Friday, October 16, 2015

Kumpulan Surat Anak-Anak untuk Orang Tua

- Setiap hari kami bersekolah agar kelak kami dapat menjadi orang yang sukses dan berhasil, sehingga dapat membanggakan dan membahagiakan Mama (Ibunda) dan Papa (Ayahanda).
- Kami menangis setiap kali melihat Mama (Ibunda) dan Papa (Ayahanda) marah karena kenakalan-kenakalan kami.
- Kami menyesal dan memohon maaf atas kenakalan kami, bukan karena kami ingin menjadi anak-anak yang tak patuh dan tak berbakti, namun kami hanya ingin diperhatikan dengan kasih sayang dan cinta.
- Mama (Ibunda) dan Papa (Ayahanda) tercinta terlalu sibuk untuk bekerja, sibuk mencari harta duniawi, sedang kami hanya dititipkan ke kakek / nenek, tak jarang juga kami tidak ada yang menjemput ke sekolah, hanya kakak-kakak pengasuh dari para pembantu / karyawan / pegawai dari Ayah (Papa) dan Ibunda (Mama) yang selalu memperhatikan keadaan kami sehari-hari.
- Kami sadar dan mengerti bila Ayah (Papa) dan Bunda (Mama) terlalu sibuk bekerja, hingga sampai larut malam, bilapun Ayah (Papa) sibuk, Ibunda (Mama) pun juga demikian, harus bekerja membantu Ayah (Papa), bahkan Ibunda (Mama) harus mengurus membersihkan rumah dan memasak, kami tidak ingin membebani Ayah (Papa) dan Bunda (Mama), karena Ayah (Papa) dan Bunda (Mama) sudah lelah dan capek mencari nafkah untuk membesarkan dan membiayai sekolah kami agar menjadi anak-anak yang sukses dan berhasil.
- Kami hanya dapat terdiam dan menahan air mata dalam hati, bilamana Ayah (Papa) dan Bunda (Mama) bertengkar, ribut bahkan hingga bercerai / berpisah selamanya.
- Kami hanya dapat berdoa untuk Ayah (Papa) dan Bunda (Mama) agar selalu sehat, rukun dan bahagia bersama-sama, seperti dulu kami masih berada dalam kandungan Ibunda (Mama) tercinta. Namun itu pun tidak akan mungkin berlaku bagi kami yang hidup tidak mendapat pengakuan oleh siapa orang tua kami sebenarnya, yang kini kami tetap bertahan hidup sebatang kara di tengah-tengah lautan dunia yang luas ini, kami berjuang sendirian, entah untuk menjadi apa, mungkin kami hanya dapat melihat-lihat karakter para Pahlawan bangsa dari tokoh-tokoh sejarah, dan para tokoh-tokoh kartun, dongeng dan perwayangan.
- Ayah (Papa) dan Bunda (Mama) janganlah menangis apabila kehilangan kami, karena kami sudah terbiasa kehilangan kasih sayang dari Ayah dan Bunda. Dan kami telah rela meninggalkan dunia ini sebab nyawa kami pun tidak berharga lagi.
- Ayah (Papa) dan Bunda (Mama) tidak perlu khawatir, biarlah masa lalu terlewati, kami siap belajar hadapi masa depan yang tidak menentu arah dan tujuan hidup kami kemana. Sudah terbiasa kami menjadi korban kejahatan hingga harus kehilangan nyawa pun kami sudah rela dan ikhlaskan menerimanya, sebab kami hanyalah anak-anak yang polos dan ingusan yang tidak berdaya, penuh kepasrahan, harus menerima kenyataan dan ketakutan yang harus kami hadapi sepanjang hari.
- Biarlah mimpi-mimpi indah, cita-cita dan masa depan kami terkubur dalam batu-batu nisan tanpa nama jelas, tanpa gelar kehormatan dan tanpa hiasan apapun. Sebab kami bukanlah apa-apa, kami hanyalah anak-anak biasa yang hanya punya daya khayalan, imajinasi dan mimpi-mimpi belaka, yang tanpa pertolongan, perhatian, kepedulian, kasih sayang, dorongan, semangat dan kebijaksanaan dari para orang-orang dewasa, kami bukanlah apa-apa, kami takkan menjadi siapapun, takkan menjadi apapun, kami tetaplah hanya anak-anak kecil polos dan ingusan, yang berlali-lari riang gembira mencari jati diri yang telah hilang kebahagiaannya.
        
(Written By 161015 : PVA / Kepik Romantis)

Kumpulan Surat-Surat Jeritan Hati Rakyat II


- Setiap gunung, hutan dan perbukitan yang indah, diratakan menjadi lahan industri dan gedung-gedung mewah, dengan meraup keuntungan milyaran masuk ke kantong pribadi masing-masing.
- Tanah-tanah yang subur untuk pertanian berhektar-hektar "disulap" menjadi "kolam-kolam" air yang berdampak longsor, erosi dan banjir nantinya.
- Entah dimana ada reboisasi ??? Semakin hari lama kelamaan tanah-tanah yang dipijak akan tenggelam dengan luasnya lautan.
- Setiap bangunan yang berdiri membebani tanah setiap hari, mengalami penurunan ketinggiannya dari permukaan laut, hingga daratan nantinya kelak akan sama tingginya dengan permukaan laut.
- Bila air laut pasang, kami tidak merasa khawatir, karena kami sudah siap dan terbiasa meregang nyawa dihantam bencana tsunami sewaktu-waktu terjadi nanti.
- Memanfaatkan, merusak dan menghancurkan jauh lebih mudah dilakukan, dibandingkan dengan merawat, menjaga dan melestarikan lingkungan.
- Kesejahteraan hanya milik mereka yang "takabur".
- Anak-anak kami hidup dalam bayangan ketakutan sepanjang hari, mewabahlah penyakit para "penjahat kelamin" dan pembunuhan sadis "berdarah dingin" terus mengintai dan memangsa anak-anak "dibawah umur".
- Anak-anak menjadi korban-korban tindak kejahatan, kekerasan dan pelampiasan nafsu rendah yang dieskploitasi untuk mencari keuntungan semata.
- Jangan bertanya lagi tentang "Keadilan Sosial" bagi seluruh rakyat, apalagi "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab", itu sudah lama "mati" ditelan sejarah kuno. Dunia modern ini penuh kekejaman tanpa belas kasihan apalagi hati nurani, karena yang dicari hanya untuk memuaskan diri sendiri, tidak perduli lagi akan sesamanya bila mati sekalipun.
- Inilah wajah kebenaran yang tidak pernah ditutup-tutupi oleh kebohongan dan kemunafikan dengan berita-berita, informasi, yang isinya hanya buaian mimpi, propaganda dan politik memecah belah bangsa, suku, agama, ras, golongan, sekte, dsbnya.
- Dimana "Ketuhanan Yang Maha Esa"??? Sudah tentunya terbiasa men"Tuhan"Kan diri sendiri karena untuk apalagi berdoa bila nyatanya penuh musibah, yang pada dasarnya diakibatkan karena kebodohan dan ketamakannya sendiri, selalu sibuk mencari-cari kesalahan yang lain, selalu menyalahkan dan mencari pembenaran dirinya masing-masing, karena kegilaannya sudah ingin dihormati, dipuja puji, keangkuhannya ingin selalu disembah seperti Tuhan, bagai Raja di dunia yang dapat menguasai segala-galanya yang ada di muka bumi.
- Lalu bagaimana dengan "Persatuan dan Kesatuan bangsa"??? Bila semuanya sudah asik sibuk sendiri untuk mencari keuntungan dan hasil dari proyek-proyek besar yang "menggendutkan" kantong-kantong pribadi masing-masing. Jadi untuk apa perduli dengan sesama?.
- "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan", sepertinya sudah diwakilkan oleh mereka yang asik duduk-duduk menikmatinya bersama-sama.
- Proyeksi kehidupan yang semakin suram. Berusaha sepanjang hari tanpa tahu apakah nanti akan menjadi lebih baik ataukah malah sebaliknya. Sudah dipastikan kami selalu siap mati, entah oleh waktu ataupun oleh kejamnya kehidupan.
- Tak perlu lagi berbicara ketenangan dan kedamaian. Itu semua sudah lama berlalu terkubur oleh waktu. Tidak akan ada lagi ketenangan, kedamaian, apalagi hidup yang tentram, aman dan nyaman. Semua hanyalah mimpi di siang bolong, yang sudah menyayat-nyayat hati kami.
- Sudah cukup berbicara manis seolah-olah penuh kemanusiaan dan keadilan sosial demi persatuan dan kesatuan, karena nyatanya sama hanyalah mimpi buruk yang sudah banyak menelan korban dan mendustai kesetiaan, kejujuran, ketulusan, kerelaan dan keikhlasan hati kami untuk masih tetap berharap Indonesia ini dapat kembali Jaya seperti dulu lagi.
- Mungkin hanyalah doa yang dapat kami panjatkan agar semua insan tersadarkan dan terbangunkan dari tidur nyenyaknya di siang hari.
- "Sadarkanlah mereka yang tersesat/terjerumus dalam lembah kegelapan batin, kebodohan, ketidaktahuan, kekhilafan dan kesalahannya. Bimbinglah mereka menjadi baik dan benar. Agar masih ada waktu yang tersisa untuk menyelamatkan, sebelum semuanya terlambat."
- Indonesia Negeri Tercinta, Jagalah, Rawatlah, Lindungilah dan Lestarikanlah selama-lamanya hayat dikandung badan. Sadarlah dan Bangunlah jiwa-jiwa manusianya. Indonesia Raya Tetap Merdeka! Indonesia-ku Jaya selama-lamanya!!!

(Written By 071015 : PVA / Kepik Romantis)