Pada jaman ‘Peperangan Antar Negeri’ (475 – 221 SM), ada
seorang pria bernama Yue Yangzi yang tinggal bersama istrinya di negeri Yue.
Suatu hari Yue melihat sepotong emas di jalanan lalu
dipungut dan dibawa pulang untuk ditunjukkan kepada istrinya.
Istrinya melihat potongan emas itu lalu berkata, “Saya
pernah mendengar bahwa seorang yang bermoral tidak akan minum air suguhan pencuri
dan seorang yang memiliki integritas akan menolak menerima sedekah. Bagaimana
pendapat Anda tentang mengambil kerugian orang lain untuk dimiliki?”.
Mendengar ucapan istrinya, Yue merasa malu lalu potongan
emas itu diletakkan kembali di tempat semula saat ia menemukan.
Suatu hari, Yue berpikir untuk pergi dari rumah dan
mencari guru. Setelah ia menyampaikan keinginannya untuk menimba ilmu istrinya
sangat mendukung. Yue kemudian dapat berangkat.
Setahun kemudian Yue tiba-tiba muncul di depan istrinya
yang saat itu sedang menenun kain sutra. Istrinya terkejut melihatnya lalu
berlutut di depan Yue dan bertanya,
“Anda baru menghabiskan waktu selama 1 tahun untuk belajar,
mengapa sudah kembali pulang?”.
“Saya pulang untuk melepas rindu,” jawab Yue.
Tanpa berbicara istrinya berdiri kemudian berjalan
mendekati alat tenun dan mengambil sebuah gunting.
Dengan menunjuk kain brokat yang berada di atas alat
tenun, istrinya berkata dengan lembut, “Kain brokat yang dihasilkan dari benang
sutra terbaik, saya tenun satu demi satu untuk menghasilkannya. Bila sekarang
saya memotongnya, semua pekerjaan saya sebelumnya akan menjadi sia-sia. Sama
juga seperti Anda menimba ilmu. Anda dapat memperoleh pengetahuan melalui
ketekunan. Sekarang Anda berhenti di tengah jalan, bukankah sama seperti
memotong kain pada alat tenun ini?”.
Yue sangat tersentuh oleh kata-kata istrinya dan
memutuskan untuk meninggalkan rumah lagi. Ia berjanji tidak akan menyerah di
tengah jalan.
Beberapa tahun kemudian, Yue menjadi orang yang terpelajar
dan terpandang.
Idiom ini digunakan untuk merujuk pada suatu aktivitas
yang berhenti di saat proses sedang berlangsung. Ia memperingatkan bahwa segala
usaha sebelumnya akan menjadi sia-sia hanya karena seseorang tidak dapat
melihat sesuatu sampai akhir.
Idiom半途而廢 (bàn tú ér fèi), “menyerah di tengah jalan” atau
meninggalkan sesuatu yang belum diselesaikan, diambil dari salah satu bab dalam
kanonik suci Konfusius.
No comments:
Post a Comment