Setelah
masa berkabung, sepeninggalan Maha Guru Alberte, keadaan buruk tidak
pernah berhenti terus berjalan menyusuri setiap daerah. Sementara
Ahui masih tinggal di dalam Kuil tempat tinggal Maha Guru Boante
untuk memulihkan kembali seluruh energy kekuatannya dibantu oleh
kecerdasan ilmu pengobatan Edi. Sedangkan Maha Guru Haite berangkat
membantu Maha Guru Sinthe, atas perintah dari Boante untuk menjaga
keseimbangan Kristal Hitam yang mulai menguat keadaannya setelah
Kristal Kuning berhasil direbut oleh para kelompok Penguasa
Kegelapan.
Suatu
hari, Maha Guru Boante memanggil Ahui untuk datang ke ruang pertapaan
suci di Altar lantai 9 puncak dari Pagoda Sembilan Naga, sedangkan
Edi dibiarkan berlatih kungfu dan mempelajari segala jenis tanaman
obat di kebun taman belakang Kuil. Tingginya Pagoda membuat Ahui
kelelahan karena harus menaiki banyaknya jumlah ratusan anak tangga
yang tak terhitung jumlahnya untuk sampai ke puncak tertinggi Pagoda.
Sesampainya di puncak Pagoda, Ahui pun pingsan kecapekan hingga
bercucuran keringat tergeletak di depan pintu Altar puncak Pagoda.
Terdengar
suara pintu Altar di buka, “Hahahaha…”, tawa Boante melihat
Ahui yang tengah pingsan di depan pintu. “Shifuuu… kenapa gak
buat Lift aja sih, haduh…ampun deh…”, jawab Ahui. “Bila saya
membuatkan Lift, maka kamu tidak akan keluar dari kamar tidurmu yang
terlalu nyenyak, dan kamu juga tidak akan pernah belajar berolahraga
untuk kesehatanmu dengan mulai melatih diri lagi.., cepat masuk dan
mulai bermeditasi!!!”, tegas Boante sambil memukul 3x lonceng besar
di dekat jendela besar, sebelah kanan pintu Altar. Suara lonceng yang
dipukul keras itu, cukup membuat telinga kaget dan mengharuskan badan
Ahui untuk segera bergerak cepat sebelum Boante masuk ke dalam Altar
dan duduk di tengah-tengah tempat yang sudah disiapkan Boante.
Sebuah
lingkaran besar dengan empat pilar kecil yang telah dinyalakan lilin
pelita oleh Boante dan Ahui harus duduk bermeditasi di tengah titik
pusat dari keempat pilar tersebut. Setelah Ahui mulai konsentrasi
memejamkan kedua matanya, masuklah empat para murid pilihan yang
tinggal di Kuil sejak bertahun-tahun lamanya mengikuti jejak Boante
yang tengah diminta Boante untuk memulai kegiatan doa pemusatan
kekuatan energy cahaya.
Dalam
keheningan di tengah-tengah doa, empat portal energy membuka dimensi
cahaya yang luar biasa terangnya mengelilingi seluruh tubuh Ahui.
Terjadi perpindahan ruang dimensi, Ahui tengah berpindah dimensi
dalam sebuah ruang penuh cahaya terang yang hanya terdengar
ketukan-ketukan terakhir suara doa hingga berhenti perlahan-lahan,
dan semuanya mulai duduk bermeditasi bersama-sama mengelilingi Ahui
sesuai posisi pilar pelita. Sementara Boante duduk persis di depan
Altar memimpin kegiatan meditasi.
Boante
: “Ahui…, apa kamu tau sedang berada dimana?”
Ahui
: “Shifu…, ruangan ini penuh dengan cahaya terang, saya bahkan
tidak tau Shifu ada dimana?, saya hanya dapat mendengar suara Shifu
memanggil saya di dalam hati saya ini.”
Boante
: “Saat ini kamu tengah berada di dalam dimensi Kristal cahaya..”
Ahui
: “Bagaimana mungkin Shifu? saya ini kan manusia penuh dengan dosa,
tidak mungkin saya dapat berada dalam ruangan suci penuh cahaya,
mungkin ini hanya ilusi saya..”
Boante
: “Ahui, kamu adalah penjaga ruangan ini yang sesungguhnya, karena
Kristal cahaya ini yang memilihmu untuk menjaga keseimbangan
dimensinya.”
Ahui
: “Bagaimana mungkin seorang yang hidup dalam kekotoran batin
seperti saya dapat menjaga bening sucinya cahaya Kristal ini…”
Boante
: “Kamu akan menemukan jalannya seiring dengan bantuan cahaya
terang yang telah menyatu bersama energy yang masuk ke seluruh sukma
dalam dirimu..”
Ahui
: “Shifu, saya tidak mengerti.., bukankah Shifu yang selalu menjaga
Kristal ini dan hidup bersama Shifu selamanya?”
Boante
: “Ahui, saya ini berumur hampir seabad, dan saya harus jujur bahwa
hidup saya ini tidak akan lama lagi.., meski begitu kamu tidak perlu
khawatir, karena kamu dapat selalu menemukan saya di saat kamu
memerlukan pertolongan dalam bahaya, ingatlah satu hal bahwa saya
akan tetap ada, meskipun raga tubuh saya ini akan mulai menghilang
perlahan-lahan…”
Ahui
: “Shifuuu…!!!” (Mendengar kata-kata Boante, Ahui langsung
terbangun kaget membuka kedua matanya, sadar dari meditasinya).
Dilihatnya
seluruh ruangan Altar tengah kosong, tiada seorang pun yang ada di
dalam Altar kecuali Ahui sendiri, dan keempat pilar pelita lilin yang
mengelilingi Ahui pun tengah padam apinya saat Ahui telah terbangun
dari meditasinya. “Shifuuuuuuuuu!!!”, Ahui memanggil Boante
hingga menangis, namun tidak ada suara jawaban dari Boante. Saat Ahui
menangis sedih di dalam Altar sendirian, datanglah keempat murid yang
telah di suruh Boante sebelumnya bersama Edi memasuki ruangan Altar
dimana Ahui sedang menangis tersedu-sedu.
Edi
: “Ahui, ini ada beberapa titipan dari Shifu untukmu..”
Ahui
: “……..” (Tetap terdiam masih menangis sambil dilihatnya Edi
dan keempat orang murid Boante mengeluarkan banyak barang-barang
titipan untuk Ahui).
Murid
1 : “Buku ini diwariskan dari Shifu untuk Ahui..” (Menyerahkan
Buku penuh tulisan setebal 2cm untuk Ahui pelajari).
Murid
2 : “Peta ini diwariskan dari Shifu untuk Ahui..” (Menyerahkan
peta dunia yang telah diberikan banyak tanda titik dan lingkaran oleh
Boante).
Murid
3 : “Keempat Lilin besar ini diberikan oleh Shifu untuk Ahui”
(Menyerahkan empat lilin merah beserta pematik korek apinya di dalam
sebuah tas kecil untuk Ahui bawa kemana-mana).
Murid
4 : “Tongkat ini milik Shifu yang diwariskan untuk Ahui..”
(Menyerahkan tongkat kayu biasa yang sangat tebal dan buruk seperti
kayu bamboo tua setebal 1,5 – 2cm bentuknya pun tidak indah, tanpa
ukiran, hanya mulus licin tetapi lurus karena tidak ada lengkungan
seperti payung, hanya lurus saja dengan ujung pegangan di tangan
sedikit besar bentuknya setebal 2,5 – 3cm di bagian ujung pegangan
tangan).
Edi
: “Air ini sengaja dipersiapkan untukmu…” (Menyerahkan botol
air yang berbentuk seperti buah labu, lalu dimasukkan Edi ke dalam
tas kecil berisi lilin, buku dan peta). Kemudian Edi menyerahkan tas
kecil dan tongkat tersebut untuk Ahui bawa kemanapun Ahui pergi
bersamanya.
Ahui
: “Terimaa kasih, tetapi saya tidak mengerti saya harus pergi
kemana dan harus bagaimana sekarang?” (Sambil berhenti menangis dan
mengambil semua barang yang diberikan Edi kepadanya).
Murid
1 : “Shifu sudah memberikan tanda angka, lingkaran, dan titik di
dalam peta dimana kamu harus segera berangkat ke sana secepatnya.”
Ahui
: “Apakah saya harus pergi sendiri…?” (Tanya Ahui sambil hampir
menangis lagi karena masih merasa sedih dan takut).
Murid
1,2,3, dan 4 : “Hmm….., begitulah pesannya Shifu dengan jelas dan
sangat tegas kepada kami, sebelum beliau pergi tadi..”
Ahui
: “Shifu pergi kemana?!”
Edi
: “Ahui…, Shifu berpesan pada saya, bila kamu sudah selesai
meditasi, saya harus mengatakan padamu kalo Shifu yang akan mencarimu
nanti, kamu harus mengikuti semua petunjuknya sendiri. Kami semua
sudah diberikan tugas masing-masing, sedangkan saya pun harus
bergegas kembali ke tempat Maha Guru Haite sekarang, yang sedang
terus menunggu saya di kediaman Maha Guru Sinthe..”
Ahui
mendengar penjelasan Edi dan keempat murid tersebut hanya dapat
terdiam dan menunduk sambil memberikan salam hormat untuk berpamitan
kepada Edi dan keempat murid tersebut dengan memberi ketukan 2x
dengan tongkatnya ke tanah untuk menghormati setiap sodara tua, dan
ketukan 1x untuk menghormati sodara lebih muda. Sementara sepanjang
jalan Ahui turun tangga Pagoda bersama Edi dan Empat murid pilihan
Boante hingga menuju pintu keluar Kuil dipenuhi oleh para murid dan
umat-umat Boante yang berdiri memberikan salam, doa, dan bahkan
perbekalan makanan, minuman, dan perlengkapan pakaian sangat penuh
satu tas besar untuk Ahui bawa selama bepergian jauh dimana sudah
disiapkan oleh kedua orang tua Ahui (Ipenk dan Judit) sebelumnnya
beserta uang sedompet penuh dalam tas kecil Ahui. Kesemuanya atas
perintah dan tugas dari Maha Guru Boante.
Perjalanan
Ahui pun di mulai berangkat menuju pulau terpencil di mana terdapat
sebuah Pasar Siluman. Sementara itu Edi berangkat menuju kediaman
Maha Guru Sinthe untuk membantu Maha Guru Haite yang sedang
memulihkan tenaga sambil berusaha mengurung kekuatan Kristal Hitam
yang hampir menghancurkan seluruh rumah dan bangunan tempat kediaman
Maha Guru Haite.
Di
tempat lain, Benua Natflimorwud, dahulu kala dikenal sebagai daerah
yang penuh nuasa indah beraneka ragam jenis pepohonan, pegunungan dan
keindahan alam flora dari bunga-bunganya, namun seiring waktu yang
telah berlalu lama, kini benua indah tersebut tengah berduka,
dirundung awan hitam pekat sepanjang hari, dengan disertai hujan
asam, hingga merusak semua pohon buah, tanaman dan bunga menjadi
layu, rusak, sakit dan mati. Maha Guru Dhigante sedang cemas dan
sangat khawatir dengan firasat yang baru saja diperolehnya tersebut
bahkan dari berbagai laporan-laporan berita para umat-umatnya.
Maha
Guru Dhigante atau Pather Dhigante, dari sejak dahulu telah dikenal
sebagai seorang yang sangat dihormati, dimuliakan dan dijunjung
tinggi karena kemurahan hati dan ketulusannya dalam menolong kaum
miskin tertindas, serta kebijaksanaannya dalam melerai kemarahan,
mendamaikan permusuhan/ peperangan antar warga, dan pelayanannya yang
jujur dan tulus ikhlas dalam mengobati, mengasuh serta mendidik para
narapidana dan orang-orang berdosa (penzinah, perampok dan penjahat)
agar bertobat dan kembali ke jalan yang baik dan benar.
Keadaan
yang damai, berubah menjadi penuh terror penyakit kebencian, adu
domba, kemarahan, dendam dan setiap hari terjadi perselisihan. Bahkan
hari-demi hari, perpecahan antar kelompok pun terjadi, saling
berebutan kekuasaan, masing-masing ingin mendirikan sekte aliran
keyakinan baru, membuat poros-poros dan benteng-benteng kelompok
persekutuan sesat yang menghasut, menghina, menfitnah dan mencemooh
ajaran kebaikan dan kebenaran yang diberikan oleh Maha Guru Pather
Dhigante.
Buku-buku
kitab disalahartikan, disalahgunakan dan bahkan dipakai lebih buruk
lagi untuk propaganda peperangan sehingga banyak warga yang berwawasan
sesat dan mulai membenci jalan kebaikan dan kebenaran. Mereka
menyebut ajaran kebaikan dan kebenaran itu hanyalah omong kosong dan
tipu muslihat belaka yang mengejar keuntungan semata, ditambah
banyaknya jebakan-jebakan yang menjerumuskan bahwa ajaran kebaikan
itu hanya dijadikan ajang pameran kebohongan. Kebencian, amarah,
dendam, dan bahkan adu domba terus memanas di setiap daerah, hingga
keadaan yang dulu damai pun berubah mencekam. Keindahan alam flora
pun musnah seiring para warga dan umatnya mulai berlatih angkat
senjata untuk memulai peperangan perselisihan antar sodara dan
kerabatnya sendiri, tidak lagi mengindahkan arti cinta kasih
sesamanya, karena demi ambisi nafsu untuk mendapatkan kekuasaan
tempat wilayah menjadi pemimpin terkaya dengan korupsi
sebanyak-banyaknya.
Para
homosexual, lesbian, dan bisexual berjamur dimana-mana, penyakit
sekualitas pun menjadi wabah dimana-mana, “party” sex atau pesta
sex bebas pun berhamburan dimana-mana, karena kemiskinan menjadikan
banyaknya anak-anak, remaja bahkan dewasa menjadi budak
diperjualbelikan untuk tujuan pemuasan nafsu rendah layaknya binatang
kelaparan. Karena nilai-nilai moralitas dari kebaikan telah hancur
diganti dengan paham baru yang mencari pembebasan nafsu untuk
memperoleh kebahagiaan bersama dengan korupsi bersama, bersukaria
dalam dosa, dan membenci para manusia suci yang dianggap penipu.
Mereka yang menjadi korban, lambat laun ikut terjun dalam bisnis adu
domba, peperangan antar daerah kekuasaan dan sebagai alat jual beli
pemuasan kebebasan. Tiap kota pun dikuasai para mucikari dan para
mafia dari pejabat korup yang berlomba-lomba menguasai/menjajah
daerah-daerah lainnya. Setiap hari propaganda ditebar bagai gossip
yang mudah sekali menyebar kemana-mana untuk mendemo, merusak dan
memberontak hingga terjadi kerusuhan di gedung-gedung serta
tempat-tempat para petugas negara yang baik, para petugas keadilan
yang benar dan para anggota perkumpulan dari Pather Dhigante.
Benua
Natflimorwud mulai terbelah-belah menjadi beberapa daerah bagian
dengan pemimpin yang berbeda-beda. Keadaan di daerah "Purple Clock
Church" kediaman Pather Dhigante pun semakin terdesak dan semakin
terkucilkan dari wilayah lainnya, batas daerahnya semakin sempit dan
terpencil, sehingga semakin sulit untuk berkembang dengan baik.
Kesusahan yang terus di alami Pather Dhigante, dituliskan melalui
surat-surat yang dikirimkan oleh Fani antar burung-burung merpati
kepada Maha Guru Sister Chihante, Maha Guru Sinthe, Maha Guru Haite,
Maha Guru Gusdante dan Maha Guru Boante.
Sayangnya
Maha Guru Boante tengah pergi jauh menghilang tanpa kabar berita
keberadaannya dimana, sehingga diberitakanlah jawaban dari Ipenk dan
Judit (kedua orang tua Ahui) yang menetap di Kuil Pagoda Sembilan
Naga bahwa Ahui yang akan mewakili Maha Guru Boante sedang berangkat
menuju Pasar Siluman atas perintah dari Maha Guru Boante. Mendengar
kabar berita tersebut, para Maha Guru pun ikut mengutus para
murid-murid mereka untuk ikut menyusul Ahui ke Pasar Siluman.
Pergilah satu persatu murid mereka dari Boy yang telah ditinggal Alm.
Master Guru Alberte setelah hancurnya “Yellow Hat Laboratory” di
Benua Ambifun, kini Boy tengah diperintah Sister Chihante pergi
bersama Chika atas perintah Maha Guru Kyai Gusdante di kediamannya
yaitu “Red Diamond Mosque”, Didi dan Edi diperintah Maha Guru
Sinthe dan Maha Guru Haite, dan Fani pun diutus Pather Dhigante.
Sementara
Qisenk dan Rini (saudara Didi) tetap membantu di Kuil Kura-kura Hitam
kediaman Maha Guru Sinthe, begitu pula dengan Otoy dan Pitet (saudara
Edi) masih menetap di Kuil Macan Terbang milik Maha Guru Haite.
Sedangkan Geri dan Hana (saudara Ahui) tengah melangsungkan acara
syukuran ulang tahun yang ke 70th
Chapel Merpati Biru di kediaman Sister Chihante.
Dalam
surat pertama yang Ahui buka dalam buku pemberian Boante, tertulis
bahwa Ahui harus menyelidiki para siluman di kota Greyland, yang
berada di pulau terlarang dimana Ahui harus menyebrang menggunakan
perahu kecil sendirian, karena tiada satupun nelayan yang mau
mengantar Ahui sampai ke pulau terlarang yang menakutkan tersebut,
karena pulau tersebut penuh dihuni oleh ratusan, ribuan bahkan jutaan
siluman jadi-jadian yang dapat menyamar berwujud manusia, setengah
manusia dan hewan, bahkan ada yang hewan berbentuk raksasa, hingga
segala jenis bentuk keluarga siluman yang baik, maupun siluman buruk
bahkan siluman licik/culas. Ahui harus lulus ujian pertamanya ini
yakni mengikuti kontes sayembara kejuaraan siluman, untuk mencari
perhatian para siluman, dengan begitu Ahui dapat dengan mudah masuk
menyamar agar diterima dalam kelompok keluarga siluman, setelah itu
Ahui baru dapat menyelidiki siapa saja para kelompok siluman jahat
dan membuat strategi perlawanan dengan cara mempelajari kelemahannya,
menemukan, mendeteksi, dan memetakan keberadaan para siluman yang
bekerja sebagai pemburu Kristal Kehidupan.
Di
tengah-tengah lautan, tiba-tiba seekor ikan bawal putih raksasa
sebesar rumah lompat terbang dari dasar air laut, perahu yang Ahui
tumpangi pun ikut terbawa arus air hingga terbalik, Ahui terkaget dan
tercebur tenggelam ke dalam air laut, buruk sialnya Ahui juga tidak
mampu berenang, pasrah ikhlas pikir Ahui menutup mata dan nafasnya
yang sudah tenggelam kemasukan air, jikalau matipun tidak mengapa.
Ternyata tongkat kayu Boante berubah seketika menjadi Ular Naga hijau
laut bersisik emas, dan bersirip berekor kepala merah api. Ular Naga
tersebut seketika membelit tubuh Ahui dan membawa Ahui terbang hingga
tiba menuju tepian pinggir pantai terlarang, dan seketika itu Ular
Naga tersebut kembali berubah menjadi tongkat kayu. Ahui lama pingsan
tidak sadarkan diri hingga ditemukan oleh Edi yang terbang menjadi
burung Elang di angkasa mencari-cari jejak Ahui di sepanjang pulau
terlarang. Edi memiliki kemampuan transformasi menjadi Elang karena
sewaktu mengobati Ahui di Kuil Pagoda Sembilan Naga, Ahui yang saat
itu masih berwujud setengah vampire (bertaring) monster salju
menghisap sebagian darah di lengan kanan Edi saat masih sering
mengamuk sewaktu dibacakan mantra doa oleh Master Guru Boante.
Seketika darahnya terkena racun siluman yang ada di tubuh Ahui,
membuatnya berubah menjadi Monster berbulu burung Elang, Boante pun
terpaksa harus mengajarkannya teknik terbang setiap tengah malam demi
menghindari gossip masyarakat agar Edi mampu menjaga keseimbangan
diri saat terbang dengan bantuan Tongkat Naga milik Boante untuk
menjaga keseimbangan tubuhnya saat latihan terbang di Kuil Pagoda
Sembilan Naga. Oleh karena kemampuannya itu, membuatnya jarang
bertemu banyak orang, tidak banyak bersosialisasi dengan sesama
manusia, karena takut bila mengetahui kebenaran tentang Edi yang
dapat berubah menjadi Elang pasti sangat menakutkan bagi masyarakat.
Edi
langsung datang berusaha membangunkan Ahui yang masih pingsan, karena
panic takut Ahui kehilangan nyawa, Edi langsung dengan terpaksa
memberikan resusitasi jantung paru-paru (CPR) dengan napas buatan,
otomatis Edi harus melupakan dirinya yang telah menjadi pertapa dan
berusaha mencium Ahui yang pingsan. (Owh…, romantisnyah pas
matahari pun mulai terbenam…ckckck…, suit cuit..hehe). Ahui
terbatuk-batuk dan tersadar saat ciumannya Edi yang ke tiga,
(oooowww..oowh, ketahuan..) Edi pun langsung terkaget dan merasa
merah padam wajahnya malu karena memeluk dan mencium Ahui yang
tersadar dari pingsannya, tubuh Edi menjadi kaku tidak mampu
berkata-kata apalagi bergerak pada saat itu terjadi beberapa menit
lamanya saling memandang dengan kaget.
Ahui
: “Eeeeddii..? apa saya udah mati? bagaimana mungkin kau ada di
sini?”
Edi
: “Eennghh..(terdiam terbata-bata tak mampu berkata-kata sejenak
lalu segera teringat), saya mencarimu kemana-mana…”
Ahui
: “Heh? Kok bisa? Kan tadi saya di laut tenggelam???” (Ahui
terkaget menyentuh merasakan pasir pantai karena telah berada di
pantai, padahal seingatnya tadi tenggelam dalam air lautan pasrah mau
mati).
Edi
: “Yah, mungkin kamu terbawa arus air laut ke pantai atau ada orang
yang menolongmu saat jatuh?”
Ahui
: “Ajaib, aneh.. saya pikir saya masih bermimpi?” (Sambil
menampar wajahnya karena dipikirnya sedang menghayal).
Edi
: “Eh, udah cukup jangan menyiksa diri lagi, kau masih hidup, ini
bukan mimpi, yang penting kamu selamat dari bahaya”. (Edi
melepaskan pelukannya langsung berdiri kembali bersikap biasa semula).
Ahui
: “Kamu bohong!!! Gak mungkin!!!”
Edi
: “Haduh Ahui, saya ini harus jujur gimana lagi supaya kamu
percaya?!”
Ahui
: “Buktinya kamu kan pertapa kok malah cium peluk saya, kamu
bohong, ini pasti mimpi!!” (Ahui masih saja menampar cubit wajahnya
sendiri karena merasa bermimpi khayalan).
Edi
: “Duuuhh (sambil garuk-garuk kepala bingung malu jelasinnya) tadi
itu saya memberikan CPR napas untukmu agar kamu sadar dari
pingsan!!!”
Ahui
: “……Eeeeh?” (Berhenti menampar cubitnya seketika lalu
garuk-garuk kepala masih bingung, melihat tongkat kayunya pun tidak
hilang ada persis di dekatnya juga).
Edi
langsung tanpa berpikir lama, menarik tangan Ahui dan membawa serta
tas dan tongkatnya Ahui, dengan terpaksa Ahui pun mengikuti Edi
berjalan dengan cepat di sepanjang pantai sepi itu yang mulai gelap
jelang malam. “Kita mau berjalan kemana lagi?”, tanya Ahui kepada
Edi yang masih menarik tangannya agar ikut berjalan cepat. “Mencari
makanan dan tempat tinggal sementara, semakin gelap sepi gini
bahaya!!!”, jawab Edi yang terus membawa Ahui berjalan dari
semak-semak hutan hingga menuju sebuah jalan besar yang ramai penuh
dengan penjual makanan, pertokoan dan penginapan.
Dalam
hati Ahui berpikir heran, bagaimana Edi dapat menemukannya? (Ahui
tidak mengetahui prihal transformasi Edi menjadi Elang, karena selama
di Kuil Pagoda Sembilan Naga, Ahui yang masih kesakitan kepalanya
saat berubah menjadi monster salju karena keracunan tidak sadarkan
diri akan tindakannya, setiap mantra doa Boante dilantunkan terus
membuatnya perlahan-lahan tenang dan tertidur/berhibernasi sangat
lama). Ahui merasa malu takut untuk bertanya-tanya lagi, karena
memahami sifat Edi yang sangat kaku, keras kepala, galak, kolot,
bebal, dan tidak sabaran/emosional. Sementara Edi terus menggengam
telapak tangan kanan Ahui dengan sekencangnya, hatinya masih takut
dan khawatir Ahui hilang tersesat di jalan dan diculik oleh para
siluman jahat.
Mata-mata
menakutkan sepanjang jalan besar yang ramai itu memandangi mereka
berdua yang dianggap orang asing keluar dari semak belukar. Seketika
langkah kaki Edi terhenti oleh tubuh-tubuh besar genk 5 siluman Babi
Hutan.
Siluman
Babi : “Hei orang asing!! Berani-beraninya masuk kemari!!!”
Edi
: “Kami kemari mau mencari makanan dan tempat tinggal!!!”
Siluman
Babi : “Haha!!! Wajah kalian asing, kami tidak percaya!!!”
(Sambil berlagak sok seperti hendak menantang duel ingin menculik
mereka).
Edi
: “Lebih baik kalian simpan tenaga, kami bermaksud baik bukan ingin
membuang-buang waktu dengan kalian!!!”
Siluman
Babi : “Oooh iya?! Hahaha!!! Cewemu cantik juga, lumayan kalo di
sia-siakan buat teman malam ini untuk kita bersama!!! Hahahahaha!!!”
Gerombolan
Siluman Babi itu pun mulai mengerumuni mereka berdua hendak mencoba
menculik Ahui dari tangan Edi. Semakin kencang Edi menarik Ahui dalam
dekapan perlindungannya. “Maju selangkah lagi, kalian..,saya
habisi!!!”, ujar Edi kepada para Siluman Babi Hutan. Seketika itu
salah satu dari gerombolan menarik tangan kiri Ahui sekuat tenaga
dengan paksa, sedetik itu pula langsung tendangan Edi menghantam
siluman Babi itu terpental jatuh. Melihat kejadian itu, membuat murka
keempat siluman Babi lainnya langsung mengeroyok Edi dan Ahui.
“Tunggu!!!”,
teriakan Boy, Chika, Didi dan Fani datang dari kejauhan, melihat
kejadian yang dialami Edi dan Ahui. Telinga dan hidung Boy yang
setengah siluman Macan Putih berhasil menemukan keberadaan Ahui dan
Edi di Pulau Terlarang di pinggir Kota Greyland. “Kalian harus
berhadapan dengan kami juga, bila kalian berani mengganggu mereka
berdua!!!”, ucap Didi yang paling berani, tangguh, kuat dan tegas.
“Keparat!!! Serang semuanya!!!”, teriak pimpinan genk lima
siluman Babi Hutan.
Ahui
yang sangat kelaparan hanya dapat terdiam lemas dan sangat kelelahan,
langsung dibopong oleh kedua tangan Edi yang membawa Ahui terbang
tinggi mencari tempat aman di atas pohon sampai keadaan aman barulah
Edi akan membawa Ahui turun kembali. Ahui dan semua orang yang
melihat terkaget melihat Edi yang mampu berubah mengeluarkan sayap
terbang bagai burung Elang. “Sejak kapan kau seperti ini?”, tanya
Ahui berbisik di telinga Edi. “Sejak kau menggigit waktu jadi
monster..”, jawab Edi. “Hihihihi…, bulu-bulunya lembut juga
ya?”, ucap Ahui sambil meraba-raba sayapnya Edi. “Jangan
dicabutin, saya bukan kemoceng tau!!”, jawab Edi. “Hihihihi..”,
Ahui senangnya terus mengelus-elus bulu-bulu sayapnya Edi.
Saat
para siluman Babi kaget, serbuan pukulan dan tendangan Didi dan Boy,
menghabisi mereka seketika dalam hitungan menit, dibantu Chika dan
Fani yang memukuli para siluman Babi dengan panci dan kuali masak.
Sampai para babi itu kesakitan dan berteriak-teriak meminta ampun.
“Ampun!!! Lepaskan kami!!!”, ucap para siluman babi itu. “Kami
tidak akan mengampuni kalian, kecuali dengan satu syarat!!!”, jawab
Fani yang paling cerdas. “Ampun!!! Apapun syaratnya kami terima,
tolong maafkan kami!!!”, jawab para siluman babi. “Baiklah!!!,
Syaratnya… kalian harus berjanji menjadi budak pekerja setia untuk
membantu misi kita sampai selesai nanti!!!”, ucap Fani sambil
diberikan paksaan ancaman piso dan golok dapur oleh Boy dan Didi yang
siap menguliti menghabisi mereka menjadi sate babi panggang.
“Baiklah, kami janji akan selalu menjadi pekerja yang baik bagi
kalian..”, ucap para siluman babi yang menyesal dan bertobat.
Para
siluman Babi yang berwatak ceroboh sebenarnya masih memiliki hati
yang cukup baik, mereka tidak suka membunuh makhluk hidup, mereka pun
bersedia menuruti kemauan Fani, Didi, Boy dan Chika, untuk mencarikan
tempat tinggal, persediaan makanan dan minuman bagi semuanya termasuk
Ahui dan Edi. Untungnya siluman babi sangat kaya raya karena hobi
dulunya sebelum bertobat adalah menipu dan mencuri milik siluman
lain, selain itu juga kebiasaan mereka bermabok-mabokan,
berpesta-pora dan berjudi.
Edi
dan Didi yang kelaparan memesan nasi goreng pete vegetarian, Boy
memesan kwetiaw goreng telor, Chika pesan misoa kuah telor, sementara
Ahui kesukaannya mie goreng dadar telor pedas seperti pizza mie, dan
Fani pesan bihun goreng biasa karena tidak mau sama dengan yang lain.
Para siluman babi kewalahan tetapi karena jumlah mereka berlima
beruntunglah jadi pekerjaan mereka mudah dan cepat memasaknya, yang
satu menyiapkan membersihkan bahan, yang dua memasak, yang satu
memotong bahan masakan, sedang yang satu lagi menyiapkan minuman
lemon teh air hangat dengan gula batu.
Sementara
para babi menjadi koki masak, Ahui yang heran menanyakan prihal
keberangkatan Didi, Fani, Chika, Boy dan Edi semuanya ke pulau
terlarang ini. Maka satu persatu mulai berbicara menjelaskan tugasnya
masing-masing dari para Master Guru, salah satunya mereka harus
berkumpul bersama-sama dan membantu tugas-tugas Ahui karena keadaan
Pather Dhigante semakin terpuruk dan terdesak dalam bahaya. Mereka
pun harus saling bekerjasama dalam menyelesaikan tugas dan menyusun
strategi secepatnya untuk menemukan markas besar siluman-siluman
penjahat. Pertama-tama mereka harus memulai dari mewawancara dan
mengintrogasi kelima siluman Babi untuk mencari keberadaan genk-genk
kelompok siluman-siluman lainnya yang kemungkinan besar pasti
memiliki rencana di pulau terlarang ini untuk merekrut pasukan baru
kelompok siluman jahat.
Tersebutlah
kawan-kawan terdekat genk siluman Babi yaitu :
-
Genk Tiga Monyet Gila,
-
Genk Six Silver Gargoyle,
-
Genk Empat Tengkorak Pencabut Nyawa,
-
Genk Ratusan Kelelawar Haus Darah,
-
Genk Sembilan Kepala Leak Terbang,
-
Genk Lima Genderuwo Buang Sial, dan
-
Genk Jutaan Golem Kepala Batu Bata Emas.
Sedangkan
musuh-musuh Genk Lima Siluman Babi adalah :
-
Genk Jutawan Kambing Hitam Tanduk Banteng,
-
Genk Jutawan Tikus Got Hitam Bau Busuk,
-
Genk Hartawan Kelinci Hutan Hitam Bejat,
-
Genk Hartawan Sejoli Ratu Rubah Ekor Empat Licik dan Raja Napsu Srigala Hitam.
Lalu
ada pula kelompok Siluman yang tidak dikenal oleh Genk Lima Siluman
Babi, yang selalu digossipkan dan ditakuti oleh para kalangan siluman
dianggap sebagai para Bos Mafia petinggi Siluman di kalangan Penjahat
kelas tinggi/teratas, yang terkenal sangat kejam lebih dari pada
siluman-siluman lainnya adalah :
-
Pasangan Sejoli Keluarga Ular Kepala Dua (Sedenk) dan Keluarga Kecoak Busuk Pemakan Mayat (Titink) ;
-
Keluarga Sejoli (hombreng) Lekong Raja Laba-laba Beracun (Kopeth) dan Keluarga Raja Kutu Busuk Penggaruk Kulit (Lekine) ;
-
Keluarga Sejoli (Lesbirong) Lesbong Ratu Raksasa Lalat Beracun Napsu (Mimix) dan Keluarga Ratu Belatung Kutukan Pemburu Napsu (Ninin) ;
-
Keluarga Belut Listrik Kepala Tikus Got (Yoyol) dan Keluarga Nyamuk Raksasa Pembunuh Jiwa (Zipet);
-
Keluarga Lipan Mencret Seribu Kaki Gajah Bengkak (Uvil) dan Keluarga Kalajengking Bau Tinja Beracun Besi (Vaku);
-
Keluarga Hyna Ingusan Kepala Tiga (Weler) dan Keluarga Harpy Bau Jamur Kaki Benjol (Xikili).
Begitu
banyaknya kumpulan siluman-siluman, membuat Ahui, Edi, Didi, Fani,
Boy dan Chika harus membagi-bagi tugas untuk menyelidiki
masing-masing genk/kelompok siluman karena mereka kebingungan
berangkat menuju tempat siluman-siluman tersebut apabila pergi secara
bersamaan pastilah akan menghabiskan banyak waktu. Untunglah menurut
berita dari salah satu siluman Babi mengingatkan setiap sabtu dan
minggu biasanya selalu ada kegiatan kontes pertandingan dan pesta
besar-besaran di pusat pasar kota Greyland. Menurut keterangan para
siluman babi, di saat kegiatan tersebut, biasanya semua siluman akan
berkumpul, berfoya-foya, bermabuk-mabukan, berjudi, dan berpesta
pora. Kesempatan baik bagi mereka sehingga tidak perlu pergi
berpencar dan berjauh-jauhan untuk menyelidiki tiap-tiap genk
siluman, karena ternyata para siluman tersebut akan datang berkumpul
untuk berpesta pora. Hanya saja, siluman babi mengingatkan bahwa
mereka harus menyamar menjadi salah satu genk siluman para sahabat
dari siluman babi agar tidak dicurigai dan diketahui oleh para
siluman penjahat yang beberapa siluman itu pasti sudah pernah melihat
dan mengenal mereka seperti Sedenk dan Titink, Siluman Tikus Got,
Rubah dan Kelinci Hitam. Namun sebelumnnya, saran terbaik dari para
Siluman Babi adalah mereka harus mendekati para kawan-kawan baik
siluman babi agar dapat membuat poros koalisi kekuatan baru jika
nantinya hendak melawan koalisi kekuatan siluman jahat para bos kelas
mafia atas tersebut.
Melalui
banyak pertimbangan, Fani yang paling cerdas memiliki usulan lain.
Agar para siluman Babi mengundang para pimpinan genk siluman
kawan-kawannya untuk datang ke pesta ulang tahun persahabatan di
rumah para siluman Babi, sehingga dipikir Fani tidak perlu
repot-repot menyamar lagi hanya akan menghabiskan banyak waktu dan
biaya lagi untuk membuat kostum samaran. Didi pun setuju dengan Fani
karena lebih baik menghadapi langsung para siluman tersebut untuk
mengajak mereka berkoalisi, jika mereka menolak dan mengajak
bertarung kekuatan pun akan lebih aman dan seimbang jika dalam
lingkungan sendiri, selain itu juga tidak akan mungkin kelompok
siluman lainnya akan ikut intervensi jika tidak diundang secara
pribadi, sehingga dapat menghindari para kawanan genk siluman
penjahat kelas berat yang mengintai keberadaan mereka khususnya Ahui
yang pernah diketahui berhadapan langsung dengan para siluman kelas
berat. Boy, Chika, Edi dan Ahui setelah mendengar saran Fani dan Didi
yang bijaksana pun menyetujui rencana mereka bersama.
Secepatnya
para siluman babi mengirimkan pesan singkat mengundang para tetua
pimpinan genk kawan-kawan siluman terdekatnya itu secara pribadi, dan
langsung dibalas jawaban mereka, yang pasti harus datang oleh
permintaan khusus dari siluman babi. Tentu saja dengan iming-iming
uang jaminan harta dari siluman babi yang harus dikorbankan demi
tercapainya tujuan rencana Fani dan Didi. Tetapi Fani pun tidak kalah
cerdik, karena para genk siluman besar biasanya memiliki harta
berlimpah, dan apabila rencana Fani berhasil, maka otomatis siluman
babi pun pasti kebagian memperoleh banyak keuntungan harta dari hasil
kekalahan para genk besar siluman penjahat itu.
Hanya
butuh waktu dua hari persiapan, semuanya dekorasi, jamuan makanan dan
minuman mewah, serta meja dan kursi dengan perlengkapan senjata dan
peralatan dipersiapkan di kebun belakang rumah dan beberapa ruangan
di kosongkan untuk antisipasi bila diperlukan pertarungan diantara
mereka. Tibalah hari yang ditunggu-tunggu oleh mereka, perjamuan
makan siang bersama para tetua pimpinan siluman.
Beberapa
tetua telah hadir lengkap membawa para serta pengawal pribadi mereka,
hingga semua tetua pimpinan siluman datang, barulah acara rapat
tertutup dimulai, diikuti perjamuan makan siang. Pimpinan Lima
Siluman Babi Hutan pun langsung menjelaskan dan memperkenalkan mereka
kepada Edi, Ahui, Didi, Fani, Boy dan Chika.
Pimpinan
5 Siluman Babi Hutan : “Adapun maksud kami mengundang selain untuk
merayakan acara ulang tahun persahabatan kita selama 25 tahun
lamanya, kami juga bermaksud untuk mengajak para sahabat siluman
berkoalisi menggabungkan kekuatan bekerjasama untuk bersaing melawan
koalisi siluman penjahat kelas atas yakni musuh kita bersama yaitu
Raja Sedenk dan Ratu Titink, beserta antek-anteknya itu.”
Pimpinan
3 Monyet Gila: “Maksud lu apaan sih? Kita 25 taon baik-baik aja,
ngapain juga musti koalisi gitu-gituan segala..” (Ucapan Tetua
Siluman Monyet yang paling cerdas itu disetujui oleh Tetua Siluman
lainnya yang keheranan).
Pimpinan
5 Siluman Babi Hutan : “Untuk itulah, maka saya akan memperkenalkan
kalian kepada para manusia berkekuatan super yang pernah bertarung
berhadapan langsung dengan Raja Sedenk dan Ratu Titink, mereka adalah
Ahui, Edi, Didi, Fani, Boy dan Chika…” (Ucapan Tetua Babi membuat
pata tamu tetua siluman lain jadi kaget melihat munculnya kehadiaran
para manusia di rumah Tetua Babi, sekaligus murka karena merasa
ditipu dan dipermainkan oleh Tetua Babi).
Pimpinan
4 Tengkorak Pencabut Nyawa : “Sialan lu ya!!! Lu mau jebak kita
orang apah dengan membawa orang asing kemari dan ngajak kita orang
ikut campur urusan manusia segala!!!” (Amarah Tetua Tengkorak
diikuti para Tetua Siluman lainnya yang langsung berdiri hendak pergi
keluar dari rumah Tetua Babi).
Fani
: “Tunggu dulu!!! Kalian tidak boleh pulang sebelum kalian
menyetujui keinginan kami!!!”
Pimpinan
5 Genderuwo Buang Sial : “Eh, kampret!!! Maunya apa sih kalian ini
para manusia sinting!!! Apa perlu kita orang hajar kalian biar tau
rasa!!!Heh!!”
Didi
: “Eh, kita kesini ngajak lu orang baik-baik untuk kerjasama
koalisi, pikirin lu pada pake otak!!! Pastinya bisa bikin lu orang
cari keuntungan bersama, tapi lu orang malah maunya ngajak berantem
aja!!!” (Sejenak para Tetua Siluman saling berembuk berbisik-bisik
bersama setelah mendengar ucapan Didi tersebut).
Pimpinan
9 Kepala Leak Terbang : “Begini aja deh, setelah saya pikir sama
para Tetua lainnya, menurut Tetua Monyet yang paling sakti karena
memahami sifat manusia, maka kami memutuskan untuk mendengarkan
terlebih dahulu maksud dan tujuan kalian bersama, untuk keputusan
kita orang mau ikut gabung koalisi atau tidak, nanti Tetua Monyet
yang memutuskannya langsung setelah kalian ceritakan semuanya dengan
sejelas-jelasnya sambil kita orang makan siang, gimana???”
Pimpinan
Ratusan Kelelawar Haus Darah : “Lah, mubajir disediakan makanan dan
minuman dianggurin mah atuh, mending kita makan dan minum sambil
cerita-cerita dulu ajah!!!”
Boy:
“Ealalaaaah, emang kita orang maunya ngajakin kongkow-kongkow
sambil makan bareng, pegimana sih lu pada aja yang emosian duluan!!!”
Pimpinan
6 Silver Gargoyle : “Kalo saya sih dari tadi ikut-ikutan wae lah,
sok atuh apa duduk lagi biar adem ceritanyah…” (Semuanya duduk
kembali dalam satu meja besar sambil memulai makan dan minum
bersama).
Pimpinan
Jutaan Golem Kepala Batu Bata Emas : “Mendengar keuntungan tadi,
saya cukup tertarik!! Pegimana ceritanya tuh, saya mau dengar dan
memang saya ada dendam pribadi dengan si Titink sialan itu karena
pernah manfaatin mengambil emas-emas saya untuk dihutangin Titink
tapi kabur tanpa jejak membayar kembali, malah saat saya tagih
hutangnya dihujanin serangan para siluman pembunuh pimpinan lakinya
si Sedenk itu, ingin hati saya meremukkan si Titink keparat itu yang
udah hancurkan seluruh pertambangan emas milik saya, merampok dan
juga membunuh banyak keluarga sodara dan kerabat saya jadi korban
ulah kejahatan si Titink dan si Sedenk Jahanam itu!!!”
Hampir
dua jam lamanya mereka semua saling bertukar cerita masing-masing
sambil menghabiskan makanan dan minuman di atas meja perjamuan siang
tersebut. Suasana yang tadinya panas penuh emosi pun berubah menjadi
dingin dan mulai menghangat di antara mereka semua, setelah mereka
satu per satu menjelaskan dendam pribadi masing-masing. Tetua Monyet
sangat dendam dengan Siluman Laba-laba yang hampir membunuh kawanan
Biksu Tong saat mengawal ke Barat. Tetua Gargoyle dan Kelelawar
sangat sakit hati dipermainkan cinta diadu domba oleh Siluman Harpy.
Tetua Tengkorak lebih buruk lagi, keluarganya hancur jadi santapan
Siluman Hyna Kepala Tiga itu. Tetua Leak dibohongin hampir oleh semua
Siluman Jahat itu untuk dijadikan guru ilmu sihir, tapi setelah
mereka berhasil malah mengurung Tatua Leak dan membunuh seluruh
keluarganya sebagai alat uji coba latihan mereka berbuat jahat,
untunglah bertemu kawanan Tetua Monyet dan Biksu Tong yang
menyelamatkan Tetua Leak dari kurungan mantra dalam gunung batu.
Sedangkan Tetua Genderuwo lebih sakit hati lagi karena jadi
bulan-bulanan penderitaan seluruh kerabatnya yang miskin harus
dihina, direndahkan dan diinjak-injak menjadi para budak yang digaji
murah dan disiksa sampai mati oleh para Tetua Mafia Siluman Jahat
yang selalu bersenang-senang di atas penderitaan kematian para
kerabat-kerabatnya.
Chika
: “Jadi gimana? Apakah para Tetua semua sudah menyetujui maksud
tujuan rencana kami untuk koalisi bersama?”
Pimpinan
3 Monyet Gila : “Tapi dengan satu syarat dari kami!!! Kalian para
manusia harus diuji dulu, apakah kalian mampu bertarung seimbang
selama 10 menit melawan kami, syukur-syukur bila mampu mengalahkan
dan ataupun menangkis serangan ilmu jurus-jurus kemampuan terhebat
dari kami para Tetua semua, karena saya tidak suka dengan
manusia-manusia pembohong yang hanya pamer tapi kenyataannya tanpa
bukti nyata!!!”
Didi
dan Edi : “Baik!!! Kami Setuju!!!” (Teriakan Didi dan Edi yang
spontan).
Fani
dan Chika : “Kapan dan dimana?, di sini pun kami siap!!!” (Seruan
Fani dan Chika disetujui semuanya oleh Ahui, Boy, Edi dan Didi).
Pimpinan
3 Monyet Gila : “Pastinya bukan di sini!!! Sabar dulu!!! Karena
saya sedang memanggil teman terbaik saya (Lewat Hp via sms dan wa)
sewaktu perjalanan bersama Biksu Tong ke Barat, sudah pastinya kalian
kenal dengan Siluman Ikan Kappa Raksasa Bawal Putih yang kemarin
sempat menguji salah satu dari kalian tercebur di lautan, hahaha!!!”
Ahui
: “Sialan!!! Awas nanti akan saya tipuk dia!!!”
Pimpinan
3 Monyet Gila : “Hehehe, dia mengujimu saja, jangan dianggap
serius, karena itu atas perintah saya juga!!!”
Ahui
: “Darimana kamu tau bahwa saya akan datang ke pulau terlarang
ini?”
Pimpinan
5 Siluman Babi Hutan : “Dia memiliki kesaktian mata dewa atas
karunia cinta Dewi Kwan Im, saya pernah ikut bersamanya ke Barat,
jadi dia sudah tau semuanya atas perintah Dewi Kwan Im.”
Ahui
: “Jadi kalian berlima juga menguji saya dan Edi?”
Pimpinan
5 Siluman Babi Hutan : “Hehehe, ya begitulah kira-kira…”
Semua
Tetua Siluman : “Huahahahahahaha….” (Tertawakan Ahui, Chika,
Fani, Boy, Didi dan Edi). Beberapa saat kemudian datanglah Siluman
Ikan Kappa Raksasa Bawal Putih dengan tergesa-gesa dipanggil Tetua
Monyet.
Siluman
Ikan Kappa Raksasa Bawal Putih : “Salam persaudaraan untuk
semuanya!!! (Memberi hormat kepada semuanya) Pertama-tama saya mohon
maaf kepada Ahui karena sudah mengujimu kemarin, ehm…atas perintah
Kak Monyet kepada saya”, sambil jarinya menunjuk Tetua Monyet yang
senyum.
Ahui
: “Dasar Monyet Sialan, Awas kau nanti!!!”
Pimpinan
3 Monyet Gila : “Hihihihihi…!!!” (Tertawa puas).
Pimpinan
5 Siluman Babi Hutan : “Silahkan duduk dulu Dik Kappa..” (Siluman
Kappa pun ikut duduk dan menerima jamuan minum teh oleh Tetua Siluman
Babi).
Pimpinan
9 Kepala Leak Terbang : “Baiklah!! Semua sudah berkumpul, mari kita
siap-siap berangkat pukul 3.30 sore ini ke pantai timur laut..”
Fani
: “Jadi kita mau bertarung di pantai timur?”
Pimpinan
6 Silver Gargoyle : “Begini ceritanya, kenapa kami memilih pantai
timur laut, karena Tetua Ikan Kappa memiliki kerabat laut yang sudah
pasti Istana-nya jauh lebih aman dari bahaya di darat dan udara..”
Boy
: “Heh? Maksudnya gimana? Kenapa ribet begitu?”
Pimpinan
3 Monyet Gila : “Haduh…lu orang manusia pada bodo makanya gagal
pencerahan!!! Di darat tiap malam sampai pagi selama 12 jam dari jam
8 pagi sampai 8 malam, ada Patroli pasukan Siluman Tikus, Rubah dan
Srigala. Lalu Tiap Siangnya ada Patroli pasukan Siluman Kambing dan
Kelinci. Belum lagi di jalur udara, ada banyak pasukan siluman
serangga, kutu, Harpy, dll yang biasa aktif setiap malam. Kecuali
lalat dan belatung yang datang hanya lapar tercium bau kotor dan
busuk saja. Selebihnya di jalur lautan aman, karena Ular dan Belut
hanya tinggal di daerah perairan kotor, sungai dan danau, dan sangat
ketakutan berada di lautan bebas..”
Didi
: “Loh, memang di lautan ada siapa yang ditakutin?”
Pimpinan
4 Tengkorak Pencabut Nyawa : “Jawabannya ada pada Tongkat miliknya
itu!!!” (Sambil semua Tetua Siluman menunjuk ke arah Ahui).
Boy
: “Kenapa dengan Tongkatnya? Bukannya itu hanya tongkat kayu
biasa?”
Semua
Tetua Siluman : “Huahahahahahaha….”
Ahui
: “Kenapa dengan Tongkat ini? Ini kan milik Maha Guru Boante?”
Pimpinan
Jutaan Golem Kepala Batu Bata Emas : “Baiklah, biar tidak terlalu
lama bicara, singkatnya saya jelaskan, Tongkat itu bukan tongkat
biasa, Pemilik aslinya adalah Siluman Ular Naga Antaboga, yakni
Pimpinan tertinggi yang disegani, ditakuti dan dihormati semua
siluman di dunia ini dari seluruh Tetua Naga di semua penjuru lautan
utara, barat, timur dan selatan." “Woooaaaah…!!!!” semua
(Ahui, Didi, Edi, Chika, Boy dan Fani) terkaget-kaget.
Pimpinan
3 Monyet Gila : “Udah ah…kelamaan, nanti keburu magrib kalo
kemalaman bisa berbahaya, ayo cepat berangkat!!! Kita menuju Istana
Naga Laut Timur, saya mau pinjam tempatnya untuk kita latihan,
peralatannya dan pastinya kapal selam untuk kita berangkat ke tempat
jauh!!”
Ucapan
terakhir dari Tetua Monyet pun diikuti langkah kaki berjalan para
Tetua Siluman lainnya dan diikuti oleh Ahui, Edi, Boy, Chika, Didi
dan Fani. Mereka bergegas menuju Pantai Laut Timur, Siluman-siluman
pasukan laut (katak, bebek/itik/angsa, kepiting, singa laut,
berang-berang, buaya, penyu, ikan, udang/lobster, keong/kerang,
cumi/sotong dan gurita) langsung menyambut kedatangan mereka dengan
membelah air laut timur menjadi sebuah tangga bawah tanah menuju
Istana Naga Laut Timur. (Wuiiiih…. kerreeeen…!!! dalam hati Ahui,
Edi, Chika, Boy, Didi dan Fani). Seketika mereka juga disuguhkan
keindahan alam bawah laut, bak berjalan dalam museum maritim dalam
akuarium kaca yang besar di “Sea World”, dengan
terbengong-bengong tidak mampu berkata-kata karena luar biasa indah
dan luasnya Istana di bawah lautan itu. Sepersekian detik setelah
para tamu masuk dalam Istana, air laut pun langsung menutup pintunya
seperti lautan biasa sedia kala tanpa celah setitikpun.
Raja
Naga Laut Timur : “Silahkan masuk!! Salam semuanya!! Mari!! Anggap
saja rumah sendiri!!!..” Seraya sambil menjamu dan menyiapkan
tempat peristirahatan bagi semuanya.
Pimpinan
3 Monyet Gila : “Hallaaah, gak usah basa-basi gitu!! Langsung aja,
saya datang, hehehe…biasalah mau pinjam kapalmu itu loh!!!”
(Menunjuk ke arah Kapal Selam peninggalan Angkatan Laut Rusia yang
paling gagah).
Raja
Naga Laut Timur : “Sialan kau Monyet Gila!!! Itu satu-satunya yang
paling berharga milik pribadi tau!!! Bini gua bisa marah-marah
nanti!!!”
Pimpinan
3 Monyet Gila : “Psssttt…eeeh, inget yah…, kalo lu gak kasih
gua pinjem itu kapal, nanti gua bocorin acara nikah anak lu sama
si..ehm..!!! (bisik-bisik pelan-pelan) Atau Istana ini saya obrak
abrik lagi..”
Raja
Naga Laut Timur : “Monyong!!! Sialan kau!!! Ya sudah baiklah..!!!”
Pimpinan
3 Monyet Gila : “Huahahaha…, terima kasih banyak yah!!! Pastinya
berkah dan karunia berlimpah untuk Maha Raja Naga Laut Timur!!!”
Sambil memberi hormat dan ucapan terima kasih.
Pertarungan
singkat dengan waktu 10 menit, antara Tetua Siluman dengan para
manusia (Ahui, Edi, Didi, Boy, Chika dan Fani) akan segera dimulai di
pelataran Istana yang luas. Diumumkan dari yang pertama bertarung
hingga yang terakhir nanti secara berturut-turut ialah Tetua
Genderuwo Buang Sial dengan Boy, Tetua Ratusan Kelelawar Haus Darah
dengan Fani, Tetua Tengkorak Pencabut Nyawa dengan Ahui, Tetua Golem
Kepala Batu Bata Emas dengan Didi, Tetua Silver Gargoyle dengan Edi,
dan Tetua Leak Terbang dengan Chika. Terakhir yang paling terkuat
akan berhadapan dengan Raja Naga Laut Timur dan Tetua Monyet Gila.
Pertama,
Boy dan Tetua Genderuwo, kekuatan seimbang, saat Boy berubah diri
menjadi Macan Putih Bertanduk Banteng beberapa kali dapat melompat
dan mencakar Genderuwo karena kekuatan indra hidung dan kupingnya
yang tajam atas setiap gerak langkah Genderuwo yang berat mudah
diketahui meski kemampuan menghilangnya sangat membuat Boy cukup
bingung hingga kemawalahan, untungnya Boy tidak terlalu terkecoh, Boy
pun menang.
Kedua,
Tetua Ratusan Kelelawar Haus Darah dengan Fani, Ilmu menyerang
keroyokan Kelelawar membuat Fani sangat pusing dan hampir kalah
dikepung dan dicabik-cabik cakar bahkan digigit-gigitin ratusan
anak-anak kelelawar. Fani murka dan ternyata gigitan-gititan
kelelawar itu membuatnya berubah bersinar menjadi Kupu-kupu Ungu
Raksasa yang dengan kibasan besarnya membuat para kelelawar jatuh
terkapar bagai terkena angin puting beliung. Fani dan Tetua Kelelawar
Seri-Seimbang-sama kuat. Transformasinya Fani sebenarnya berlangsung
sangat lama, karena Fani hanya terkena cipratan muntahan racun Boy
saat bersama Chika menolong Boy yang keracunan gigitan Sedenk dan
Titink. Karena dipikirnya tidak akan beracun setelah meminum sedikit
sisa elixir Sisiter Chihante, tetapi setiap pagi hari, Fani merasakan
banyak gulungan kapas ungu di kamarnya, yang diam-diam dia malu
menceritakan pada Pather Dhigante, tetapi lambat laun Pather Dhigante
tidak sengaja menemukan kapas ungu beterbangan di banyak ruangan,
barulah Pather Dhigante memintanya langsung berangkat berobat kepada
Tabib Sister Chihante. Karena terlambat diobati, Sister Chihante
berusaha memperlambat transformasi monster di tubuhnya agar dapat
bermetamorfosis dengan sempurna menjadi Kupu-Kupu Ungu Raksasa nanti
pada waktunya Fani benar-benar mengeluarkan seluruh emosinya.
Ketiga,
Tetua Tengkorak Pencabut Nyawa dengan Ahui, beberapa kali Ahui terus
menghindar serangan tengkorak, tetapi Ahui pun kebingungan sulit
melukai apalagi menjatuhkan tengkorak yang luar biasa keras dan kuat
itu, seringkali Ahui terpukul dan kesakitan, bahayanya emosi Ahui
yang sulit terkontrol membuatnya berubah menjadi Monster Beruang
Salju seketika mengamuk membabi buta, beberapa kali memukul salah
sasaran, beberapa bagian istana hancur, lautan terombang-ambing
seperti sedang dikocok-kocok mabuk lautan (sampai semua para penonton
dan Tetua muntah-muntah ikut pusing, kecuali Tetua Monyet santai
keasikan), dan teriakan amarah emosinya membuat para tengkorak itu
bergetar ketakutan dan hampir remuk dibuatnya. “STOP!!! Cukup
Ahui!!! Ingatkan dirimu!!! Tetua Tengkorak bisa hancur nanti!!!”,
ucap Edi yang langsung berteriak terbang ke kuping Ahui untuk menahan
amarah amukan diri Ahui, seketika mendengar Edi, Ahui pun sadar dan
mulai melemah, menarik dalam-dalam nafasnya, menahan emosinya, ibarat
di film kingkong yang menyayangi kekasihnya. “LUAR BIASA…!!!Cocok
Lawan saya nanti ya!!!”, ucap Tetua Monyet Gila dengan senangnya
karena menemukan lawan seimbang. “SINTING!!! SAMA GILAnya!!!”,
ucap Raja Naga Laut Timur yang sangat pusing melihat sebagian
Istananya amburadul hancur karena Ahui.
Keempat,
Tetua Golem Kepala Batu Bata Emas dengan Didi, karena ketangkasan,
kelincahan dan gerakan cepat Didi, dengan mudah Didi selalu mengelak
dan memukul berkali-kali beberapa titik kelemahan Tetua Golem, Didi
dikenal sebagai yang paling jago ilmu silat kungfunya dan terkuat di
antara mereka ber-enam. Didi selalu menganggap Ahui sebagai adiknya,
karena memiliki karakter kuat dan tangguh seperti dirinya. Begitu
mudahnya hitungan satu menit, Tetua Golem yang gerakannya lambat dan
berat langsung keok seketika jatuh, Didi menang dengan mudah.
“Mantab!!! Ini baru saingan saya yang seimbang!!!”, ucap Raja
Naga Laut Timur langsung berdiri, diikuti tepuk tangan para Tetua
lainnya dan memilih Didi sebagai lawannya yang paling seimbang.
Kelima,
Tetua Silver Gargoyle dengan Edi, ibarat menonton pertunjukkan
pesawat terbang latihan bertempur dengan ilmu meringankan tubuh,
mereka berdua seimbang dengan kekuatan terbangnya masing-masing, maka
waktu 10 menit pun hampir habis dengan hasil biasa saja
imbang-seri-sama kuat.
Keenam,
Tetua Leak Terbang dengan Chika, sebelumnya ada kisah dimana Chika
sering berdekatan bermesraan dengan Boy yang tengah dirawat Tabib
Sister Chihante dan Master Kyai Gusdante, saat Boy masih menjadi
monster Macan terkena racun waktu itu. Chika pun tertular racun dalam
tubuh Boy karena terlalu dekat dengan Boy, seperti halnya Edi terkena
karena Ahui. Chika pun langsung bertransformasi menjadi Siluman
Peacock/burung Hong Phoenix Merah Raksasa berapi-api seluruh
tubuhnya, saat melawan Tetua Leak Terbang. Pertarungan sangat seru,
karena ibarat melihat pertunjukkan sirkus bola-bola api antara
keduanya, yang hampir-hampir menghanguskan sebagian Istana Laut
Timur, untunglah waktu 10 menit begitu singkat, bila tidak, copot
jantung Raja Laut Timur yang hampir stress melihat kebakaran api
menyasar di mana-mana sebagian Istana-nya itu. Keduanya menang sangat
seimbang, sama-sama kuat.
Pertarungan
ketujuh adalah Didi dengan Raja Laut Timur, ibarat nonton film kungfu
antara Wong Fei Hung melawan Ip-Man, penonton pun bingung menonton
siapa pemenangnya? Kedua-duanya menguasai gerakan sangat lincah,
cepat, gesit dan luar biasa berimbang. Jurinya tentu saja Tetua
Monyet Gila, saking pusingnya Monyet Gila harus membelah diri menjadi
tiga untuk menentukan pemenangnya, tentu saja Raja Naga Laut Timur
yang menang 2x pukulan kilat tanpa bayangan. Maka Raja Laut Timur
dengan senang hati memberikan anugrah pada Didi, mengangkatnya
menjadi anak dari Raja Laut Timur, dengan demikian ilmu barunya pun
langsung seketika diberikan pada Didi yakni Pecahan Mutiara Naga
miliknya, dalam hitungan detik saat Didi memakannya, Didi berubah
wujud menjadi Greenscale Komodo Dragon, sebagai satu-satunya simbol
transformasi dari Pemimpin keturunan Naga di daratan yang paling
berbahaya di dunia.
Terakhir
paling berbahaya adalah Tetua Monyet Gila dengan Ahui, dimana Raja
Laut Timur memberi larangan tidak boleh lebih dari 5 menit. Karena
takut seluruh isi Istananya hancur ambruk akibat pertarungan mereka.
“Ayo!!! Maju Monyet Imut Putih!!! Mari bertarung!!! Sesama Monyet
Gila!!!”, ucapan menyebalkan Tetua Monyet Gila itu, membuat Ahui
yang mudah emosi pun mengamuk menjadi Monster Beruang Salju Raksasa
bertarung seimbang dengan Tetua Monyet Gila. Setiap pukulan dan
tendangan dibalas serupa, sama kuatnya, hanya saja, getaran pukulan
tenaga raksasa itu membuat seluruh isi Istana berguncang,
memusingkan, semua penonton pun mabok muntah-muntah, karena air laut
seperti pasang bergolak di kocok-kocok. Belum lagi petir
menyambar-nyambar saat Tetua Monyet mengeluarkan Tongkat Sakti Raja
Laut Timur yang disimpan dalam telinganya berhadapan dengan Tongkat
Ular Naga Emas Antaboga. “Piiaaang, Teeeng…, Plaaang,
Jedaaar..Jedoor.., Dueeerr…”, seluruh lautan hingga langit pun
berguncang seperti gempa mau tsunami. Pertarungan asik yang dilakukan
Tetua Monyet Gila itu tetap saja tidak mau mengalah, sampai dengan
pukulan kencang terberatnya Tetua Monyet membuat Ahui sedikit terbawa
getaran mundur hampir terjatuh beberapa langkah untung tertahan
Tongkatnya, dikarenakan Ahui juga sudah cukup kelelahan habis energy
melawan Siluman Tengkorak. “Acch…saya rasa cukup!!! Kasihan kau
kelelahan!!! Mari kita selesai dan istirahat..saja!!!, sebelum para
dewa langit murka nantinya, gara-gara saya, hihihi..!!!”, ujar
Tetua Monyet Gila kepada Ahui, sambil melihat sekeliling mereka, para
penonton pada pusing terjatuh karena mabok dan muntah. Dilihatnya Edi
pun tergeletak pusing muntah karena guncangan hebat, membuat Ahui
langsung melemah dan berubah seketika menjadi manusia biasa berlari
memeluk Edi yang tengah pingsan mabok lautan. Tetapi karena Ahui pun
kelelahan, dia malah pingsan duluan jatuh menindih Edi yang terkaget
langsung buru-buru berusaha bangun dan mengangkat membopong Ahui
untuk membawanya istirahat karena kelelahan di tempat duduk tiduran,
sambil Edi memberikan jubahnya menutup tubuhnya yang lemah dan
sebagian tenaga dalam energy Chi-nya disalurkan untuk dapat
memulihkan kesadaran Ahui.
“Berikan
ini padanya dan semua sahabatmu yang lainnya!!! Kamu juga ya!! Dan
istirahat semua!!! Perjalanan Esok masih panjang…”, ujar Tetua
Monyet Gila, memberikan seBotol Pil Obat simpanannya pemberian
titipan Dewi Kwan Im untuk diberikan kepada mereka semua, setelah
Tetua Monyet selesai dan berhasil menguji mereka sampai lulus. “Besok
malam, kita berangkat menuju kediaman Pather Dhigante!!! Persiapkan
diri kalian semua!!! Karena saya, Tetua Babi, Tetua Raja Laut Timur
dan Tetua Ikan Kappa, tidak dapat ikut mengantar kalian, sebab
mendapat panggilan darurat untuk melapor ke Istana Raja Langit..,
Kalian akan diantarkan oleh para Tetua lainnya dan para pasukan Laut
Timur dengan Kapal Selam milik Raja Laut Timur”, ucap Tetua Monyet
Gila, seraya langsung berjalan menghilang menuju tempat istirahat
yang telah dipersiapkan untuknya. Disusul oleh para Tetua lainnya dan
kemudian Edi membawa Ahui, Didi membawa Fani, sementara Boy dan Chika
sudah langsung menghilang duluan.
Keesokan
pagi harinya, Edi yang masih tertidur, dengan mengendap-endap, Tetua
Monyet Gila masuk ke kamarnya Edi, dengan ilmunya yang berubah
menjadi lebah. Tanpa banyak omong, Tetua Monyet Gila langsung
membangunkan kaget Edi dengan sekali cubit, saat Edi kaget dan
menguap, dengan cepat tangan Tetua Monyet Gila langsung melemparkan
salah satu cabutan bulu emas di kepalanya ke dalam mulut Edi hingga
tertelan dan tersedak. Agar Edi tidak berani memuntahkan, Tetua
Monyet langsung menotok tubuhnya agar diam menelan bulu emas milik
Tetua Monyet Gila itu. “Ingat ya!! Sssstt… Rahasia!!! Kamu akan
tau nanti khasiatnya!!! Kamu harus selalu melindungi kekasihmu,
Ahui!!! Karena melihatmu sangat lemah, saya takut Ahui sedih dan
menderita!!! Bagi saya, dia sangat unik, special, layaknya saya juga
sepertimu, menyukainya…,hmm..saya harus pergi melapor akibat ulah
saya kemarin, maka saya akan jarang menemanimu semua, jadi yang kau
telan itu sudah mewakili saya untuk melindungi Ahui dari bahaya
nantinya!!! Titip pesan untuk yang lainnya, saya harus pergi
duluan!!!”, ucap Tetua Monyet Gila itu seraya langsung menghilang
dan pergi bagai kilatan cahaya emas. Kesaktian Mata Dewa Tetua Monyet
Gila mampu menerawang masa depan Ahui yang berbahaya, makanya dia
memberikan kesaktiannya untuk Edi agar dapat melindungi Ahui. Dalam
hitungan menit, saat Edi lepas dari ilmu totokan Tetua Monyet,
tiba-tiba seluruh tubuh Edi berubah menjadi berbulu emas mirip Tetua
Monyet Gila namun karena Edi sebelumnya Elang bersayap, kini menjadi
Golden Hawk Gargoyle (Elang Emas Bertubuh Monyet atau jadi mirip
seperti Siluman Golden Gargoyle). Kejadian itu hanya dia sendiri yang
mengetahuinya, secepatnya dia berusaha mengendalikan nafas dan
emosinya agar dia langsung dapat kembali berubah normal menjadi
manusia biasa, sehingga tidak dicurigai oleh siapapun juga.
Setelah
semuanya berkumpul, Edi pun menceritakan prihal Tetua Monyet yang
telah pamit, pergi lebih dulu kepada Raja Naga Laut Timur.
Seselesainya berpamitan, Siluman Lima Babi Hutan berpesan, akan
menyusul mereka dengan Tetua Monyet, Tetua Ikan Kappa dan Raja Naga
Laut Timur setelah mereka selesai menghadap ke Istana Raja Langit.
Berangkatlah mereka (Ahui, Edi, Chika, boy, Didi dan Fani, bersama
para Genk Tetua lainnya) menuju Benua Natflimorwud, "Purple Clock
Church" kediaman Pather Dhigante.
Takdir
ternyata berkata lain, karena berkat kekuatan Kristal kuning yang
telah dirampas oleh Sedenk dan Titink, mereka telah mampu membuat
berbagai macam teknologi canggih seperti robot, bionic hingga cloning
berbagai jenis sel-sel penyakit. Sedenk pun dapat membuat kepala baru
yang terbuat dari bionic robotic penuh senjata mematikan yang
dikendalikan oleh tubuhnya saat bertransformasi menjadi siluman ular
kepala dua.
Anak-anak
buahnya, Kopeth (Siluman Laba-laba), Lekine (Siluman Tungau Raksasa),
Mimix (Siluman Lalat Raksasa Beracun), dan Ninin (Siluman Belatung
Raksasa) telah bersiap menyerang kediaman Pather Dhigante. Tepat pada
hari sabtu menjelang acara kebaktian sore, terjadi ledakan
berpuluh-puluh kali di Purple Clock Church kediaman Pather Dhigante,
banyak warga yang terluka parah karena kejatuhan molotov yang
dilemparkan ke dalam jendela-jendela dan maupun rudal dari tembakan
pesawat jet tempur dan helikopter ke atap gedung kediaman Pather
Dhigante. Satu-satunya cara yang dilakukan Pather Dhigante adalah
memberikan kekuatan penyembuhan dengan mempercepat waktu pemulihan,
agar murid-muridnya dapat segera membantu menyelamatkan dan melarikan
diri para warga ke ruang bawah tanah yang telah di design oleh Pather
Dhigante selama berpuluh-puluh tahun lamanya, ruangan bawah tanah
tersebut anti serangan peluru dan binatang apapun agar mereka
terlindung dari bahaya serangan mematikan.
Pather
Dhigante terpaksa harus menyerang berkorban sendirian demi mengecoh
para penjahat yang ingin mencelakai warga dan murid-muridnya. Ribuan
serangan anak-anak laba-laba, tungau terbang, lalat beracun dan
belatung penghisap darah, langsung menyerang Pather Dhigante,
mula-mula ribuan serangan itu musnah dalam sekejab oleh kekuatan
netralisir kristal yang dibawa Pather Dhigante, tetapi walhasil
kelicikan para penjahat mengepung Pather Dhigante dengan menguruk
tanah, membuat Pather Dhigante takut mereka menerobos ruang bawah
tanah, seketika pikirannya sulit fokus karena ribuan serangan, dari
atasnya tidak sadarkan jaring-jaring laba-laba dilemparkan dari
kepungan helikopter, Pather Dhigante tidak mampu berkutik, seluruh
tubuhnya terjaring lengket kekuatan jaring hitam laba-laba beracun.
Turunlah Sedenk dari pesawat tempur jet miliknya menemui Pather
Dhigante yang kesakitan tersebut.
Sedenk
: "Hahaha!!! lama tidak jumpa Pather!!! Karena pemulihan kepala
saya yang baru ini, saya tidak akan lama, hanya mau mengambil barang
berharga saja kok.."
Pather
Dhigante : "Penjahat sepertimu pasti akan kena balasannya yang
lebih menyedihkan!!!"
Sedenk
: "Oooh hoow, sungguh mengharukan..., cukup kata-katanya..."
(Sembari, Sedenk merampas Arlojinya Pather Dhigante yang berkilau
mengeluarkan cahaya kekuatan warna ungu)
Ternyata
arloji itu sulit dilepaskan sudah menyatu dengan tangan Pather
Dhigante, terpaksa hal buruk pun terjadi, Titink menyambit dengan
tangan tajamnya, membuat lengan kiri Pather putus seketika, barulah
arloji itu lepas dari tangannya karena darahnya Pather yang mengalir
membuka kunci ikatan kristal ungu yang mengikat lengannya.
"Tidaaaaaaakkhh!!!!, teriakan Pather Dhigante yang kesakitan
seketika datanglah Fani yang terlambat masih berlari untuk
menyelamatkan Pather Dhigante. "Huahahaha!!!" Sedenk dan
Titink sudah tertawa puas dan keburu kabur terbang dengan peswat jet
tempur miliknya. Fani hanya dapat menatap pedih menangis di samping
Pather Dhigante dengan tangisan terlambat.
Pather
Dhigante yang kesakitan segera dibuka ikatan jaring-jaringnya, tapi
terlambat racun laba-labanya sudah menjalar ke jantungnya. "Faaa..ni,
ingatlah ini bukan kesalahanmu, jangan menyalahkan siapapun juga atas
kejadian takdir ini. Mulai sekarang kamu ikutilah petunjuk Sister
Chihante, dan temanilah Didi juga. (Sembari Didi sujud mendekati
Pather) Didi dan Fani, kalian adalah jodoh, hiduplah saling menjaga,
saling membantu, mengisi kasih-sayang dan saling
membahagiakaaan...",akhir nafas Pather Dhigante pun wafat dengan
tenang dan damai di sisi Didi dan Fani yang menangis. Sedangkan yang lainnya berusaha membuka pintu ruang bawah tanah menyelamatkan
para korban yang masih terluka parah. Bagaimanakah kisah selanjutnya?
–BERSAMBUNG-
170718
Written & picture design by : Kepik Romantis / PVA
NB
: Kisah ini hanyalah karangan Fiksi misteri belaka, bila ada kesamaan
nama, bentuk, tempat, symbol, gambar dan tulisan, semuanya
semata-mata hanya dalam hayalan/imajinasi karangan belaka.
No comments:
Post a Comment