Melalui film, informasi yang tersirat dapat disampaikan dengan baik kepada para penonton, untuk menyadarkan bahwa hidup di dunia ini penuh dengan penderitaan yang beraneka warna, yang setiap orang pasti akan mengalami masa-masa terberat dalam hidupnya. Terkadang kita berpikir bahwa manusia yang kelihatannya bahagia, ternyata belum tentu sebahagia yang kita bayangkan, boleh jadi kita menilai mereka hidup bahagia dengan harta, kedudukan terpandang dan kemewahan yang berlimpah, namun itu hanyalah dari sudut pandang diri kita, bukan dari sisi diri seseorang yang kita lihat itu, dialah yang mengalaminya sendiri, mungkin penderitaan batinnya jauh lebih buruk dari yang kita bayangkan bahagia.
Kisah film "Sara" ini menceritakan kehidupan seorang gadis bernama Sara. Terlahir dari seorang ibu yang hidup sebagai seorang "wanita malam" di kota Hongkong demi bertahan hidup, kehamilannya yang tidak diinginkan memaksanya untuk merayu seorang pria "hidung belang" pedagang toko buku dan alat-alat tulis agar dapat membesarkan anak perempuannya, melalui pernikahan terpaksanya, ibunya mendapatkan seorang adik laki-laki lagi bagi Sara. Namun malang nasibnya bagi Sara, ternyata setelah Sara beranjak remaja, dia harus merelakan dirinya hancur oleh "nafsu rendah" ayah tirinya itu yang ternyata diam-diam menaruh niat keji dengan syarat yang berat kepada ibunya sebelum menikah dengannya. Kejadian buruk itu yang menimpa Sara, meskipun diketahui oleh ibunya, tak mampu si ibu menghentikan niat jahat suaminya, karena dia sendiri tidak berdaya demi mendapatkan uang menghidupi Sara untuk sekolah dan adiknya, serta memerlukan tempat untuk bertahan hidup. Kesalahan Ibunya inilah yang membuat Sara membenci rumahnya, dia pun bergegas minggat dari rumah, meninggalkan ibunya dalam kepedihan dan ancaman, bahwa Sara akan melaporkan kepada pihak kepolisian apabila ayah tiri dan ibunya mencoba mencarinya.
Perjalanannya dimulai dengan berkawan bersama para anak-anak jalanan dan gelandangan di pinggir jalan, makan seadanya sampah makanan yang terbuang di jalanan, mencari uang dari bernyanyi di jalanan ataupun menjadi wanita penghibur dadakan panggilan di club-club malam. Bila tengah malam mulai mengantuk, Sara dan kawan-kawannya mencari gudang-gudang kosong, rumah kosong, pinggiran halte, taman kota, pinggir jembatan sungai ataupun restoran, cafe malam yang buka 24 jam untuk memesan makanan seadanya ataupun sekedar istirahat tidur sejenak. Bila ingin mandi, mereka pergi menumpang mandi di tempat renang umum, sekedar mandi dan membersihkan badan.
Nasib buruk tidak selamanya buruk, alhasil kebiasaan menongkrong di hari yang sama di jembatan sungai, mempertemukannya pada seorang pria setengah baya yang memiliki kebiasaan aneh di tengah malam, memancing ikan di pinggir jembatan, namun setelah ikan didapatkan, dia melepaskan lagi ikan-ikannya itu ke sungai. Kejadian itu membuat Sara terheran-heran, dia hanya mampu memperhatikan kegiatan pria itu, tanpa berani mempertanyakannya dan menuliskan cerita keheranannya pada buku diarynya. Kecintaannya menulis sudah mulai terasah sejak dia kehilangan masa remajanya yang hancur, dia menuliskan semua kekesalan, amarah dan dendamnnya di setiap helai kertas dalam buku diary hariannya.
Suatu ketika, hujan badai besar terjadi tiba-tiba di tepi sungai jembatan, semua berlarian karena takut dengan badai angin dan kebasahan. Tak sempat lagi Sara menyelamatkan buku diarynya yang terjatuh di pinggir jalan. Sara yang putus studi sejak SMP, hanya dapat menjadi pegawai bayaran untuk mencari informasi untuk teman pria dekatnya (Raymond) yang bekerja di perusahaan surat kabar di Hongkong, temannya itu begitu sangat menyukainya, namun Sara yang berambisi selalu terhalang impiannya menjadi jurnalis karena tingkat pendidikannya yang rendah sehingga tidak memenuhi syarat dan kurang dipercaya oleh pimpinan perusahaan sebab gaya bahasanya tidak sesuai dengan kriteria jurnalis. Meskipun sudah dihibur oleh teman-temannya, Sara yang berjiwa muda mudah emosi dan melarikan diri. Ia pun kembali hidup di jalanan, untuk menghibur kekesalan dalam hatinya.
Tak disangka, pria setengah baya yang suka memancing di jembatan itu mengajaknya berbicara dan menunjukkan buku diarynya yang terjatuh saat hujan badai lalu. Sara terkaget, dia pun merasa malu, karena pastilah pria itu telah membaca semua kisahnya di buku diarynya itu termasuk keheranannya melihat tingkah laku si pria yang hobby memancing namun ikan-ikannya dilepaskan kembali ke sungai. Pria itu pun menjelaskan bahwa dia sendiri pun tidak tahu mengapa dia melakukan itu, hanya saja saat dia mendapatkan semua ikan-ikannya, ia berpikir bahwa ikan itu senang hidup di air, lebih baik melepaskannya lagi ke air. Mereka pun mulai dekat dan saling mencurahkan keadaan jiwanya masing-masing, Pria setengah baya ini ternyata punya beban tekanan batin yang tidak mampu dijelaskan kepada Sara, karena dia tau bahwa Sara masih terlalu muda untuk memahami peliknya kehidupan.
Di sisi lain, Sara yang mendambakan kehangatan, kebaikan dan kasih sayang seorang ayah, seperti mendapatkan impiannya kembali yang telah lama hancur. Impiannya adalah ingin bersekolah sastra dan diwisuda seperti teman-teman lainnya yang telah sukses dan berhasil menjadi jurnalis di surat kabar. Pria yang telah menjadi "Ayah manis" bagi Sara, mampu memberikan segala-galanya yang diinginkan oleh Sara, dari uang, fasilitas, hingga sekolah terkemuka di Hongkong. Namun dengan syarat Sara tidak boleh menceritakan hubungan mereka ke publik umum. Sara menyadari bahwa pria ini bukanlah orang sembarangan, dia seorang yang paling berpengaruh dan punya kedudukan tinggi dan saham di sekolah-sekolah tinggi dan universitas terkemuka di Hongkong. Pria sebagai "ayah manis" ini ternyata sangat menderita dalam kehidupan perkawinannya, secara batiniah Pria ini sudah tidak bahagia dalam keluarganya, namun dia mampu menutupi kebohongan hatinya pada publik agar semua orang tetap menilainya sebagai manusia sempurna dalam hidup dan berkeluarga. Sara menjadi pacar atau teman simpanan bagi pria ini, karena Sara membutuhkan pengaruhnya untuk sukses dan berhasil.
Cinta terlarang mereka tetap berjalan, namun seiiring bertambahnya umur, Sara semakin cantik dan disukai oleh teman pria di kampusnya. Perasaan cemburu, minder, malu karena umurnya semakin tua, stress tekanan pekerjaan, dan beban keluarga karena istrinya lumpuh terserang stroke berat, pikiran negatifnya pun mulai menghantui si "ayah manis" ini, dia takut Sara mengkhianatinya, menceritakan kepada publik prihal hubungan asmara mereka di apartemen rumah pribadi pembeliannya untuk Sara, pikiran negatifnya itulah membuatnya semakin menjauhi Sara, karena takut Sara hanya sekedar memanfaatkannya semata-mata demi uang dan gelar wisudanya. Sara yang bingung melihat perubahan sikap pria tercintanya itu, meminta penjelasan prihal perubahan sikapnya. Dia pun menjelaskan bahwa setelah Sara wisuda, dia harus memutuskan hubungan dengannya. Sara yang menangis dan hancur karena kesepian, rasa sakit dan kecewa melampiaskan kesedihannya dengan pergi tour ke Bangkok, Thailand. Dalam hati dan benak Sara, kejadian itu membuatnya semakin sadar bahwa semua pria di dunia ini negatif, ternyata sama saja, tidak ada yang benar-benar mencintainya, hanya memanfaatkan "tubuhnya" semata-mata untuk kebutuhan sesaat, sebagai pelampiasan dan hiburan.
Pariwisata di belahan dunia manapun, selain menyajikan pemandangan indah dan makanan yang mewah, ternyata juga menyajikan kehidupan "dunia malam" bagi para wisatawan. Thailand, negara paling banyak dikunjungi para wisatawan di berbagai belahan dunia karena banyak memiliki objek wisata yang indah dan dengan harga yang relatif murah meriah terjangkau bagi semua kalangan, menarik para wisatawan, termasuk Sara. Sara yang kesepian dan frustasi mulai suka meminum minuman keras dan merokok, menghabiskan waktunya dan uangnya ke bar-bar malam di Bangkok, Thailand. Bertemanlah Sara dengan perempuan hiburan malam dibawah umur, bernama Dok-my, yang ingin ditolong sekaligus juga menjadi bahan untuk cerita buku jurnalisnya nanti di Hongkong.
Sara pun mulai menyadari bahwa hidupnya tidak semenderita Dok-my, meskipun Sara merasa telah "dijual" oleh ibunya kepada Ayah tirinya, ternyata ada yang lebih buruk dan pedih nasibnya yaitu Dok-my, yang terpaksa dijual oleh orang tuanya sejak masih berumur 11-12 tahun karena tidak punya uang untuk melanjutkan hidup mereka yang sangat miskin dan kelaparan. Dok-my dan perempuan-perempuan lainnya yang masih dibawah umur dijual secara ilegal dengan harga sangat tinggi bila anak itu masih perawan, berbanding jauh harganya dengan anak-anak perempuan yang sudah tidak perawan lagi. Inilah ironisnya kehidupan yang tergantung akan uang, tidak ada yang menginginkan hidup dalam keluarga miskin dan menderita, pastilah semua manusia ingin telahir di keluarga kaya dan bersahaja. Dok-my kehilangan masa kecilnya yang bahagia, harus "menjual dirinya" demi mencukupi dan menyelamatkan hidup keluarganya.
Hati kecil Sara pun tergerak ingin menyelamatkan hidup Dok-my, dia mengumpulkan semua uangnya untuk menyelamatkan hidup Dok-my. Namun tak disangka-sangka waktu berjalan sangat cepat, si Ayah manis tiba-tiba menghubunginya, mengatakan penting sekali ingin bertemu dengannya di restoran yang sama dimana mereka sering berkencan malam sebelumnya di Hongkong. Tidak disangka ternyata, itulah hari terakhir mereka bertemu, Kam Ho Yin atau Ayah "manis" asuhnya itu mengidap kanker hati stadium akhir. Permohonan terakhirnya adalah agar Sara tidak datang ke acara pemakamannya nanti, saat dia telah meninggal dunia, dia meminta ini demi menjaga reputasi Sara agar Sara dapat melupakannya dan melanjutkan hidup barunya yang sukses dan menjanjikan sebagai jurnalis terkenal di Hongkong. Dari sinilah, Sara sadar bahwa Kam Ho Yin sangat mencintainya, dia menghancurkan hidupnya, batinnya, bahkan mengorbankan segalanya hanya untuk melihat Sara bahagia dan sukses berhasil hidupnya. Sara pun tidak mampu menepati janjinya, dia datang ke acara pemakaman Kam Ho Yin, namun satu hal yakni Sara tetap memegang janjinya, menutup mulutnya rapat-rapat, tidak akan mengusik keluarga Kam Ho Yin demi membalas budi baiknya selama hidup telah menyelamatkan hidup Sara dari kehancuran.
Sara semakin terpuruk, terdiam dan depresi semenjak kehilangan Kam Ho Yin, dia merasa bersalah dan berdosa karena keegoisannya yang terlalu banyak menuntut dan membebani hidup Kam Ho Yin sehingga membuatnya semakin stress hingga mengidap penyakit mematikan. Depresinya semakin menjadi-jadi, terlalu banyak minuman keras merusak pikirannya, ternyata berlibur ke Bangkok, Thailand tidak dapat menyembuhkan derita hatinya. Niatnya ingin dapat hidup bersama Kam Ho Yin seperti dulu lagi, lebih baik pergi bersama dengannya, diambilnya pisau tajam digoreskannya ke urat nadinya, mungkin penderitaannya dapat berakhir bila dia ikut mengakhiri hidupnya. Untunglah ternyata karma berbicara lain, Dok-my punya firasat buruk, secepatnya dia datang mencari Sara di kamar hotel biasa tempatnya menginap, dipanggil dan ditelpon namun tak ada jawaban, Dok-my meminta petugas membuka pintu kamar Sara. Dok-my teriak melihat lautan darah di tubuh Sara. Dok-my secepatnya membawa Sara ke rumah sakit, sepanjang hari Dok-my berdoa ke Kuil Buddha di Bangkok, Thailand, berharap Sara dapat pulih dan sadar kembali.
Mukjizat datang, Sara sembuh, Dok-my pun juga menghubungi Raymond agar datang ke Bangkok untuk menemani Sara. Dari kejadian itulah, Sara pun sadar bahwa dengan kematian tidak akan menyelesaikan masalah, dia pun merasa sangat malu setelah Dok-my menasehatinya, bahwa hidupnya jauh lebih menyedihkan namun tidak ada sedikitpun niatnya untuk bunuh diri, sedangkan Sara dengan segudang kelebihan (uang, gelar ijazah dan pekerjaan yang menjanjikan banyak kesuksesan) malah ingin mengakhiri hidup. Sara pun merasa semakin bersalah, menyadari dirinya ternyata hutang budi pada kebaikan Kam Ho Yin, harus dibayarkan kepada Dok-my, dimana dia pun harus menolong menyelamatkan banyak perempuan lainnya yang benasib seperti Dok-my. Akhirnya Dok-my mendapat tempat tinggal dibawah pengawasan Departemen Sosial, namun Dok-my merasa sedih bila harus jauh dari Sara, dia sudah merasa Sara sebagai teman dan saudara baginya, Dok-my berharap Sara dapat membawanya ke Hongkong.
Sesampainya di Hongkong, Raymond memaksanya mempertemukan dengan Ayah tirinya, karena ingin mengabarkan kondisi Ibunya Sara yang kritis/sekarat di ruang ICU, rumah sakit. Permintaan terakhir ibunya sebelum dia meninggal adalah ingin bertemu dengan Sara. Dengan terpaksa Sara menuruti kemauan Ayah tirinya, dia berangkat menemui Ibunya yang sekarat. Ibunya hanya dapat menangis bahagia dan memohon maaf kepada Sara. Melihat kondisi ibunya, Sara menangis dan Sara mengatakan bahwa ia telah memaafkannya dan melupakan semua masa lalu yang kelam itu. Barulah ibunya dapat menghembuskan nafas yang terakhir, meninggal dengan tenang dan damai.
Firasat Sara benar, setelah dia sukses dan berhasil dengan buku terbitannya tentang prostitusi, bisnis pariwisata "dunia malam" dan perempuan dibawah umur yang kehilangan masa depannya. Sara berniat merayakannya bersama Dok-my, namun Dok-my telah menghilang, tidak ada lagi, Sara pun kebingungan mencari keberadaan Dok-my, Sara tetap mencari dan terus mencari hingga ke pedalaman kota kelahiran Dok-my, di situlah Sara melihat bagaimana miskinnya kehidupan keluarga-keluarga di kota kelahiran Dok-my, tanah kering gersang, rumah kumuh di pinggiran tumpukan sampah dan polusi. Sara sadar, ia tidak boleh diam..., inilah kewajiban terberatnya, inilah yang harus ditolong dan disuarakan hidupnya agar semua orang yang melihat dan membaca kisah ini, dapat pula tersadarkan sehingga membuka mata, hati dan pikirannya untuk menyelamatkan hidup mereka.
TAMAT. The End.
Kisah Film ini hanya salah satu contoh kenyataan hidup yang mungkin dapat terjadi di kota-kota besar lainnya di negara-negara manapun dan tidak hanya terjadi di kota tertentu seperti Hongkong maupun Bangkok saja (seperti di film ini). Film ini menjadi pelajaran sekaligus sindiran ironis mengenai permasalahan sosial akibat dampak masalah ekonomi di dalam kehidupan bermasyarakat yang selalu ditutup-tutupi di negara-negara manapun, yang pada kenyataannya barulah "terkuak" semakin jelas dan tajam di zaman modernisasi ini.
Sumber Photo : wikipedia Sara_2015_film_poster ; Buddha-temple-bangkok