"Aku
hanyalah Cherry Kecil yang sedang belajar menjadi Cherry Bijaksana
agar bisa mendapatkan kembali keempat sayapku dan pulang ke surga."
Sepasang
sayap putih...
Jubah
putih...
Wajah
yang memancarkan sinar...
“Malaikat
itu apa sih, Mom?” aku mencoba bertanya pada Mom.
“Malaikat
adalah sesosok makhluk yang sangaaat suci. Dia nggak pernah nakal,
bandel, berbohong atau pun membantah orang tua.”
“Malaikat
punya orang tua ya? Apa orang tua Malaikat punya sepasang sayap juga,
Mom?” aku terus bertanya untuk menghilangkan rasa penasaranku.
“Nggak,
Sayang. Malaikat itu sebatang kara, ia nggak mempunyai orang tua,”
Mom mencoba menjawab pertanyaanku. “Lalu…” Mom menyelimuti
tubuhku.
“Lalu…?”
“Malaikat
hanya bisa dilihat oleh anak yang baik hati dan suka rajin belajar,”
Mom mengukir dalam senyumnya, lalu mencium dahiku.
“Ooo…
Kalo gitu, wajah Malaikat itu seperti apa ya?”
“Yang
pasti, Malaikat itu sempurna karena ia nggak pernah berbuat jahat,”
Mom membelai rambutku dengan lembut.
Di
sebelah tempatku berbaring nampak sebuah lampu meja kecil berbentuk
kotak persegi panjang dengan sebuah jam alarm berbentuk panda
berwarna cokelat muda. Aku menatap wajah Mom.
“Mom,
apa Cherry anak yang aneh?”
“...Kenapa
tanya itu, Sayang?” Mom mengangkat kedua alisnya.
“Hmm...Cherry
merasa beberapa orang menganggap Cherry adalah anak yang aneh."
“Ah,
nggak kok Sayang. Nggak ada yang aneh. Cherry kan punya sepasang
mata, sepasang tangan, dan sepasang kaki. Kita sama kan?” Mom
meyakinkan sambil menunjukkan bagian-bagian tubuhku.
“Tapi,
Cherry ingin punya sepasang sayap juga, seperti Malaikat. Biar bisa
terbang, Mom.”
“Hush,
anak nakal! Kamu mau terbang ke mana memangnya?” tanyanya penasaran
dengan kerutan di antara kedua alisnya.
“Cherry
mau ke surga,” jawabku sambil menatap dalam kedua mata Mom.
Mom
terenyuh setelah mendengar jawaban yang baru saja kulontarkan. Rasa
penasaran menyelimuti dada Mom sepertinya, “Memangnya, Cherry tahu
apa tentang surga?” sorot mata Mom lunglai dan berkaca-kaca.
“Surga
itu luaaaas lho, Mom,” Jelasku sambil merentangkan kedua tanganku
lebar-lebar penuh semangat. “Bumi ini kecil sekali kalau dibanding
surga. Surga beda sama bumi. Bumi beda sama surga. Dan di surga
banyak sekali makhluk yang mempunyai sepasang sayap putih.
Seperti...Malaikat yang Mom bilang itu. Jumlahnya ada ratusan juta
lho, Mom! ” jelasku bersemangat.
Mom
terus menyimak dalam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Mungkin ia
menunggu sampai aku selesai berbicara.
“Tapi...ada
empat makhluk yang masing-masing mempunyai tiga pasang sayap
ditubuhnya. Sepasang sayap menutupi dada sampai kakinya, dan dua
pasang sayap lagi ada di punggungnya. Wajah keempatnya berbeda-beda.
Ada yang seperti manusia. Dan keempat-empatnya mengelilingi cahaya
yang sangaaaat terang. Terang sekali,” lanjutku.
Mom
mendengarkan celotehku dengan seksama.
“Mom
tahu nggak, sebelum Cherry ada di sini kan, Cherry tinggal bersama
cahaya itu dan cahaya itu pernah mengatakan sesuatu untuk Cherry.
Tapi Cherry nggak ingat. Kira-kira apa ya Mom?”
Mom
menghela nafas panjang, “Mungkin, cahaya itu mengatakan jika Cherry
lahir nanti, Cherry harus menjadi anak yang baik,” Mom membelai
kedua pipiku.
“Mom,
apa Cherry bisa seperti mereka?”
“Cherry
Sayang, ke surga itu nggak harus punya sepasang sayap. Lagipula, di
surga itu kan nggak ada lolipop kesukaan Cherry...dan nggak ada buah
ceri yang merah dan manis,” pintanya lembut.
“Masa
sih??” tanyaku penasaran. Aku sangat suka buah ceri.
“Hmm...”
jawab Mom sambil mengangguk.
“Kenapa
Mom?”
“Karena...semua
makhluk yang Cherry bilang barusan itu, nggak punya darah dan daging
seperti kita,” Mom menyubit pelan lenganku. “Makanya, mereka
nggak bisa dilihat.”
"Tapi
Mom, Cherry bisa melihat salah satu makhluk bersayap putih itu kok,”
aku meyakinkan.
Sorot
mata Mom berubah dan menatapku dalam, “Cherry yakin?”
“Iya
kok. Belakangan ini, tiga kali Cherry melihatnya. Ada di sana,”
menunjuk ke arah taman belakang.
Mom
bersamaku menengok ke arah taman belakang arah jendela kamar yang
kutunjukkan. Namun, ia tidak menjawab sepatah kata pun.
“Dan
terakhir, malaikat itu menoleh ke arah Cherry beberapa hari yang
lalu. Kenapa Cherry bisa melihatnya, Mom?” aku heran penasaran.
"Karena
Cherry anak yang baik. Iya, Cherry anak yang baik,” kedua bola mata
Mom berputar membentuk seperti sebuah putaran.
“Kenapa
harus anak yang baik?” alisku sedikit mengangkat.
“Karena
malaikat adalah makhluk yang baik. Nah, makanya Cherry jangan
berteman sama anak nakal ya, ” Mom menjelaskan.
“Kenapa,
Mom?” aku tampak bingung mendengar pernyataan Mom.
“Karena
nanti nakalnya bisa ketularan dong.”
“Hihihi...
Kayak penyakit aja ya Mom,” aku geli. “Tapi, apa anak nakal itu
akan selamanya nakal ya Mom?” aku bingung lagi.
“Nggak
juga,” Mom tersenyum.
“Kalau
begitu, suatu saat Cherry ingin semua anak nakal menjadi anak yang
baik, biar bisa melihat malaikat, Mom,” kataku mantab.
“Bagaimana
caranya, Sayang?”
"Semua
anak baik berteman aja sama anak nakal biar baiknya bisa ketularan.
Hahahaha...”
“Kalau
yang ketularan nakalnya gimana dong?”
“Mana
mungkin, kan anak baik berteman sama malaikat. Malaikat itu kuat.
Pasti malaikat membantu anak baik supaya anak-anak nakal menjadi
anak-anak yang baik juga.”
Mom
tertegun mendengar jawabanku yang masuk akal entah tidak itu. Padahal
aku juga baru mengetahui tentang Malaikat dari Mom. Tapi itulah yang
ingin aku katakan, walau hanya spontan terlintas dalam benakku.
“Cherry memang anak yang pintar. Jadi, Cherry bukan anak yang aneh.
Cherry jangan pernah untuk berpikir seperti itu lagi ya,” Mom
membelai rambutku dan menatapku prihatin. Lalu ia memelukku lembut,
“Mom bangga mempunyai Cherry. Cherry tahu tidak, Cherry adalah
harta Mom yang paling berharga di dunia ini,” bola mata Mom nampak
mulai basah.
“Terima
kasih, Mom. Cherry juga senang sekali lho mempunyai Mom yang
menyayangi dan mengerti Cherry,” kedua tangan mungilku langsung
merengkuh tubuh Mom. “Saat ini Cherry seperti di surga, Mom,” aku
menarik nafas panjang dan mencoba merasakan suasana ini dengan
menutup kedua mataku.
"Anak
baik juga nggak selamanya menjadi anak yang baik kan? Makanya, Cherry
harus berjanji, Cherry harus menjadi anak baik selamanya. Jangan
mengecewakan Mom. Ya?” Mom menunjukkan jari kelingkingnya.
Aku
pun mengaitkan jari kelingkingku pada jari kelingking Mom. “Iya.
Cherry janji, Mom,” aku tersenyum. Kami pun tertawa.
Kini
jari kelingking kami bersatu, seolah tidak dapat dipisahkan. Oleh
siapa pun... Aku sangat menyayangi Mom.
Mom
memegangi kedua pipi mungilku. “Besok pagi Cherry sekolah kan?”
Aku
menjawab pertanyaan Mom dengan mengangguk tanda “iya”.
"Ya
sudah, sampai sini dulu ya dongengnya. Cherry harus bobo biar besok
bisa bangun pagi,” Mom yang masih memegangi kedua pipiku mencium
dahiku sekali lagi.
“Oke,
Mom. Nite, Mom.”
Lampu
kamarku pun dimatikan oleh Mom. Kini hanya ada sedikit penerang dari
lampu meja kamarku. Semuanya terlihat serba samar-samar.
Kupegangi
pipiku yang sedikit menghangat. Entah mengapa, aku sangat bersemangat
berbicara tentang malaikat pada Mom. Kuambil sebuah cermin kecil di
atas meja di samping tempat tidurku. Kuperhatikan sekilas wajahku di
cermin di bawah sinar redup pada lampu mejaku. Pipiku masih nampak
kemerahan berbentuk hampir bulat diikuti bentuk rahang wajahku yang
pendek.
Tiba-tiba
saja angin yang tidak diketahui arah datangnya ini sudah menyibak
pelan kain gorden jendela kamarku yang menghadap ke arah taman itu.
Aku penasaran. Dan aku menantikan kehadirannya untuk yang ketiga
kalinya. Segera kuletakkan kembali cermin kecilku pada tempat asalnya
dan kusibak kain gorden jendela kamarku yang berada di samping tempat
tidurku.
Meski
di kejauhan, tetapi kedua mataku tetap bisa terfokus pada sesosok
makhluk bersayap serba putih yang memancarkan cahaya itu.
Disekeliling tubuhnya hanya terselubung oleh cahaya tipis berwarna
putih kekekuningan. Yang paling terang adalah di bagian atas, yaitu
wajah tepatnya. Sepasang sayapnya sangat indah dengan bulu-bulu
seperti bulu angsa berwarna putih. Putihya seperti salju, dan
lembutnya seperti permen Marshmallow yang pernah kumakan beberapa
hari yang lalu. Begitu manis rasanya.
Lagi.
Atau sebut saja “Malaikat” seperti Mom menyebutnya tadi. Kali ini
ia menengok ke arahku. Tapi sayang, aku masih belum bisa melihat
dengan jelas wajahnya karena sinar yang memancar dari wajahnya itu.
Padahal aku ingin sekali melihat wajahnya. Seperti apa bentuk
wajahnya... garis rahangnya... bentuk matanya... bentuk hidungnya...
bentuk bibirnya dan... ah, sudahlah...
Apa
dia sempurna? Jelek atau tampan ya wajahnya?? Tiba-tiba wajahku
semakin menghangat dan memerah seperti...buah ceri, seperti kata Mom.
Aku
sering memakan buah ceri dan aku tahu betul warna merahnya
benar-benar merah dan terang. Meski kecil tak sebesar buah tomat,
tapi rasanya manis. Aku sangat menyukainya, buah ceri, seperti
namaku, Cherry Light...
Ups!
Gara-gara memikirkan tentang buah ceri, sosok itu menghilang tanpa
kusadari. Kedua mataku masih menjelajahi sekitar taman belakang
rumahku, mencari sosok itu. Tapi aku tak menemukannya di sisi mana
pun. -BERSAMBUNG-
Written by : Yanti Kumalasari,
S.Ds.
Fan-page Writer : https://www.facebook.com/thesoulreader.jkt/
Editing by : Kepik Romantis / PVA