Namaku Cherry. Setelah perbincangan dengan Gregorious Malaikat Pelindungku, aku jadi lumayan tahu banyak hal mengenai Archangel Zamael, Malaikat Pelindungku yang baru. Terutama, aku mendengar langsung dari Malaikat Gregorious, bahwa manusia yang dicintai oleh Gre adalah aku.
Aku, Cherry adalah memang gadis kecil biasa dari bumi. Tapi aku memiliki satu kekuatan rahasia yaitu kekuatan Cinta. Aku sangat mahir bermain Cinta. Siapapun manusia yang mendekatiku pasti jatuh cinta kepadaku, tak terkecuali malaikat pelindungku sendiri.
Tapi memang aku sayang kepada semua orang yang mencintaiku. Jadinya, mungkin rasa cinta yang ada di dalam diri orang-orang untukku adalah pantulan dari hatiku sendiri. Aku mencintai mereka yang mencintaiku. Tapi ya hanya cinta, tidak ada keinginan yang lebih dari itu.
Aku senang menyimpan rasa cinta di dalam dadaku. Cinta membuat hari-hariku menjadi bahagia dan berarti...
Malam ini aku tertidur di pangkuan Malaikat Gregorious sambil memeluk boneka beruang seukuran tubuh mungilku.
Gregorious nampak menyelimuti tubuhku dengan sehelai selimut tebal, agar aku tak kedinginan. Ia terus membelai lembut rambutku.
Dia nampak sangat bahagia sekali sudah mengutarakan perasaannya kepadaku. Yah, meski dia pun juga tak berharap aku akan membalas perasaannya. Karena, Archangel Zamael sudah memperingatinya untuk tidak jatuh cinta kepada manusia sepertiku.
Aku juga tak ingin membuat Gregorious menderita karena mencintaiku. Karena itu akan menyakiti dirinya. Membuatnya kehilangan kedua sayapnya dan kekuatan malaikatnya.
Aku pernah merasakan sakitnya jatuh cinta pada orang yang salah karena berbeda alam. Dan itu membuatku menjadi hampir gila. Aku tak ingin Gregorious mengalami rasa sakit yang sama seperti yang kurasakan di kehidupan lampauku, jauh sebelum kehidupanku saat ini, sebelum bumi dulu pernah hancur dan terbentuk kembali. Entah berapa masa...
Dulu, sewaktu aku masih menjadi sesosok malaikat pelindung, aku pernah mencintai seorang pria manusia...sangat mencintainya... hingga aku berbuat kesalahan fatal. Kami melakukan hubungan terlarang, antara malaikat dan manusia.
Lalu setelah sadar, aku menghilang dan pergi menyendiri meninggalkan pria manusia itu. Aku tak tahu lagi bagaimana kelanjutan ceritaku dengannya. Aku juga tak tahu lagi bagaimana takdir kehidupan pria itu di masa ini. Dan aku tak berharap juga bisa bertemu dengannya...sungguh.
Malam itu aku tertidur lelap.
Sangat terlelap sekali.
Hingga bermimpi...
Aku melihat sesosok malaikat dengan keempat sayapnya dari kejauhan, di sebuah kebun belakang rumahku. Dia adalah Archangel Zamael, sang Malaikat Kematian itu, sekaligus Malaikat Pelindungku yang baru.
Dia nampak mengenakan pakaian serba putih dengan aksen keemasan, seperti seorang bangsawan...atau raja...ah, aku tak tahu. Yang aku tahu, saat ini ia tersenyum hangat kepadaku.
Dia mengulurkan tangannya menyambutku, "Cherry, kemarilah..." katanya dalam mimpiku.
Aku menghampirinya.
"Maukah kau terbang bersamaku, Cherry?" katanya sangat lembut sambil tersenyum menatapku yang mungil, mungkin tinggiku hanya setinggi dadanya saja.
Dalam mimpiku, aku mengenakan daster tidurku yang berwarna putih tanpa lengan. Aku menjawab pertanyaannya dengan sumringah, "Mau. Tapi..."
"Tapi apa...?" tanyanya masih lembut sedikit menunduk dan membelai pipi mungilku.
"Tapi bagaimana caranya? Aku tak punya sayap," jawabku polos.
Zamael pun tersenyum, "Jangan khawatir. Aku akan mengajarimu memunculkan sayapmu sendiri dan terbang bersamaku."
"Baiklah," jawabku singkat dan sumringah.
"Pertama-tama, kamu harus konsentrasi penuh. Niatkan agar kedua sayapmu mengembang sempurna dari balik punggungmu. Jangan berpikir apapun. Ringan saja..." pandunya padaku.
Aku pun mengikuti instruksinya. Sehingga aku berhasil memunculkan kedua sayap putihku perlahan-lahan, dan melayang perlahan-lahan. "Aku bisa terbang...aku bisa terbang..." teriakku kegirangan.
"Nah, sekarang kamu harus kendalikan dirimu supaya kamu dapat mengendalikan kedua sayapmu, Cherry," pandunya lagi.
Aku pun mengikuti instruksinya dengan persis. Aku berusaha menenangkan diri untuk bisa mengendalikan kedua sayapku.
Akhirnya aku berhasil melayang lebih tinggi lagi.
Zamael melayang menghampiriku dengan keempat sayap archangelnya. Begitu aku sedikit menguasai pelajaran terbang dengan kedua sayapku, Zamael langsung meraih salah satu telapak tangan mungilku. Dia mengajakku terbang bersamanya...
Aku pun berteriak kaget. Karena dia menarik tanganku untuk terbang bersamanya dalam kecepatan yang sangat tinggi. "Zamael...hentikan!"
Mendadak ia pun menangkap tubuh mungilku ke dalam pelukannya sambil melayang di atas awan-awan putih. "Ups, maaf..." katanya.
Kami melayang perlahan dengan mengibaskan sayap-sayap malaikat kami. Aku...aku tak biasa memiliki sayap lagi, setelah kejadian di masa lampau itu...
"Cherry, kau suka?" tanya Zamael perlahan.
"Iya, aku suka...sangat suka..." jawabku tersenyum padanya.
"Syukurlah, Cherry..." pintanya.
Kami pun terdiam sambil masih menikmati pemandangan di bawah awan itu. Sangat indah. Kami dapat melihat seluruh negeri dari atas awan-awan.
Archangel Zamael memang malaikat yang tahu apa yang aku sukai. Dia hampir membuat emosiku bergejolak...termasuk cinta.
Eh, apakah aku benar-benar mencintainya? Mengapa bisa secepat ini? Dia baru hadir beberapa kali dalam hidupku, masakah aku sudah memiliki rasa cinta terhadapnya?
Tapi, rasa cinta yang aku miliki agak berbeda dengan rasa cintaku terhadap Gregorious, Malaikat Pelindungku yang satunya. Kalau kepada Zamael, aku merasakan perasaan cinta yang begitu besar...begitu dalam...dan sangat mencintainya. Aku seperti sudah mengenalnya dengan baik.
Lagi-lagi sebuah tanda tanya besar itu muncul kembali dalam benakku : Siapakah Archangel Zamael di kehidupan masa laluku?
Aku menatapnya begitu lama, sehingga melewatkan berbagai pemandangan indah di bawahku. Bagiku, menatapnya adalah suatu keindahan tersendiri. Ada rasa rindu...sedih...dan cinta bercampur jadi satu.
Tiba-tiba aku meneteskan air mataku perlahan. Dan ia selalu tahu ketika aku meneteskan air mataku. Dia mengusap air mataku dengan tangan kirinya. Tangan kanannya masih merengkuh tubuhku dalam pelukannya sambil kami terbang bersama.
"Kamu tidak apa-apa, Cherry?" tanyanya.
"T...tidak apa," jawabku sembari mengusapkan air mataku sendiri yang sudah menetes di kedua pipiku.
Kini kami tiba di sebuah gereja tua. Tidak ada seorang pun malam itu. Gereja itu penuh debu dimana-mana, dan sarang laba-laba yang banyak. Hanya ada sedikit cahaya bulan yang masuk melalui ventilasi jendelanya.
Kami berdiri di depan altarnya. Altarnya pun sangat kotor dan berdebu. Hanya ada meja altar dan tabut suci dibelakangnya yang sudah usang dan dihinggapi sarang laba-laba di sekitarnya.
Kini kami saling berhadapan dan saling memandang satu sama lain. Aku dapat merasakan nafasnya. Begitu lembut.
Dia membelai rambutku dengan penuh kasih sayang. Mendekapku semakin erat, dan mencium bibir mungilku dengan sangat hati-hati. Sehingga membuatku sedikit berjinjit agar aku dapat menyambut ciuman kasih sayangnya.
Lagi-lagi kami melakukannya, sudah yang kedua kalinya. Tapi aku belum yakin, apakah dia benar-benar memiliki perasaan yang sama seperti perasaan yang aku rasakan. Aku pun juga tidak tahu pasti perasaan macam apakah yang aku rasakan kepadanya. Sangat berbeda...
Gereja tua...
Ciuman...
Malaikat...
Dan manusia...
Aku seperti de javu. Aku seperti pernah mengalami hal ini persis. Tapi dimana?
Semakin lama dia menciumku, semakin membuatku mengingat semua masa laluku. Seperti sebuah video yang diputar mundur. Hingga aku menemukan suatu kehidupan lampau dimana dulu aku pernah menjadi seorang malaikat wanita yang sangat cantik. Lebih cantik dan anggun dari saat ini, bahkan...
Masakah dia adalah...??
"Apa kau sudah bisa mengingatnya, Cherry?" tanyanya sedikit berbisik di depan bibirku.
Aku terdiam. Terkaku.
"Dulu kita pernah melakukan ini...disini..." katanya hampir berbisik di telingaku.
Aku pun terkaget setengah mati. Aku termundur selangkah menjauhi dekapannya. "Tidak mungkin...kau...adalah manusia yang pernah aku cintai di kehidupan masa laluku, sebelum ini..." aku pun tak kuasa meneteskan air mataku.
Archangel Zamael terdiam. Dan ia hanya menatap wajahku yang basah karena air mata. Dia berusaha mengusap air mataku perlahan, dengan sangat hati-hati. Tapi air mataku terus menetes, lebih deras lagi...
Bagaikan sebuah ingatan mundur yang menghantuiku. Rasa kesedihan yang amat dalam dari masa laluku. Cinta yang membuat kedua sayapku lenyap waktu itu...
"Bukan kedua sayap, Cherry..." Zamael memulai percakapan ini, membuka memori kehidupan masa lampau kami. "Tapi keempat sayap...kau adalah seorang archangel, dahulu kala, sama sepertiku saat ini."
Mataku membelalak lebar. Seakan tidak mempercayainya. Air mataku masih deras mengalir.
"Archangel Jophiel, Malaikat Pelindung yang sangat aku cintai...dulu," lanjutnya tak melepaskan pandangannya pada kedua mataku.
Aku masih terdiam kaku. Dia melengkapi semua memoriku yang dulu pernah hilang. Aku memang tak begitu mengingat jelas kehidupan lampauku, karena keterbatasanku sebagai manusia.
"Dan...keempat sayapmu tidak lenyap waktu itu ketika menciumku, Jophiel. Seandainya..."
"Cukup...cukup, Zamael...aku tidak mau dengar lagi," pintaku sambil menutup erat kedua telingaku. Aku benar-benar tak ingin dia melanjutkan ceritanya. Karena sangat sakit rasanya.
Kedua lututku lunglai, lemas. Aku terjatuh di lantai depan altar gereja itu. Aku hanya bisa menangis.
Zamael terus menenangkanku dengan mengusap kepalaku dan membelai rambutku dengan lembut.
"Mengapa...mengapa kita bertemu kembali? Padahal, aku sudah mengubur masa-masa itu sangat dalam...dalam sekali," tanyaku pada Zamael masih terisak.
"Karena kemurahan hati Bapa, Cherry... untuk memperbaiki semuanya... yang dulu pernah rusak," jawab Zamael kepadaku. "Kehilanganmu waktu itu,membuatku cukup terpukul, sakit, dan membencimu. Tapi sekaligus masih mencintaimu."
Aku berhenti terisak dan menatap wajahnya yang sedih...amat sedih...
"Karena kebencian yang amat sangat dalam diriku, aku dilahirkan menjadi iblis di neraka...terus-menerus..." kisahnya.
"Aku juga menderita, Zamael...aku benci jatuh cinta pada pria manusia. Aku selalu dilahirkan menjadi manusia dengan banyak kisah cinta memilukan sepanjang kelahiranku. Aku pernah terlahir berkali-kali menjadi seorang wanita pemuas dalam banyak peperangan. Lalu setelah kesadaranku bertumbuh, aku terlahir menjadi seorang pertapa wanita. Dan lagi-lagi aku mencintai pria yang salah, sesama pertapa waktu itu. Seakan kisah cintaku tak ada yang abadi, selalu berakhir dengan kisah yang tragis, Zamael...".
"Ya...aku tahu semuanya...semuanya..." Zamael berbisik, suaranya pilu. "Untuk itulah aku mengirimkan malaikat pelindung untuk menjagamu, dari satu kelahiran ke kelahiran berikutnya...termasuk Gregorious anak buahku..."
"Apa...? Ternyata, kau masih memperdulikan aku?" tanyaku. "Kalau kau masih memperdulikan aku, mengapa tidak kau sendiri yang menjagaku, sepanjang kelahiranku?" tanyaku agak meninggi.
"Karena..." suaranya terhenti.
"Karena apa?..." tanyaku.
"Karena aku pernah bersumpah pada diriku sendiri, untuk tidak pernah lagi menemuimu..." jawabnya sembari meneteskan air mata pada salah satu pelupuk matanya.
Hatiku menjadi semakin sakit melihat air matanya mengalir. Baru kali ini aku melihatnya meneteskan air mata kesedihan, yang amat teramat dalam. Malaikat Kematian pun bisa menangis juga...
Mengapa Bapa membuat semua skenario ini?
Mengapa Bapa mempertemukan kita kembali?
Pertanyaan itu terus-menerus membuatku sedih sembari menatap tabut suci usang pada altar di depan kami.
Tiba-tiba Bapa bersuara dalam hatiku :
"Aku tahu yang terbaik untuk kalian, anak-anakKu. Semua akan indah pada waktunya..."
Air mataku mengalir deras.
Zamael membuat tanda salib dalam tangisannya. Atas nama Bapa, Putra dan Roh Kudus. Amen. Dan berakhir dengan mencium jari jempolnya, "Thank you, Father...I love You, so much..." bisiknya.
Lalu Archangel Zamael berdiri di depanku yang masih terduduk lemas. "Cherry..." seraya mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.
Aku meraih tangannya. Dan berdiri kembali.
"Masa lalu biarlah menjadi masa lalu yang berlalu. Kita memang tidak bisa menguburnya dalam-dalam. Karena masa lalu adalah bagian dari diri kita sendiri, Cherry. Sekarang kita harus menatap masa depan dan melanjutkan perjalanan kehidupan ini," katanya sambil membelai pipiku lembut.
Aku mengangguk perlahan dan mengusap air mataku, "Maafkan aku..." Lalu aku menatapnya penuh penyesalan akan masa lalu, "Maafkan aku karena telah meninggalkanmu di masa lalu..."
Zamael segera memeluk tubuhku erat...sangat erat. Seakan tak ingin melepaskanku, "Ssshhtt..." kami hening bersama. "Aku sudah memaafkanmu, Jophiel..." katanya berbisik di telingaku.
Air mataku menetes kembali dalam pelukannya.
"Bapa mempertemukan kita kembali saat ini supaya kita bisa saling memurnikan diri lebih sempurna, Cherry...aku membutuhkanmu..." katanya masih membelai pipi mungilku seraya mengusapkan air mataku.
"Aku tak mengerti, Zamael..."
"Kamulah satu-satunya manusia, yang bisa memurnikan kegelapan di dalam diriku...Cherry Light..." jawabnya dengan menyebut nama panjangku, Light...
Tiba-tiba ia menghilang perlahan bersama cahaya bulan yang masuk melalui ventilasi jendela gereja.
Dan aku pun terbangun dari tidurku.
Hanya mimpi ternyata...
Ah, langit masih gelap ternyata. Dan Gre tertidur duduk di kursi sampingku, menggenggam tangan mungilku.
Aku pun tersenyum atas mimpi yang baru saja hadir. Seperti bukan mimpi rasanya. Mimpi itu terasa nyata. Mataku sedikit basah karena terbawa oleh mimpi barusan.
Aku mengusap air mataku.
Dan kembali tertidur...
Written by : Yanti Kumalasari, S.Ds.
Fan-page Writer : https://www.facebook.com/thesoulreader.jkt/
Editing by : Kepik Romantis / PVA
Aku, Cherry adalah memang gadis kecil biasa dari bumi. Tapi aku memiliki satu kekuatan rahasia yaitu kekuatan Cinta. Aku sangat mahir bermain Cinta. Siapapun manusia yang mendekatiku pasti jatuh cinta kepadaku, tak terkecuali malaikat pelindungku sendiri.
Tapi memang aku sayang kepada semua orang yang mencintaiku. Jadinya, mungkin rasa cinta yang ada di dalam diri orang-orang untukku adalah pantulan dari hatiku sendiri. Aku mencintai mereka yang mencintaiku. Tapi ya hanya cinta, tidak ada keinginan yang lebih dari itu.
Aku senang menyimpan rasa cinta di dalam dadaku. Cinta membuat hari-hariku menjadi bahagia dan berarti...
Malam ini aku tertidur di pangkuan Malaikat Gregorious sambil memeluk boneka beruang seukuran tubuh mungilku.
Gregorious nampak menyelimuti tubuhku dengan sehelai selimut tebal, agar aku tak kedinginan. Ia terus membelai lembut rambutku.
Dia nampak sangat bahagia sekali sudah mengutarakan perasaannya kepadaku. Yah, meski dia pun juga tak berharap aku akan membalas perasaannya. Karena, Archangel Zamael sudah memperingatinya untuk tidak jatuh cinta kepada manusia sepertiku.
Aku juga tak ingin membuat Gregorious menderita karena mencintaiku. Karena itu akan menyakiti dirinya. Membuatnya kehilangan kedua sayapnya dan kekuatan malaikatnya.
Aku pernah merasakan sakitnya jatuh cinta pada orang yang salah karena berbeda alam. Dan itu membuatku menjadi hampir gila. Aku tak ingin Gregorious mengalami rasa sakit yang sama seperti yang kurasakan di kehidupan lampauku, jauh sebelum kehidupanku saat ini, sebelum bumi dulu pernah hancur dan terbentuk kembali. Entah berapa masa...
Dulu, sewaktu aku masih menjadi sesosok malaikat pelindung, aku pernah mencintai seorang pria manusia...sangat mencintainya... hingga aku berbuat kesalahan fatal. Kami melakukan hubungan terlarang, antara malaikat dan manusia.
Lalu setelah sadar, aku menghilang dan pergi menyendiri meninggalkan pria manusia itu. Aku tak tahu lagi bagaimana kelanjutan ceritaku dengannya. Aku juga tak tahu lagi bagaimana takdir kehidupan pria itu di masa ini. Dan aku tak berharap juga bisa bertemu dengannya...sungguh.
Malam itu aku tertidur lelap.
Sangat terlelap sekali.
Hingga bermimpi...
Aku melihat sesosok malaikat dengan keempat sayapnya dari kejauhan, di sebuah kebun belakang rumahku. Dia adalah Archangel Zamael, sang Malaikat Kematian itu, sekaligus Malaikat Pelindungku yang baru.
Dia nampak mengenakan pakaian serba putih dengan aksen keemasan, seperti seorang bangsawan...atau raja...ah, aku tak tahu. Yang aku tahu, saat ini ia tersenyum hangat kepadaku.
Dia mengulurkan tangannya menyambutku, "Cherry, kemarilah..." katanya dalam mimpiku.
Aku menghampirinya.
"Maukah kau terbang bersamaku, Cherry?" katanya sangat lembut sambil tersenyum menatapku yang mungil, mungkin tinggiku hanya setinggi dadanya saja.
Dalam mimpiku, aku mengenakan daster tidurku yang berwarna putih tanpa lengan. Aku menjawab pertanyaannya dengan sumringah, "Mau. Tapi..."
"Tapi apa...?" tanyanya masih lembut sedikit menunduk dan membelai pipi mungilku.
"Tapi bagaimana caranya? Aku tak punya sayap," jawabku polos.
Zamael pun tersenyum, "Jangan khawatir. Aku akan mengajarimu memunculkan sayapmu sendiri dan terbang bersamaku."
"Baiklah," jawabku singkat dan sumringah.
"Pertama-tama, kamu harus konsentrasi penuh. Niatkan agar kedua sayapmu mengembang sempurna dari balik punggungmu. Jangan berpikir apapun. Ringan saja..." pandunya padaku.
Aku pun mengikuti instruksinya. Sehingga aku berhasil memunculkan kedua sayap putihku perlahan-lahan, dan melayang perlahan-lahan. "Aku bisa terbang...aku bisa terbang..." teriakku kegirangan.
"Nah, sekarang kamu harus kendalikan dirimu supaya kamu dapat mengendalikan kedua sayapmu, Cherry," pandunya lagi.
Aku pun mengikuti instruksinya dengan persis. Aku berusaha menenangkan diri untuk bisa mengendalikan kedua sayapku.
Akhirnya aku berhasil melayang lebih tinggi lagi.
Zamael melayang menghampiriku dengan keempat sayap archangelnya. Begitu aku sedikit menguasai pelajaran terbang dengan kedua sayapku, Zamael langsung meraih salah satu telapak tangan mungilku. Dia mengajakku terbang bersamanya...
Aku pun berteriak kaget. Karena dia menarik tanganku untuk terbang bersamanya dalam kecepatan yang sangat tinggi. "Zamael...hentikan!"
Mendadak ia pun menangkap tubuh mungilku ke dalam pelukannya sambil melayang di atas awan-awan putih. "Ups, maaf..." katanya.
Kami melayang perlahan dengan mengibaskan sayap-sayap malaikat kami. Aku...aku tak biasa memiliki sayap lagi, setelah kejadian di masa lampau itu...
"Cherry, kau suka?" tanya Zamael perlahan.
"Iya, aku suka...sangat suka..." jawabku tersenyum padanya.
"Syukurlah, Cherry..." pintanya.
Kami pun terdiam sambil masih menikmati pemandangan di bawah awan itu. Sangat indah. Kami dapat melihat seluruh negeri dari atas awan-awan.
Archangel Zamael memang malaikat yang tahu apa yang aku sukai. Dia hampir membuat emosiku bergejolak...termasuk cinta.
Eh, apakah aku benar-benar mencintainya? Mengapa bisa secepat ini? Dia baru hadir beberapa kali dalam hidupku, masakah aku sudah memiliki rasa cinta terhadapnya?
Tapi, rasa cinta yang aku miliki agak berbeda dengan rasa cintaku terhadap Gregorious, Malaikat Pelindungku yang satunya. Kalau kepada Zamael, aku merasakan perasaan cinta yang begitu besar...begitu dalam...dan sangat mencintainya. Aku seperti sudah mengenalnya dengan baik.
Lagi-lagi sebuah tanda tanya besar itu muncul kembali dalam benakku : Siapakah Archangel Zamael di kehidupan masa laluku?
Aku menatapnya begitu lama, sehingga melewatkan berbagai pemandangan indah di bawahku. Bagiku, menatapnya adalah suatu keindahan tersendiri. Ada rasa rindu...sedih...dan cinta bercampur jadi satu.
Tiba-tiba aku meneteskan air mataku perlahan. Dan ia selalu tahu ketika aku meneteskan air mataku. Dia mengusap air mataku dengan tangan kirinya. Tangan kanannya masih merengkuh tubuhku dalam pelukannya sambil kami terbang bersama.
"Kamu tidak apa-apa, Cherry?" tanyanya.
"T...tidak apa," jawabku sembari mengusapkan air mataku sendiri yang sudah menetes di kedua pipiku.
Kini kami tiba di sebuah gereja tua. Tidak ada seorang pun malam itu. Gereja itu penuh debu dimana-mana, dan sarang laba-laba yang banyak. Hanya ada sedikit cahaya bulan yang masuk melalui ventilasi jendelanya.
Kami berdiri di depan altarnya. Altarnya pun sangat kotor dan berdebu. Hanya ada meja altar dan tabut suci dibelakangnya yang sudah usang dan dihinggapi sarang laba-laba di sekitarnya.
Kini kami saling berhadapan dan saling memandang satu sama lain. Aku dapat merasakan nafasnya. Begitu lembut.
Dia membelai rambutku dengan penuh kasih sayang. Mendekapku semakin erat, dan mencium bibir mungilku dengan sangat hati-hati. Sehingga membuatku sedikit berjinjit agar aku dapat menyambut ciuman kasih sayangnya.
Lagi-lagi kami melakukannya, sudah yang kedua kalinya. Tapi aku belum yakin, apakah dia benar-benar memiliki perasaan yang sama seperti perasaan yang aku rasakan. Aku pun juga tidak tahu pasti perasaan macam apakah yang aku rasakan kepadanya. Sangat berbeda...
Gereja tua...
Ciuman...
Malaikat...
Dan manusia...
Aku seperti de javu. Aku seperti pernah mengalami hal ini persis. Tapi dimana?
Semakin lama dia menciumku, semakin membuatku mengingat semua masa laluku. Seperti sebuah video yang diputar mundur. Hingga aku menemukan suatu kehidupan lampau dimana dulu aku pernah menjadi seorang malaikat wanita yang sangat cantik. Lebih cantik dan anggun dari saat ini, bahkan...
Masakah dia adalah...??
"Apa kau sudah bisa mengingatnya, Cherry?" tanyanya sedikit berbisik di depan bibirku.
Aku terdiam. Terkaku.
"Dulu kita pernah melakukan ini...disini..." katanya hampir berbisik di telingaku.
Aku pun terkaget setengah mati. Aku termundur selangkah menjauhi dekapannya. "Tidak mungkin...kau...adalah manusia yang pernah aku cintai di kehidupan masa laluku, sebelum ini..." aku pun tak kuasa meneteskan air mataku.
Archangel Zamael terdiam. Dan ia hanya menatap wajahku yang basah karena air mata. Dia berusaha mengusap air mataku perlahan, dengan sangat hati-hati. Tapi air mataku terus menetes, lebih deras lagi...
Bagaikan sebuah ingatan mundur yang menghantuiku. Rasa kesedihan yang amat dalam dari masa laluku. Cinta yang membuat kedua sayapku lenyap waktu itu...
"Bukan kedua sayap, Cherry..." Zamael memulai percakapan ini, membuka memori kehidupan masa lampau kami. "Tapi keempat sayap...kau adalah seorang archangel, dahulu kala, sama sepertiku saat ini."
Mataku membelalak lebar. Seakan tidak mempercayainya. Air mataku masih deras mengalir.
"Archangel Jophiel, Malaikat Pelindung yang sangat aku cintai...dulu," lanjutnya tak melepaskan pandangannya pada kedua mataku.
Aku masih terdiam kaku. Dia melengkapi semua memoriku yang dulu pernah hilang. Aku memang tak begitu mengingat jelas kehidupan lampauku, karena keterbatasanku sebagai manusia.
"Dan...keempat sayapmu tidak lenyap waktu itu ketika menciumku, Jophiel. Seandainya..."
"Cukup...cukup, Zamael...aku tidak mau dengar lagi," pintaku sambil menutup erat kedua telingaku. Aku benar-benar tak ingin dia melanjutkan ceritanya. Karena sangat sakit rasanya.
Kedua lututku lunglai, lemas. Aku terjatuh di lantai depan altar gereja itu. Aku hanya bisa menangis.
Zamael terus menenangkanku dengan mengusap kepalaku dan membelai rambutku dengan lembut.
"Mengapa...mengapa kita bertemu kembali? Padahal, aku sudah mengubur masa-masa itu sangat dalam...dalam sekali," tanyaku pada Zamael masih terisak.
"Karena kemurahan hati Bapa, Cherry... untuk memperbaiki semuanya... yang dulu pernah rusak," jawab Zamael kepadaku. "Kehilanganmu waktu itu,membuatku cukup terpukul, sakit, dan membencimu. Tapi sekaligus masih mencintaimu."
Aku berhenti terisak dan menatap wajahnya yang sedih...amat sedih...
"Karena kebencian yang amat sangat dalam diriku, aku dilahirkan menjadi iblis di neraka...terus-menerus..." kisahnya.
"Aku juga menderita, Zamael...aku benci jatuh cinta pada pria manusia. Aku selalu dilahirkan menjadi manusia dengan banyak kisah cinta memilukan sepanjang kelahiranku. Aku pernah terlahir berkali-kali menjadi seorang wanita pemuas dalam banyak peperangan. Lalu setelah kesadaranku bertumbuh, aku terlahir menjadi seorang pertapa wanita. Dan lagi-lagi aku mencintai pria yang salah, sesama pertapa waktu itu. Seakan kisah cintaku tak ada yang abadi, selalu berakhir dengan kisah yang tragis, Zamael...".
"Ya...aku tahu semuanya...semuanya..." Zamael berbisik, suaranya pilu. "Untuk itulah aku mengirimkan malaikat pelindung untuk menjagamu, dari satu kelahiran ke kelahiran berikutnya...termasuk Gregorious anak buahku..."
"Apa...? Ternyata, kau masih memperdulikan aku?" tanyaku. "Kalau kau masih memperdulikan aku, mengapa tidak kau sendiri yang menjagaku, sepanjang kelahiranku?" tanyaku agak meninggi.
"Karena..." suaranya terhenti.
"Karena apa?..." tanyaku.
"Karena aku pernah bersumpah pada diriku sendiri, untuk tidak pernah lagi menemuimu..." jawabnya sembari meneteskan air mata pada salah satu pelupuk matanya.
Hatiku menjadi semakin sakit melihat air matanya mengalir. Baru kali ini aku melihatnya meneteskan air mata kesedihan, yang amat teramat dalam. Malaikat Kematian pun bisa menangis juga...
Mengapa Bapa membuat semua skenario ini?
Mengapa Bapa mempertemukan kita kembali?
Pertanyaan itu terus-menerus membuatku sedih sembari menatap tabut suci usang pada altar di depan kami.
Tiba-tiba Bapa bersuara dalam hatiku :
"Aku tahu yang terbaik untuk kalian, anak-anakKu. Semua akan indah pada waktunya..."
Air mataku mengalir deras.
Zamael membuat tanda salib dalam tangisannya. Atas nama Bapa, Putra dan Roh Kudus. Amen. Dan berakhir dengan mencium jari jempolnya, "Thank you, Father...I love You, so much..." bisiknya.
Lalu Archangel Zamael berdiri di depanku yang masih terduduk lemas. "Cherry..." seraya mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.
Aku meraih tangannya. Dan berdiri kembali.
"Masa lalu biarlah menjadi masa lalu yang berlalu. Kita memang tidak bisa menguburnya dalam-dalam. Karena masa lalu adalah bagian dari diri kita sendiri, Cherry. Sekarang kita harus menatap masa depan dan melanjutkan perjalanan kehidupan ini," katanya sambil membelai pipiku lembut.
Aku mengangguk perlahan dan mengusap air mataku, "Maafkan aku..." Lalu aku menatapnya penuh penyesalan akan masa lalu, "Maafkan aku karena telah meninggalkanmu di masa lalu..."
Zamael segera memeluk tubuhku erat...sangat erat. Seakan tak ingin melepaskanku, "Ssshhtt..." kami hening bersama. "Aku sudah memaafkanmu, Jophiel..." katanya berbisik di telingaku.
Air mataku menetes kembali dalam pelukannya.
"Bapa mempertemukan kita kembali saat ini supaya kita bisa saling memurnikan diri lebih sempurna, Cherry...aku membutuhkanmu..." katanya masih membelai pipi mungilku seraya mengusapkan air mataku.
"Aku tak mengerti, Zamael..."
"Kamulah satu-satunya manusia, yang bisa memurnikan kegelapan di dalam diriku...Cherry Light..." jawabnya dengan menyebut nama panjangku, Light...
Tiba-tiba ia menghilang perlahan bersama cahaya bulan yang masuk melalui ventilasi jendela gereja.
Dan aku pun terbangun dari tidurku.
Hanya mimpi ternyata...
Ah, langit masih gelap ternyata. Dan Gre tertidur duduk di kursi sampingku, menggenggam tangan mungilku.
Aku pun tersenyum atas mimpi yang baru saja hadir. Seperti bukan mimpi rasanya. Mimpi itu terasa nyata. Mataku sedikit basah karena terbawa oleh mimpi barusan.
Aku mengusap air mataku.
Dan kembali tertidur...
Written by : Yanti Kumalasari, S.Ds.
Fan-page Writer : https://www.facebook.com/thesoulreader.jkt/
Editing by : Kepik Romantis / PVA
No comments:
Post a Comment