Tuesday, June 27, 2017

Si Taji Sakti, Janggo - The Mighty Rooster, Janggo - (Session 1)


Janggo, si ayam jantan kate yang pendek, kecil, imut, lucu, namun garang dengan taji setajam sekuat cakar harimau, bulunya pun berwarna coklat putih kemerahan dengan ekor dan kaki yang hitam. Dia hidup di keluarga yang sangat sederhana dan ketika Janggo mulai tumbuh dewasa, kedua orang tuanya pun memberikan kebebasan untuknya karena kesukaannya merantau bepergian sendiri tanpa takut pada siapapun yang menghalanginya. 

Suatu ketika di tengah hutan pegunungan, Janggo sedang kehausan mencari air di tepi aliran air terjun. Melihat seekor ayam betina jenis aneh yang berkaki pendek berteriak-teriak ketakutan hendak dimangsa oleh Rubah Abu Hitam yang sudah menggiringnya ke air terjun dimana tiada pilihan lain selain ayam betina itu diterkam oleh serigala atau akan mati bila melompat ke air terjun. Si ayam betina bulu putih, kaki hitam dan berekor merah hitam itu memilih melompat bunuh diri ke air terjun dari pada mati diterkam si rubah. Melihat kejadian itu, si Rubah dengan sergap menangkap si ayam betina waktu hendak melompat ke air terjun dengan kekuatan tangan dan cakarnya berhasil melukai (mengoyak) sebagian sayap kiri si ayam bertina, hingga si ayam betina itu pun terhempas kembali jatuh ke tanah, digagalkanlah niatnya untuk terjun ke air, alhasil dia terima pasrah hendak dicekik mati oleh si rubah yang kelaparan. 

Belum sempat mematikan leher si ayam betina, datang kejutan tiba-tiba tendangan cakar terbang taji sakti kaki Janggo si Ayam Jantan langsung mencakar wajah si Rubah sampai luka berdarah-darah yang langsung kesakitan dan melepaskan cekikan kakinya ke si ayam betina. "Setaaaannnn, ayam sialan, kubunuh juga kau!!!", ujar si rubah. Sementara si betina yang terluka parah di sayap tangan kirinya tidak mampu bergerak banyak hanya dapat pasrah menarik nafas dalam, berusaha menyeret-nyeret dirinya bergerak sedikit menjauhi ke tempat aman dari perkelahian si rubah dan si janggo.

Sementara itu, si rubah hampir kewalahan menghadapi gesit tangkasnya lompatan terbang cakaran dan tusukan taji si Janggo yang menakutkan, tengah membaret luka di sekujur tubuh, pipi, jidat, bibir, telinga, kaki, badan hingga yang terakhir sedikit lagi pikir si Janggo adalah leher si rubah. Rubah yang bercucuran darah berpikir cepat, jika melawan terus pastilah akan mati, walhasil tidak dapat keinginannya untuk memakan daging ayam. Akhirnya si rubah pun berteriak kesakitan, "Ampuuun, ampuunn, tolong jangan bunuh saya yah, ampun tuan ayam sakti hebat luar biasa, saya mengaku kalah, tolong ampuni saya. Maka saya janji akan vegetarian", kata si rubah yang licik pikirnya dengan cara berpura-pura kalah agar dimaafkan sehingga pada saat nanti si ayam itu lengah dapat langsung mencengkram si ayam setan keparat itu dan mencekik gigit habis lehernya. Si Janggo yang bijak pun merasa iba, terkecoh dengan akting licik si rubah, "Baiklah, tapi kau harus janji bener-bener vegetarian, pergi jauh-jauh dari sini dan jangan ganggu lagi komunitas ayam", ucap si Janggo. 

Saat berpura-pura mengangguk dan membelokkan badan menjauh itu pun si rubah melirik matanya memperhatikan gerak gerik si ayam dari jauh saat si janggo berjalan memilih meminum air di pinggiran tepi air terjun, tiba-tiba dari jauh si ayam betina teriak, "Aaawaaaass!!!".

Si rubah yang telah berlari dan melompat untuk menerkam si Janggo dari belakang, lewat sepersekian detik mata janggo melihat bayangan di air dan kuping janggo dengar teriakan si ayam betina. Langsung cakar tajinya disiapkan dan dengan secepat kilat mengguling gerakan menjatuhkan badannya ke air, sekejap saat wajah leher rubah itu terlihat olehnya, langsung ditusukan taji kakinya pas mengenai pembuluh darah di lehernya si rubah yang langsung putus sobek seketika. Rubah pun jatuh "tercebur" ke dalam air terjun diikuti pula si janggo ikut jatuh "kecebur" ke dalam air. 

Si ayam betina sekuat tenaga bangun berlari ingin menyelamatkan si janggo yang terjatuh, namun sedih larinya yang lambat telah gagal menyelamatkan si ayam jantan yang telah tercebur ke air terjun. Dengan sedih melihat kejadian itu, dia terduduk meratap di tepi air terjun sambil melihat bangkai si rubah yang telah mengapung sesaat sebelumnya bergerak-gerak mencoba berenang namun akhirnya kehabisan nafas, lalu mati lemas karena keluar banyak darah di lehernya itu. 

Si betina pun menangis, saat sepersekian detik air matanya menetes, tersemburlah air ke seluruh tubuh si ayam betina, Janggo terbang mengepak sayapnya dan keluar dari air terjun. Karena kebetulan tepian air terjun tempat jatuhnya si janggo sangat dangkal jadi dapat meraih bebatuan di dasarnya perlahan untuk naik ke permukaan. 

Si Ayam betina sangat terkejut dan bingung terdiam lama sejenak memperhatikan si Janggo yang sangat santai keluar dari air serasa seperti habis berenang sambil mengepak-ngepak kedua sayapnya yang basah, "Wuiiiihh, sejuk, segaaarr...", ucap si Janggo.

"Ummm, mohon maaf..., maakasih ya tlah nolongin saya", ucap si betina merasa bingung dan canggung. "Aaah, tidak apa, oh iya, lenganmu itu terluka parah, sini biar saya bersihkan lukanya", jawab si janggo sambil menjawab dan melihat sayap kiri si ayam betina yang berdarah dan meneteskan air membasuhnya perlahan ke luka di sayap kiri si ayam betina. "Aaaaccchhh, sakit sekali..", ucap si betina. "Maaaff, sini saya berikan sedikit obat untuk lukanya", sembari mengeluarkan lidahnya menjulur meneteskan air liurnya ke bagian yang luka di sayap kiri si ayam betina untuk menjaga agar tidak terinfeksi parah akibat cakaran si rubah. "Terima kasih ya, kamu baik sekali, saya merasa sangat malu", ucap si ayam betina. "Ah, gak apa, agar lukamu gak infeksi dan cepat sembuh. Umm, rumahmu dimana?, lebih baik saya temani kamu pulang agar kamu selamat sampai rumah", ucap si Janggo.

Sambil mereka berjalan perlahan, si betina menjawab Janggo, "Sejujurnya saya malu cerita ini, saya pergi dari kampung rumah saya tanpa pamit, karena saya capek bosan diejek, dihina dan direndahkan kawanan ayam lainnya, lihatlah saya. Mereka mentertawakan saya yang berkaki pendek jelek hitam gelap dan berbulu aneh hitam merah di ekor saja, tidak sama dengan yang lainnya satu warna merata hitam atau coklat, di tubuhnya, bahkan kulit saya merah tua seperti hangus terbakar, mereka menyebut saya si pembawa sial, gak berguna, jelek, pendek, gak bisa apa-apa, payah karena kaki saya sudah hitam, jari-jarinya kecil sekali sehingga tidak sekuat mereka kalo mencakar cacing di tanah saat mencari makanan, sehingga saya lebih banyak makan dedaunan dan buah yang jatuh karena dihina ditertawakan tidak sekuat mereka, tidak setinggi dan secepat mereka yang berlari kencang", curhat si betina.

"Hei, jangan sedih, Tuhan menciptakan beraneka ragam warna dan bentuk macam-macam untuk memiliki keindahan dan keunikan masing-masing. Memangnya menurutmu saya gimana, bukankah sama bahkan seluruh kawanan kampung menghinaku si kecil dan si culun yang payah gak berguna, tapi saya cuek aja, masa bodo dengan mereka, karena penghinaan mereka selalu gagal mengalahkanku di setiap kontes kejuaraan pertarungan uji nyali sekampung", jawab Janggo.

"Hmm, saya percaya padamu karena kamu luar biasa, mampu membunuh rubah yang sangat menakutkan sekalipun", ucap si betina.
"Hihihi, (janggo tersipu senang sampai tertawa) saya jadi ge-er, btw namamu siapa?", tanya janggo.
"Namaku, Chici, lalu kamu sapa?", tanya balik Chici.
"Janggo, temen-temen menyebutku si taji sakti", jawab Janggo sambil menunjukkan otot badan dan sayapnya bergaya.
"Hehehehe, oke okeh, cukup gayanya, saya poto dulu di hp (cepreet), nanti saya update status, ini loh ayam terseksi yang telah menyelamatkan hidup saya", jawab si Chici. 
"Hihihihi, kalo punya gigi palsu, udah copot nih gigi saking ketawa terus, lucunya kamu, saya suka sama kamu..uumm(terdiam sejenak kagum memandang Chici yg tersipu malu), btw saya mau tau siapa ajah yang menyakitimu di kampung rumahmu, biar saya datang ke kampungmu dan temani kamu", ucap si Janggo.
"Tapiii, saya males ketemu sama mereka ayam-ayam jantan yang besar, nyebelin, sok kuat, dan para betina yang galak-galak, kejam dan licik, belum lagi ayah saya yang ayam jago paling kesohor di kampung petokok hitam karena kekuatannya", jawab si betina. 
"Ach, rubah aja kecebur tadi kamu gak potoin siy, dibuat berita biar nanti masuk koran internet khusus ayam kampung sejagat raya. Kamu aja yang masih takut sama ayahmu yah, hmm...santai relax dulu ajah, suatu saat ayahmu pasti memahamimu", jawab Janggo. 

"Hmmph...(keluh) ibunda saya sangat menderita hidupnya, yang ras turunan kerajaan ayam putih emas jadi bulu saya putih emas beda dengan ayam lain, tetapi karena ibu pilih menikah dengan ayah dari kampung petokok hitam jadilah dikeluarkan dari keluarga kerajaan ayam ras, sehingga lahirlah saya yang kulit dan bulu campuran gini gak karuan aneh sehingga dibilang ayam pembawa sial, payah, petaka di kampung petokok hitam, saya putih campur hitam di ekor, beda dengan kakak saya yang bulunya masih abu-abu rata indah dengan jambul kuning emas dan merah emas di ekornya, hanya saya dan ibu yang sering jadi cemoohan karena berbulu putih dan berkaki pendek aneh sebagai ras kerajaan kaki pendek, ibu saya kaki biru, sedang saya biru tua hitam karena ayah saya berkaki hitam", curhat Chici lagi.

"Hmm.., Gimana kalau saya main ke kampung rumahmu saja, saya sangat malas pulang ke kampung rumah saya, selain bosan dicaci maki pasti juga dicemooh dan dihina sekampung hitam", pinta Chici ke Janggo. "Ummm, okey, terserah kamu, kalo itu maumu, saya ajak kamu ke kampungku di desa bedungan, kira-kira yah semalaman baru sampai di daerah perbukitan arah timur ke dekat gunung pekok" jawab Janggo.

Tengah malam Chihi terlelap tidur di antara jerami dan kapas di bawah pohon randu, Janggo tetap terjaga bersandar di atas ranting pohon randu, memperhatikan suasana sekelilingnya Chihi menunggu menjaga Chihi yang masih tertidur lelap kelelahan. Setelah subuh tiba, Janggo berkokok dengan indahnya, sambil menikmati matahari mulai terbit di pegunungan pekok. Chihi mulai terbangun perlahan, namun Janggo memintanya untuk istirahat lagi karena sayapnya yang masih luka tidak boleh banyak bergerak. Janggo yang membawakan makanan untuk Chici, ditaruhnya pada selembar daun, dari cacing, potongan tubuh lipan yang hancur dicakar dipatoknya dan tubuh kalajengking yang telah dihancurkan oleh kekuatan kaki Janggo. Chici terharu, begitu banyaknya makanan enak yang sangat jarang dimakannya dengan sekejab lahap karena kelaparan. 

Hampir siang, perjalanan terus dilanjutkan hingga tibalah mereka ke kampung desa bedungan di pegunungan pekok. Janggo datang disambut meriah oleh teman-teman, sodara-sodaranya dan bahkan orang tuanya di rumah desa bedungan. "Hidup Janggo!!! Janggo si Taji Sakti pulkam..!!!", teriak banyak warga kampung menyoraki si Janggo.

"Papi, anak kita si Janggo tiba, mari kita buat perayaan besar, owh piih, lihat ituh (Ibunda Janggo menunjuk ke arah Chici), dia udah besar rupanya, udah bawa pacar juga, hehehe", ujar ibunya Janggo ke Ayahnya Janggo, disertai tawa mereka berdua tersipu-sipu. 

Namun ada beberapa kawanan genk-komplotan ayam jantan iri kesal karena kehadiran Janggo membuat popularitas mereka kembali menurun. Selain itu genk ayam betina mencibir Chici yang datang bersama Janggo, sambil berbisik-bisik menyinyir menghina Chici, "Psstt, ayam aneh jelek cupu, payah, liat aja bodynya juga gak bagus, jari kakinya juga kecil, kurus kering kurang makan, kayak ayam buat sembelih potong ajah itu gak laku, siapa yang mau, ayam kayak gitu itu cuma pembawa sial, liat itu cacat pula sayapnya iiiihh amit, memalukan, gak tau malu, gak tau diri, sudah gila, gak waras kali", ucap kasak kusuk genk para betina yang nge-gosip menghina Chici. 

Mendengar hal itu, Chici pun menahan pedih, lari menghindari menjauhi Janggo yang masih tengah disorak gembira oleh kawanan ayam se-kampung. Janggo sadar Chici menghilang lari pergi dari pandangannya, untung Janggo mendengar kasak-kusuk gosip tentang Chici, maka dengan lantang Janggo berteriak, "Chiiiiciiii!!!!!....,saya suka dan sayang kamu....!!!" Teriakan Janggo itu membuat semua kawanan ayam pun terdiam dan membuka jalan Janggo yang melihat Chici berlari menangis menuju ujung kolam ikan aliran sungai, dimana para bebek dan katak sedang asik berenang. Para ayam, bebek, ikan, penyu, kura-kura, katak, angsa, burung pipit kecil dan berang-berang selalu tinggal berdekatan tetanggaan saling menjaga melindungi bersama-sama.

Chici yang tidak mendengar teriakan Janggo terus menangis di kolam ikan. Ikan-ikan ikut bersedih, "Kenapa menangis?, jangan sedih", ucap para ikan itu. 
"Dimana-mana saya selalu terhina, terkucil, semua menjauhi, selalu saya direndahkan, saya selalu sendiri", jawab Chici menangis sedih, tidak menyadari Janggo telah mendengarkannya sambil perlahan berjalan mendekatinya.
Janggo memberi kode dengan sayapnya melambai, meminta temen-temen Ayam Pelung dan Ayam Ketawa (julukan kuntilanak) sebagai artis Ayam kampung untuk bernyanyi berdansa, sambil Janggo membawa beberapa bunga mawar di patoknya. Terdengar nyanyian "Uuuuuwwwwwoooouuuwww, yeah yeah durudu duduw, i lovee you...., uuwww yeah yeah now and forever...." (Refrain lirik lagu Jhon Lennon judul "Woman") Berulang-ulang dengan merdu dinyanyikan beberapa kawanan ayam, termasuk Mama dan Papa Janggo.

Chici yang menangis terkaget melihat Janggo sudah berada didekatnya. Artis ayam ketawa dan ayam pelung pun bersorak, "Hayo terima, ayo terima cinta Janggo, Janggo...Janggo... ayooo, Janggo cium cium cium cium cium..", teriak mereka. Janggo mendekatkan dirinya ke Chici sampai 3x menciumi berkali-kali ke Chici (Yeaaahooo...,sorak teman-teman Janggo), lalu Janggo mengusap air matanya Chici dengan bulu lembut di wajahnya Janggo sebagai bukti tanda kasih sayang cintanya untuk Chici. "Kenapa nangis? jangan sedih..., saya mau temenin kamu", ucap Janggo perlahan ke Chici.

"Mereka menghinaku, saya cemburu dan sedih melihatmu yang populer, sedangkan saya hanya dianggap ayam hina", jawab Chici. "Sudahlah..., jangan sedih lagi..., ini saya kenalkan teman-teman saya, Ini Ayam kuntilanak suara khasnya dari genk ayam ketawa namanya Kutili. Ini juga jago nyanyi sejagat ayam dari genk pelung, namanya Joebo. Mereka pasangan serasi di kampung ini", ujar Janggo. Lalu muncul kedua orang tua dan adik serta sodara-sodara Janggo menghampiri. "Janggo, kok kita gak dikenalin juga", jawab Mamanya Janggo, Jesminiy (ayam serama kecil mungil bulu indah dan bulet montok). "Iya nih, dasar Janggo", ujar Jagger (adiknya Janggo) dan Ayah Janggo, si Jamboel Emas, ayam kate montok jambul kuning keemasan. "Hehehe, maaf lupa, Mama, Papa, Jagger, ini Chici, dia terluka karena cakaran rubah", ucap Janggo. 

"Whaaat, Rubah, gawat dong kalo nanti rubah lain ngejar kemari gimana?", ucap Jagger.
"Ach, tenang ajah, ngapain takut, kita banyakan bisa buat perangkap pelindung dan kita arahkan ajah ke sarang tikus di sana yang sering ganggu mencuri makanan kita terus", ucap Ayah Janggo.
"Tapi, Dad (gayanya bahasa inggris karena Jagger udah lama tinggal di Inggris), kalo Raja tikus marah dan membuat perhitungan gimana?", jawab Jagger. 
"Berati tikus-tikus maling itu nyari mati kalo berani, lawan saya aja", jawab Janggo. Pesta perayaan Janggo batal, digantikan rencana mengalihkan serbuan kawanan Rubah pun disiapkan, sementara itu Chici dirawat oleh Mamanya Janggo dan sodara serta temen-temen Janggo. 

Benar saja, kawanan rubah mencium jejak Chici dan Janggo, untunglah Janggo alihkan ke sarang tikus dengan membuat lubang besar ke tanah oleh bantuan para ayam kampung lainnya. Tikus-tikus pun habis disantap rubah-rubah yang kelaparan melahap habis satu persatu anak tikus dan para tikus besar ditangkap dibawa ke sarang mereka hingga lupa niat untuk membalas dendam kepada ayam. 

Raja tikus yang kabur bersama Ratu tikus berniat balas dendam pada ayam. Mereka membuat perjanjian dengan kawanan kucing hutan agar menolong mereka untuk balas dendam pada ayam. Genk kucing hutan menyetujui bekerjasama dengan tikus tetapi dengan syarat apabila Raja Kucing hutan gagal atau kalah, maka seluruh anak keturunan tikus harus dikorbankan untuk jadi santapan Ratu Kucing hutan. Dengan terpaksa Raja dan Ratu tikus pun menyetujui syarat Raja dan Ratu Kucing hutan, dan mereka pun bekerja sama membuat strategi untuk memburu ayam.

Raja tikus pun datang menangis berpura-pura memohon bantuan ke kampung ayam agar dapat melindungi para bayi tikus yang baru lahir agar menolongnya menjaga rumah baru mereka, Raja berjanji tidak akan mencuri lagi ke kampung ayam asalkan menolong anak-anak mereka karena rumah mereka yang dulu telah hancur oleh genk rubah. Dengan perasaan bersalah Janggo yang bijak mau ikut bersama Raja Tikus, tetapi Chici khawatir itu perangkap jebakan licik Raja Tikus, Janggo tidak takut dan bersikeras tetap pergi membantu Raja Tikus. Chici meminta tolong Joebo ikut menjaga dan menemani Janggo pergi ke tempat Raja Tikus. 

Firasat Chici benar, setelah Joebo dan Janggo pergi jauh bersama Raja Tikus. Kawanan Raja Kucing hutan datang memporak-poranda kampung ayam, bebek, ikan, katak angsa, berang-berang, dll. Kura-kura dan penyu hanya bisa sembunyi dalam cangkang batok tempurungnya karena takut dalam bahaya. Kawanan burung pipit buru-buru kabur dan terbang mencari Janggo dan Joebo untuk meminta bantuan sekaligus memberitaukan bahaya perangkap jebakan tikus licik.

Janggo dan Joebo mulai curiga karena mereka berjalan semakin jauh. "Berhenti, saya mau pipis bentar, kok jauh banget", jawab Joebo. "Ah, sabar sebentar lagi juga sampai kok", ucap Raja Tikus. Setelah pipis bentar, mereka ke daerah tanah yang makin basah dan "srreeeetttt..", benar aja, lubang ditutupi rumput, hampir Janggo terjatuh, untung dipukul sayap Joebo mengepak terbang terperosok sehingga Janggo tidak masuk ke dalam lubang, Jaebo yang jatuh mengorbankan diri melindungi Janggo. "Joeebooo!!!", teriak Janggo. "Tenang Janggo, saya gak apa, keparat tikus tuh!!!", sambil Joebo berusaha perlahan naik menggigit akar-akar pohon yang sulit karena tanah basah mudah longsor. 

"Hahahahaha, rasakan pembalasanku, bentar lagi semua kampungmu akan musnah disantap para kucing hutan", tawa Raja Tikus dan Ratu Tikus muncul dibalik pohon. "Bajingan, bajingan, bajingan", teriak kawanan burung pipit terbang memberaki Raja dan Ratu tikus dari atas pohon. Sebagian burung pipit juga berusaha membantu Joebo agar dapat keluar perlahan-lahan dari lubang tanah sambil menarik dengan seutas akar pohon yang digigit Joebo. 

"Tikus Siluman Keparaaattt...!!!", teriak Janggo mengamuk langsung terbang mengejar dan mencakar Raja Tikus, sementara Ratu tikus kabur sembunyi. Raja tikus melawan dengan melompat menyergap untuk menggigit paha kanan Janggo, tapi untung Janggo berhasil terbang mengelak gigitan Raja tikus, alhasil tikus terjerembab mulut dan giginya berdarah menabrak batu, Janggo langsung mengeluarkan jurus taji saktinya yang langsung menusuk ke mata Raja Tikus. Hancurlah matanya sebelah, Raja tikus teriak kesakitan. Amarah Janggo tidak berhenti, dikeluarkannya tendangan cakar terbang dan bersalto ke kepala Raja Tikus, langsung merobek wajah tikus, membaret tubuhnya dan menendangnya ke tanah. 

Saat Janggo hendak terbang untuk merobek leher Raja Tikus dengan taji saktinya, Ratu Tikus berteriak "Cukuuup!!!!, tolong jangan, ampuni dia, demi anak-anak di perut saya (si Ratu hamil), mereka nanti gak punya ayah, tolong kasihani kami.."
"Baiklah, tapi kalian harus janji tidak akan mencuri dan berbuat jahat lagi, sekarang juga pergi jauh-jauh dari komunitas ayam!!!", jawab Janggo.
"Iya kami janji...", mereka pun pergi menjauh ke dalam hutan. 
Sementara itu Jaebo pun telah berhasil keluar lubang karena bantuan para burung pipit. Janggo, Joebo dan para burung pipit langsung berlari ke kampung rumah mereka yang telah hancur diserang kawanan Genk Raja Kucing hutan.

"Hentikaan!!!", teriak Joebo dan Janggo berserta burung-burung pipit. "Saya ingin pertarungan yang adil..!!!", ucap Janggo. "Hmmm, rupanya ada ayam sok jagoan yah, baiklah, saya raja kucing hutan akan melayani dengan adil tapi dengan syarat bila kamu kalah, maka semua keturunanmu dan anak keluarga beserta kampung ini harus menjadi santapan Ratu Kucing Hutan", jawab Raja Kucing hutan. "Tapi saya juga punya syarat, bila saya menang, maka seluruh komunitas warga kampung ini harus dibebaskan dan jangan lagi menganggu di kampung ini", ucap Janggo. "Okelah kalo gitu, mari kita buktikan!!!", tegas kucing hutan sambil memberi kode meminta para kawanan kucing membuat jarak menjauhi kampung dan membiarkan para burung pipit menjadi juri pertarungan mereka.

Sementara Chici berlari memeluk Janggo, "Janggo, Hati-hati dan waspada", ucap Chici. "Kamu gak apa-apa kan(khawatir Janggo), iyaa tenanglah..", jawab Janggo sembari mendorong Chici agar pergi ke tempat yang aman dengan kawanan ayam lainnya. Janggo dan Raja Kucing hutan pun bersiap-siap untuk bertarung. Ternyata kawanan kucing hutan pun kedatangan banyak tamu, kawanan rubah abu hitam kelaparan juga mengintai para ayam, mereka juga ingin melihat pertarungan antara Janggo dan Raja Kucing Hutan (musuh bebuyutan Genk Rubah). Dari dalam hutan, terdengar suara menggelegar mengerikan, "TUNGGU!!! saya Raja paling adil, biar saya yang jadi saksinya!!!"
Siapakah suara menggelegar itu? Lalu bagaimana pertarungan Janggo dan Kucing Hutan?
Tunggu Kisah Janggo selanjutnya... BERSAMBUNG -To be continued- 

24-25-260617Written by : Kepik Romantis/PVA
NB : Cerita ini sepenuhnya ditulis hanyalah dongeng karangan hayalan belaka. 

Sumber Photo : http://budidayanews.blogspot.co.id/2011/03/cara-ternak-ayam-serama.html?m=1

No comments:

Post a Comment