"Buruk muka, cermin dibelah..", sering sekali mendengar pribahasa tersebut, sayangnya banyak yang tidak pernah mengingat apalagi menyadarinya. Lebih senang membelah menghancurkan cerminnya dibandingkan menyadari keburukannya sendiri. Cermin adalah refleksi diri kita sendiri, apa yang telah dilakukan, diperbuat, diucapkan, dipikirkan bahkan dikreasikan, semuanya akan berdampak terlihat langsung oleh diri sendiri. Hanya saja manusia jarang menyadari, lebih senang mencari-cari alasan lain, menyalahkan hal-hal, orang-orang lain bahkan lingkungan pun selalu disalahgunakan dijadikan sebagai alasannya juga. Lebih banyak orang suka ikut campur dengan kesalahan orang lain, alias sangat suka mencari-cari kesalahan, kelemahan, dan kekurangan orang lain, dibandingkan belajar memperbaiki setiap kelemahan, kekurangan dan kesalahan pada diri sendiri.
Menjadi bijak bukan tidak mungkin, banyak pilihan cara untuk menjadi manusia bijaksana, selain belajar "bercermin" diri, lebih mudah meniru kebijakan-kebijakan para tokoh-tokoh terkenal yang telah lebih dulu ada sebelumnya, tetapi bukan tidak mungkin bila seseorang manusia menjadi bijak karena belajar sendiri dari setiap pengalaman hidupnya yang terburuk / terpahit / terluka. Penulis lebih memilih jalan bercermin diri dari setiap pengalaman hidupnya, dibandingkan dengan meniru jalan kebijakan-kebijakan para tokoh-tokoh terkenal, mengapa? karena jalan kebijakan-kebijakan para tokoh hanyalah contoh dari sebagian kecil yang terkadang tidak semudah apa yang dihadapi oleh diri kita sendiri, dimana setiap manusia memiliki keunikan, perbedaan dan pemikiran yang tidak sama dalam menyelesaikan setiap permasalahan dalam hidupnya masing-masing. Tidak jarang kita belajar lebih banyak dari kesalahan dan kehancuran hidup yang paling buruk, karena dari setiap penderitaan pasti ada sebuah jawaban atas kesusahan penderitaan itu terjadi pada awal mulanya.
Dunia kehidupan ini menjadi kacau balau, bukan salah lingkungan, bukan salah alam, bukan juga salahnya orang-orang lain. Tetapi salah diri sendiri, salah diri kita individu masing-masing yang kurang sadar, kurang belajar memperbaiki diri sendiri, kurang mawas diri, kurang bijaksana dan cenderung lebih mudah marah emosi dan sangat suka menyalahkan dan mencari-cari alasan lain untuk membela diri sendiri. Kesalahan utama yang selalu merasa diri sendiri paling benar, merasa yang lainnya salah, merasa telah menjadi manusia yang paling hebat, luar biasa angkuh dan sombongnya hingga merasa ingin menjadi setinggi setingkat dari Sang Pencipta (Tuhan), "lupa diri", tidak perduli pada sesama, lebih senang diagung-agungkan, terlena akan mengaktualisasikan dirinya untuk mencapai penghormatan anugrah tertinggi, sehingga "ego"-nya lebih besar dibandingkan rasa kemanusiaan dan kasih sayang kepada sesama dan universalitas.
Jadi dimana Kebijaksanaan itu berada? Manusia yang sadar-sesadar sadarnya diri manusia itu sendiri. Tidak ada siapapun yang patut disalahkan, karena mereka semua juga adalah hasil cerminan dari sebab dan akibat yang telah diri kita sendiri lakukan / perbuatan, pikiran, ucapkan, yakni dari adanya aksi dan reaksi. Bila kita sendiri baik kepada universalitas, pastilah universalitas juga akan membalas kebaikan kita juga. Begitu pula dengan hukum sebaliknya. Menjadi baik, bersahabat dan berkawanlah terhadap diri sendiri dulu dengan memperbaiki diri sebaik-baiknya, barulah dapat menjadi contoh kebaikan bagi sesama dan universal pun akan dengan sendirinya ikut terlibat dan bereaksi terhadap kebaikan diri kita.
Sebagai cotoh : 1.) Bila kita membuang sampah sembarangan, akibatnya kotor, selokan penuh sampah, aliran air menjadi macet dan akhirnya menjadi banjir. 2.) Lahan pegunungan, perbukitan hijau yang penuh pepohonan ditebang habis menjadi lahan gundul, maka sudah pasti akan terjadi longsor, ektrim cuaca panas, hewan-hewan kehilangan tempat tinggalnya, dampaknya hewan liar menyerang pemukiman penduduk, ekosistem berubah dan keseimbangan alam pun menjadi kacau. Lalu mau salahkan siapa lagi?
Bijaksana diri sendiri dulu bukan dari orang lain, bukan dari lingkungan, bukan dari alam, bukan dari siapa-siapa, tetapi dari kesadaran di dalam diri sendiri masing-masing terlebih dahulu, barulah orang lain, sesama, keluarga, saudara, sahabat, teman, bangsa, bahkan negara dan universalitas pun ikut serta. Sadarkan : Bukalah mata, hati dan pikiran kita masing-masing, bercerminlah, perhatikanlah, sadarilah dan pelajarilah. Mencegah dan memperbaiki diri sendiri masih belum terlambat, dari pada ceroboh, semaunya, masa bodoh, egois dan tidak menyadarinya sama sekali.
161116Written by : Kepik Romantis / PVA
Dunia kehidupan ini menjadi kacau balau, bukan salah lingkungan, bukan salah alam, bukan juga salahnya orang-orang lain. Tetapi salah diri sendiri, salah diri kita individu masing-masing yang kurang sadar, kurang belajar memperbaiki diri sendiri, kurang mawas diri, kurang bijaksana dan cenderung lebih mudah marah emosi dan sangat suka menyalahkan dan mencari-cari alasan lain untuk membela diri sendiri. Kesalahan utama yang selalu merasa diri sendiri paling benar, merasa yang lainnya salah, merasa telah menjadi manusia yang paling hebat, luar biasa angkuh dan sombongnya hingga merasa ingin menjadi setinggi setingkat dari Sang Pencipta (Tuhan), "lupa diri", tidak perduli pada sesama, lebih senang diagung-agungkan, terlena akan mengaktualisasikan dirinya untuk mencapai penghormatan anugrah tertinggi, sehingga "ego"-nya lebih besar dibandingkan rasa kemanusiaan dan kasih sayang kepada sesama dan universalitas.
Jadi dimana Kebijaksanaan itu berada? Manusia yang sadar-sesadar sadarnya diri manusia itu sendiri. Tidak ada siapapun yang patut disalahkan, karena mereka semua juga adalah hasil cerminan dari sebab dan akibat yang telah diri kita sendiri lakukan / perbuatan, pikiran, ucapkan, yakni dari adanya aksi dan reaksi. Bila kita sendiri baik kepada universalitas, pastilah universalitas juga akan membalas kebaikan kita juga. Begitu pula dengan hukum sebaliknya. Menjadi baik, bersahabat dan berkawanlah terhadap diri sendiri dulu dengan memperbaiki diri sebaik-baiknya, barulah dapat menjadi contoh kebaikan bagi sesama dan universal pun akan dengan sendirinya ikut terlibat dan bereaksi terhadap kebaikan diri kita.
Sebagai cotoh : 1.) Bila kita membuang sampah sembarangan, akibatnya kotor, selokan penuh sampah, aliran air menjadi macet dan akhirnya menjadi banjir. 2.) Lahan pegunungan, perbukitan hijau yang penuh pepohonan ditebang habis menjadi lahan gundul, maka sudah pasti akan terjadi longsor, ektrim cuaca panas, hewan-hewan kehilangan tempat tinggalnya, dampaknya hewan liar menyerang pemukiman penduduk, ekosistem berubah dan keseimbangan alam pun menjadi kacau. Lalu mau salahkan siapa lagi?
Dari manusia, oleh manusia dan untuk manusia itu juga, atau dari diri sendiri, oleh diri sendiri dan untuk diri sendiri, jadilah meluas dan terus berkembang di dalam kehidupan bermasyarkat, berbangsa dan bernegara, menjadi prinsip dasar teori demokrasi yang dipopulerkan oleh Abraham Lincoln, yakni: dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kembali kepada diri individu masing-masing, Apakah diri ini sudah bangun dan sadarkah?
161116Written by : Kepik Romantis / PVA
Sumber Photo : slidesharecdn.com ; www.chrisakins.com ; medicaldaily.com ; www.bobolland.com ; www.northeastern.edu ; www.drawnfrommybrain.com ; quotesgram.com
No comments:
Post a Comment