ingat itu Prabu.”Dada Duryodana yg berkecamuk panas, mulai sedikit mendingin, “Tetapi bukan dengan cara begini paman patih, dimana muka saya harus ditaruh dihadapan rakyat Hastina, harga diri saya sebagai Raja serasa diinjak-injak oleh Arjuna, (Dalam hati marah, kesel, Uasem…., sialan, monyong, kampret, Arjuna, sambil mengepal keras kedua tangannya penuh emosi jiwa).”Coba Prabu bersabar dan pikirkan kembali, Mandaraka punya seratus ribu prajurit. Jumlah sebanyak itu akan jatuh ke tangan Pandawa manakala Banowati bila sampai benar-benar diperistri Arjuna. Prabu harus bertindak lebih cepat, jangan sampai Banowati terlepas juga seperti halnya Erawati dan Surthikanti. (apes banget sih nasibmu Duryodana), Toh, nanti Prabu lambat laun pasti dapat meluluhkan hatinya, bilamana tak mampu merebut hatinya, (udah bΓͺte, bosen) kan dapat menceraikannya kayak berita-berita di infotainment gitu loh, ah tiap hari banyak berita gituan, terus kan dapat cari istri lain lagi.” Kalimat terakhir ini diucapkan Sangkuni dengan mata berkedip-kedip (bagai bintang di langit biru, cling… cling… cling… kinclong lah siiieep… bagai tanda isyarat).

Doryudana yang berhati lemah lembut penuh cinta seperti kain sutera kapas itu akhirnya menuruti kata Sangkuni. Kepentingan kekuasaan menutupi kehormatan dan harga dirinya yang rela dihancurkan demi kepentingan rakyat kerajaan. Pernikahan tanpa cinta dari kedua belah pihak akhirnya dilangsungkan juga. Dan sejak itu juga, Aswatama semakin tenggelam (seperti loncat terjun bebas nyemplung byuuuurrr… ke dalam lautan samudera pasifik) dalam perasaannya sendiri yang makin hancur, luluh lantak, persis luka dihantam pisau bertubi-tubi, perih pedihnya semakin merusak pikirannya yang kacau tidak jelas. Sebagai pelampiasan kemarahannya Aswatama giat berlatih olahraga keprajuritan. Ia semakin sakti, kuat tak tertandingi. Banowati walau telah menjadi istri Doryudana selain melayani Doryudana juga masih (backstreet/selingkuh) membuka hati, baju dan tali syurga kutangnya untuk Arjuna. Ini dilakukan tidak sekali, tetapi berkali-kali, Saat Doryudana sedang pergi bertugas menghimpun rapat gabungan koalisi partai kerajaan ataupun pergi berburu di hutan. Dan Aswatamalah yang paling tahu tentang rahasialan itu. Rasa cintanya ternyata belum pupus juga, karenanya ia selalu mengamati sang dewi, termasuk kala Arjuna menyelinap ke taman sari. Aswatama tahu, cemburu, dendam, tetapi hanya terdiam, mengintip tidak mampu. Wahai dewata, apa yang harus aku perbuat dengan kenyataan ini, hatinya menjerit menangis, sangat perih. Aswatama pernah mencoba melaporkan perselingkuhan itu kepada sidang kerajaan, tetapi ditolak mentah-mentah oleh Salya, dikatakan bahwa Aswatama hanyalah cemburu buta dan berkhayal, bermimpi berhalusinasi yang bukan-bukan.Sampailah pada saat yang mengguncang marcapada. Banowati akhirnya hamil, lalu melahirkan bayi laki-laki. Kebetulan saat itu Doryudana dan keluarga Kurawa sedang dinas di luar kerajaan, sehingga tidak melihat langsung bagaimana rupa bayi yang baru dilahirkan itu, ternyata ia begitu mirip wajahnya dengan Arjuna. Dengan cepat Banowati mengirim pesan singkat (lewat Hpnya, trini nininit… pesan berhasil terkirim) ke Arjuna, tertulis pesan bahwa aib dan hukuman akan menimpa anaknya itu karena rupa bayi itu mirip dengan Arjuna. Lelananging jagad itu pun segera berdoa dengan kekuatan kesaktiannya agar memohon diberi perlindungan. Alhasil bayi itu berubah wajah menjadi figur yang sedemikian berbeda dengan Arjuna (kalo zaman sekarang dioperasi plastik mungkin yaa..). Bayi itu diberi nama Lesmana Mandrakumara. Anehnya dalam perwayangan selalu menyaksikan keburukan tanpa malu senantiasa menutupi aib/dosa para jagoannya.Sekalipun mereka dikarunia dua anak, Lesmana Mandrakumara dan Dewi Lesmanawati/Dursilawati. Dewi Banowati terlihat sangat menurut dipermaisuri oleh Prabu Duryudana, meskipun tetap saja dia pergi mengendap-ngendap menemui Arjuna sewaktu-waktu mencuri kesempatan.

Karena berkat doa-doanya Arjuna pulalah si bayi, Lesmana Mandrakumara itu pun tumbuh menjadi pemuda yang idiot, bloon, goblok, dableg, pas-pasan otaknya dan ilmu silatnya rendah cetek payah. (Kelak dalam perang bharatayuda, Lesmana Mandrakumara mati dibunuh oleh Abimanyu – putra Arjuna dengan Sumbadra (Hukum karma pun lambat laun berbuah)).Akhirnya Bharatayuda memasuki hari keempat belas. Kurawa menampilkan senopati tangguh, Drona. Kubu Pandawa mengalami kerusakan hebat. Siapa yang bisa menandingi kesaktian Drona? Hanya Kresna – titisan wisnu – yang sanggup membendung Drona. Tetapi Kresna sudah berjanji tidak akan turun langsung dalam kancah peperangan. Kresna diam, seperti biasa ia memohon agar dibukakan rahasia langit. “Kabarkan pada Drona bahwa Aswatama telah mati. Berbohonglah karena ini siasat perang.”Aswatama mati! Aswatama mati!..” Rakyat Kurusetra gempar, Drona terguncang. Drona melolong bagai anjing mencium arwah. “Tiiidaaaaakk…tidak mungkin!!!”Wahai rakyatku, Benarkah Aswatama, anakku sudah mati?” Teriakan itu begitu nyaring. “Dimanakah dikau wahai Aswatama putra terkasihku?”..Tidak ada jawaban. Berulang-ulang teriakan mantra ilmu sakti telepatinya tetap tidak memberi jawaban (sinyalnya putus atau Hp batereinya lowbat, sinyalnya kurang kuat, terganggu, diteleponin, Hp-nya Aswatama bunyinya, telepon yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan).

Akhirnya Drona terpaksa menemui Pandawa, pribadi-pribadi yang dikenalnya jujur. Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa semua mengatakan Aswatama telah mati sesuai pesannya Kresna. Drona melolong perih. Ia lebih baik mati saja menyusul Aswatama sesuai sumpahnya. Tetapi Drona tidak lantas percaya sebelum menyaksikan sendiri jasad putranya itu.Dimana Yudistira? Aku harus menanyakan padanya karena ia paling jujur di muka bumi.” Yudistira sengaja bersembunyi menghindari pertanyaan Drona. Walau ini strategi perang ia tetap tidak mau berbohong. Apapun yang terjadi ia harus jujur. Itu sudah darmanya. Kresna memahami, cepat atau lambat Drona akan menemukan Yudistira dan akan terbongkarlah rahasia itu, bahwa Aswatama memang belum mati. Ditemuinya Yudistira. “Wahai putra Pandu, katakan pada Drona bahwa Aswatama telah mati.” ucap Kresna kepada Yudistira.Tidak kakang, apa kata dunia?! akan menilaiku buruk jika aku sengaja berbohong.”Kresna memahami bahwa Yudistira bukan pribadi yang bisa ditawar. Dengan perhitungan yang luar biasa. Kresna membawa seekor gajah yang langsung dibawa kehadapan Yudistira. “Ketahuilah gajah ini aku beri nama Aswatama.”Lalu gajah itu dibunuhnya (gedubraak…mati).Lihatlah Gajah Aswatama telah mati. Jika kau ditanya Drona, ceritakan bahwa Gajah Aswatama telah mati. Namun pada saat mengucapkan kata “Gajah” itu dipelankan sedikit suaranya sehingga kuping tua Drona yang sudah kurang pendengarannya itu hanya mendengar Aswatama telah mati.”Sejurus kemudian, tak lama Drona pun datang menemui Yudistira.“Wahai Yudistira, benarkah Aswatama, anakku telah mati?”.Benar, (Gajah) Aswatama telah mati.” Pengucapan gajah begitu pelan sekali, sangat dikecilkan suaranya sehingga Drona menjadi yakin bahwa Yudistira, sang manusia jujur, telah menjadi saksi kematian Aswatama.Drona menjerit…”Anaaaakku…Tiidaaaak….!!!(menangis pedih gak karuan, kalang kabut, kusut, stress gila berlari-lari)”, Ia tidak lagi menghiraukan statusnya sebagai senopati, ia berlari sambil teriak-teriak seperti orang gila. Kresna menyimpulkan inilah saat yang tepat untuk membunuh Drona. Saat kewaspadaannya telah menguap dari raganya, dan Aswatama sejati belum juga muncul di medan perang. Tetapi siapa yang sanggup membunuhnya? Drona tetap saja berbahaya. Tidak ada yang berani menyongsong tubuh yang terus melolong itu dari arah depan.Panggil Drestajumna”, titah Kresna dengan keyakinan yang pasti.

Dilangit tinggi puluhan gagak melayang kesana-kemari. Suaranya yang buruk itu membuat orang-orang menggigil mendengarnya. Drestajumna, si mesin pembunuh, telah menunggu peran dan takdirnya. Sebagai mesin pembunuh ia tidak terikat darma dan hukum perang. Tanpa perasaan secuil pun, Drona yang tengah kalang kabut ditebasnya dengan mudah dari belakang dalam hitungan detik sekejab mata berkedip. Perlahan tubuh si tua itu pun tumbang.., terjerembab jatuh tersungkur ke tanah berlumuran darahnya.. Semua terdiam, hening, Kurusetra terkesima. Senja sore mengundurkan diri berganti dengan malam kelam yang sedih sendu. Yudistira menunduk pilu meratap sedih. Kurawa akhirnya kehilangan benteng terkuatnya.  

Sementara itu, sewaktu Duryodana sedang menderita migren pusing berat, mencoba beristirahat di kamarnya, Banowati datang menghampiri bertanya, “Suamiku, bagaimana kabar dari perang Bharatayuda? Apakah sudah berakhir? Apakah Kanda telah menyerahkan sebagian negeri Astina kepada Pandawa?”Mendengar pertanyaan dari bibir indah istrinya Banowati, seakan menusuk perih jiwa Duryudana, seperti pisau belati tajam mengiris jantung hatinya. Ia sadar betul, apa maksud dari pertanyaan istrinya itu, bahwa sebenarnya, dia hanya ingin memastikan keselamatan kekasih abadinya, Arjuna. Tetapi kelembutan hatinya menatap kemolekan Banowati, membuatnya tak mampu berkata-kata marah, menyindir, menyakiti maupun memaki-maki, ia menahan perih batinnya dan tak ingin menyakiti hati Banowati.Istriku tercinta (sambil memeluk dan menciumi Banowati), perang masih berlangsung. Sudah habis semua pepunden harta dan persediaan makanan, beserta orang-orang terkasih telah gugur dalam peperangan ini. Eyang Bisma, telah gugur membela negeri. Guru kami Durna, pun telah tiada. Dan suami dari kakakmu Surtikanti, Kanda Karna, pun gugur setelah menjadi senapati Astina. Kakakmu Surtikanti, mati bela pati, setelah melihat kematian Karna.” geram Duryudana membayangkan gugurnya para jagoan-jagoan andalannya dalam pertempuran itu.Lalu apa kata dunia nanti, bila mereka-mereka yang telah rela berkorban memberikan nyawa untuk negeri ini, sementara aku datang hanya untuk menyerah kalah? Sungguh aku akan dicap pengecut bodoh yang tak tahu diri, bagai pecundang. Berpesta pora di atas darah, air mata dan peluh orang-orang yang membantu atas kemulyaan kita. Ingat Banowati istriku, selama tubuh Duryudana ini masih mampu bernafas, berjalan tegak dan nyawaku masih berada dalam jasadku, maka selama itu pula aku akan tetap berjuang melanjutkan peperangan ini.” Tekad kuat Duryudana dengan menahan amarah dan dendam membara di jantung hatinya.Bukankah Pandawa itu kan masih saudara kita sendiri toh, Kangmas? Kangmas cukup memberikan hak-hak mereka dari sepenggalan tanah di Astina ini dan bukankah Ayahanda Prabu Salya pun telah bersedia memberikan negeri Mandraka bila Kangmas menghendakinya, jadi perang saudara ini pun tidak perlu diperpanjang lagi kan?” pedih hati Banowati tidak berdaya.Ooooh Banowati, mengapa dinda tidak mengerti bagaimana perih hati ini menyaksikan kemenangan sedikit demi sedikit diraih Pandawa. Meskipun itu tidak diperolehnya dengan cuma-cuma (mana ada yang gretongan/gratisan). Banyak ksatria mereka yang tewas, tapi Pandawa masih lengkap berjumlah lima, sedangkan Kurawa? Tinggal berjumlah lima, dinda. Cobalah dinda hitung deh, pliiss deh, dari seratus, sekarang cuma tinggal lima. Bagaimana pertanggungjawabanku terhadap adik-adikku yang berkorban demi kemulyaan kakaknya, kalau aku saat ini menyerah begitu saja. Tidak, dinda!!! Tidak saat ini dan tidak untuk selama-lamanya!!! Meskipun Pandawa itu masih bersaudara dekat denganku, meskipun masa kecil kami telah dilalui bersama, namun saat ini keyakinanlah yang membuat peperangan antara kami harus terjadi!!!.”Oleh karenanya, kakanda pamit kepadamu dinda tercinta (sambil memeluk Banowati erat-erat dan menciumnya dengan mesra). Ijinkanlah suamimu ini maju ke medan laga. Perang hanya menghasilkan dua pilihan. Antara menang… atau kalah sebagai pecundang, antara hidup… atau mati meregang nyawa. Itu yang kanda sadari dan tentunya dinda tahu bagaimana cinta kakanda kepadamu. Dari awal kita menikah hingga kini tiada berkurang, bahkan terus bertambah dari waktu ke waktu. Cintaku memang buta, tidak peduli akan terpaan, hinaan, tertawaan, ejekan sindiran, cibiran bahkan kejadian buruk apapun itu dan sekalipun itu datang dari gejolak di hatimu, yang setidaknya aku sudah ketahui semuanya.” Dengan lembutnya Duryudana mengungkapkan hal itu.

Kembali tergambar dalam ingatannya, masa-masa dimana Banowati akhirnya berhasil dinikahinya meskipun dia tahu bahwa tak akan pernah mampu memiliki hati dan cintanya. Cinta kasih Banowati telah terengkuh dibawa pergi oleh Arjuna. Duryudana sadar akan kelemahan dirinya. Akan tetapi cintanya telah tertanam dan tertancap kuat dalam relung hatinya. Biarlah, masa bodoh apa kata orang tentang istrinya dan apapun sikap istrinya terhadap dirinya yang adakalanya tersirat mengungkapkan harapan sejatinya, tetap saja baginya, Banowati adalah satu-satunya wanodya (wanita) yang dikasihinya sepenuh hati dan tiada tergantikan oleh perempuan/wanita manapun. Meskipun dia mampu mencari dan dapatkan puluhan bahkan ratusan wanita/perempuan lain yang tidak kalah cantik dengan Banowati, namun Duryudana tiada tega, tidak mampu untuk melakukan itu, karena Banowati selalu memenuhi pandangan di setiap relung sisi hatinya. (suit… suiit… oowwwhh… so sweet…aaah, ckckck…, cuma perempuan sebodoh Banowati yang tega-teganya menolak cinta pria, sebaik dan selembut Duryodana, hmm… penulis gak terima Duryodana dicampakkan begitu hatinya).

Saat dia harus maju seorang diri ke medan perang, yang diingatnya hanyalah Banowati. Keselamatan Banowati adalah yang paling utama, maka dia memerintahkan agar semua prajurit kerajaan pergi untuk mengamankan istri tercintanya agar segera mungkin dibawa ke tempat persembunyian yang teraman. Sebelum dia maju berperang melawan Pandawa, Duryudana harus yakin betul akan keselamatan Banowati, meskipun dia maju untuk menjemput maut. Sebenarnya Prabu Duryudana seorang yang sangat sakti, tetapi tak pernah menunjukan kesaktiannya. Dalam perang Baratayudha ia bertanding dengan Raden Werkudara. Prabu Duryudana tak dapat dikalahkan. Tetapi ternyata ketahuan oleh Werkudara dari isyarat yang diberikan Prabu Kresna dengan menepuk-nepuk paha kirinya yang merupakan titik kelemahannya. Dipukulah dengan gada Werkudara, paha kirinya Duryudana, dan seketika ia terjatuh sekarat, terdengar lirih suaranya “Banowatiku tercinta, maafkanlah suamimu ini, sudah tak mampu melindungimu lagi...”, nafasnya terhenti, air matanya mengalir, telah gugur Prabu Duryudana. Kelemahan pahanya ini dikarenakan sewaktu muda, Duryudana dimandikan dengan air sakti, ternyata ada bagian paha yang tertutup dengan daun beringin, maka tertinggallah bagian paha itu yang tidak terkena oleh air sakti yang membasahi seluruh badannya.

Cinta membirahi memang tidak mengenal malu. Begitu perang usai, Banowati – permaisuri Doryudana (telah menjadi janda dua anak) menyeberang dengan sukacita ke Petilasan Pandawa dan meminta diperistri oleh Arjuna. Aswatama yang luput dari maut karena bukan termasuk figur yang diincar (kayak buronan) oleh Pandawa, mengetahui kenyataan, menyimpan dendam membara kepada Pandawa yang telah membunuh ayahnya secara licik. Ia pun merencanakan balas dendam dengan cara menyusup seperti ninja pembunuh dengan sasarannya adalah si bayi Parikesit, cucu Arjuna. Menurut alam pikirnya, dengan terbunuhnya Parikesit, sudah dipastikan klan Bharata akan punah dan kemenangan Pandawa akan sia-sia.Bersama Kartamarma, sahabatnya, ia menggali lubang di tanah, meniru landak, menembus benteng Pandawa. Saat Aswatama muncul ditengah Benteng alangkah terkejutnya ia tatkala matanya bersirobok dengan tubuh cantik yang dikenalnya, Banowati. Karena Banowati hendak menjerit “Maaa (ling)…”, disongsongnya tubuh Banowati dengan keris (jleeeb….), seketika tubuh perempuan pujaannya hatinya itu meregang nyawa dalam pelukannya. Aswatama menyadari, ia masih mencintainya. Ia peluk erat tubuh yang nyaris kehilangan denyut itu. Ini pelukan yang pertama sekaligus terakhir. Pelukan kematian, pelukan yang susah untuk ditafsirkan. “Banowati…, mengapa harus terjadi seperti ini?”.Terjadi kegaduhan didalam benteng, rupanya Kartamarma telah tertangkap pihak musuh. Aswatama segera menghilang berkelebat secepat angin (wuuusshh… ilang). Dalam sedih dan guncang ia tetaplah anak Drona.Akhirnya Aswatama menemukan kamar si bayi, Parikesit. Tanpa berpikir panjang ia hendak menyerbu bayi itu dengan hujaman keris. Entah kurang beberapa detik langkah kakinya menuju si bayi, seketika bayi suci itu dengan kesaktiannya mampu merasakan kehadiran aura jahat, tiba-tiba terkejut, menyepak senjata pasopati yang dipersiapkan di kakinya, meluncur deras menghantam dada Aswatama. Dalam regangan nyawa Aswatama berucap lirih, “Tunggu aku… Banowati..”. –TAMAT-

Pesan Penulis (PVA/Kepik Romantis) untuk para Pembaca yang budiman:

>Janganlah berwatak seperti Banowati, belajarlah untuk setia dan menghargai perasaan orang lain karena mempermainkan dan mengkhianati kebaikan dan kesungguhan hati seseorang hanya akan membawa malapetaka bagi diri sendiri.
>Janganlah berwatak seperti Aswatama, belajarlah untuk membuka hati, membuka pikiran, terbuka jujur apa adanya, karena menutup diri selamanya tidak akan menyelesaikan masalah dalam hidup, hanya akan merusak/ menghancurkan diri sendiri, akhirnya bila jiwanya tidak kuat akan bunuh diri atau menjadi psikopat yang kelainan jiwa akibat terus memendam kebencian dan amarah, membendung energy negative dalam dirinnya. Pribadi seperti ini banyak dilihat di dunia nyata, terlihat baik luarnya namun pikiran dan jiwanya sudah rusak akibat memendam amarah, tidak segan-segan dapat bertindak sendiri diluar jalur hukum, membunuh, menyakiti, merusak karena rasa keadilan kebaikan dalam hatinya telah lama padam akibat tertutup oleh nafsu, amarah dan kebencian. Manusia seperti ini perlu direhabilitasi, diobati kejiwaannya agar mau belajar membuka pikiran dan hatinya, dan harus ditemani orang-orang bijaksana, bila tidak akan cenderung mudah untuk berbuat buruk.
>Janganlah berwatak seperti Arjuna, meskipun dia punya banyak kelebihan dan kebaikan di dirinya, tetapi kesombongan dan nafsu egonya telah merusak alam pikirnya, tanpa merasa malu ataupun hina, tanpa merasa dosa terus menuruti nafsu ego-nya sendiri, mencelakakan bayi yang tidak berdosa (Lesmana), yang merupakan hasil perbuatannya, menjadi korban akibat nafsunya sendiri.
>Akhir kata, belajarlah untuk setia, menyayangi dan mencintai dengan kesungguhan hati seperti Duryudana, tidak kenal putus asa, terbuka jujur mau menerima apa adanya, dan bersikap kesatria. Banyak manusia yang terlihat baik, namun belum tentu hatinya lembut dan baik, berbeda dengan Terlepas dari label Duruyudana yang terlihat dicap buruk wataknya, tetapi di dalam hatinya tersimpan benih yang sangat mulia dan penuh kasih sayang. 


23 comments:

  1. So suittttt.. suit suittt.. hoekk.. Oalah durydanaa, duryudana, apes tenan nasibmu nggerr

    Aswatama pula, pasti setiap malam dia nyanyi "ingin kubunuh pacarmu, saat dia peluk tubuh indahmu, didepan keduaaa mataaaaa mu picekk" Cupu nian aswatama ini....

    No comment untuk arjuna, wes tak kepruk ndas'e

    ReplyDelete
  2. Saya mau nulis gapernah bisa'e... jadi saya numpang menikmati tulisan-tulisan di blog mba ya.... hehehehe.. kisahnya bagus-bagus... gaya berceritanya juga bisa dinikmati... saya izin keliling blog ini dulu... baca kisah yang lain...

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Gunarto : hehehe, Jangan begitu, semua orang bisa kok menulis, hanya perlu sering2 berlatih aja, saya berlatih menulis sudah dari kecil tapi baru mulai memantapkan jalur dengan cara dan gaya menulis saya sendiri yah baru2 ini saja, yg terpenting kalo menulis "be your self" atau jadi diri sendiri aja, jangan meniru gaya menulis orang lain krn setiap orang punya "warna" gaya dan cara menulisnya sendiri2 yang tidak akan sama, itulah yg jadi kunci menulis saya selama ini.

      Delete
  3. Terima kasih atas sarannya, saya jadi ingin buat tulisan, nanti kalo sudah selesai jangan lupa dikritik ya... mungkin saya mulai dari cerpen dulu... makasih mba kepik romantis...

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Gunarto : sama2..Trima kasih jg, Siep lah...(ciayow).. okeylah ^_^

      Delete
  4. Krishna mambuat kesalahan yg disengaja berlarut-larut agar bisa mempekeruh suasana mwnjari runyam

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Iman Sobirin : Trims ya, sudah ikut menyimak :) santai saja hanya cerita kok, hehehe ^_^

      Delete
    2. Ada dua kisah cinta dlm pewayangan, yg satu legendaris dan patut ditiru yaitu rama - sinta yg satu kontroversial yaitu arjuna - banowati dan ini tidak boleh ditiru. Pelajaran lain adalah dunia wayang merupakan paralel dari dunia manusia, tdk ada yg seratus persen jahat dan tdk ada yg seratus persen baik

      Delete
    3. @tirgoviste cicero : Trims atas komennya ya...,konsep hitam dan putih sama kuat dan saling mempengaruhi, hanya saja manusia sedikit berbeda dgn wayang sbb manusia adalah seperti tokoh wayang yg tidak tau warnanya apa, kalo wayang jelas kelihatan warna karakternya.

      Delete
  5. @Ram Jokers : Trims ya komennya, hehe.. ^_^

    ReplyDelete
  6. Tolong kisah percintaan puntodewa dengan drupadi versi jawa

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Wiyana Family : Trims ya atas sarannya, akan saya coba setelah saya mentelaah dan mengkaji terlebih dahulu alur dari ceritanya puntodewo dan drupadi, karena tidak mudah dalam menyusun sebuah rangkaian cerita wayang.

      Delete
  7. ... begitulah pasti tidak mudah jadi orang yang banyak dikagumi, tidak waspada bisa keblingΓͺr.
    Wayang sebagaimana manusia dalam hitam pekat tetep ada titik putihnya begitu juga sebaliknya. Tinggal bagaimana kita bisa meneladani titik putih diantara kepekatan hitam dan memohon bimbingan agar tidak terjerumus dalam titik hitam di antara kilauan warna putih.
    Dewi Kunti Nalibrata ibunya para pendawa pun punya anak di luar / sebelum nikah sehingga terpaksa harus di larung utk nama baiknya.dsb dsb

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Mas Topo : _/\_ Trims ya atas komennya siip mantabs.

      Delete
  8. http://www.kompasiana.com/margonods/cinta-trapesium-ala-banowati_550d401da333119c1e2e3f19

    ReplyDelete
    Replies
    1. @oka punkrawit : trims atas komennya ya _/\_ saya udah buka situsnya itu diperbaharui tulisannya di thn 2015. Tidak masalah bagi saya, krn cerita wayang pun bebas yg menulis bagaimana cerita dalangnya.

      Delete
  9. Maaf ya saya sedikit mengkritik tentang tulisan ini.. Karena banyak bagian yg melenceng dari cerita aslinya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Priska Rinjani : Terima kasih atas kritikannya, karena setiap manusia memiliki cerita masing-masing. Bahkan anda sendiri pun memiliki pemikiran sendiri yang berbeda-beda. Begitulah Bhinneka Tunggal Ika. Salam damai sejahtera untuk semuanya _/\_

      Delete
  10. Andai aku hidup dijaman itu(jaman wayanh)....akan ku culik banowati dr duryudono dan arjuna....dengan jurus teleportasi mangekyo sharinggan...πŸ€—πŸ€—πŸ€—πŸ€—πŸ€—πŸ€—πŸ™πŸ™πŸ™πŸ™πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘

    ReplyDelete