SUTRA KASIH YANG MENDALAM DARI ORANG TUA
DAN KESULITAN MEMBALASNYA
Demikianlah yang aku
dengar, Suatu ketika Hyang Buddha berdiam di Shravasti, di Hutan
Jeta, di Taman Pelindung Anak – anak Yatim Piatu dan Para Pertapa,
bersama sama dengan sekumpulan Mahabhikshu, yang seluruhnya berjumlah
seribu dua ratus lima puluh dan dengan semua Bodhisattva, jumlahnya
tiga puluh delapan ribu semuanya.
Pada waktu itu, Hyang Bhagava memimpin kumpulan besar itu dalam perjalanan menuju selatan. Tiba tiba mereka menjumpai seonggok tulang manusia di samping jalan. Hyang Bhagava berpaling menghampirinya, dan bersikap anjali dengan penuh hormat.
Ananda dengan bersikap anjali kemudian bertanya kepada Hyang Bhagava, “Tathagata adalah guru agung dari Triloka dan bapak yang terkasih dari makhluk-makhluk yang berasal dari empat jenis kelahiran. Beliau dihormati dan dicintai seluruh umat. Apakah sebabnya kini beliau menghormati seonggok tulang-tulang kering ?”
Hyang Buddha berkata kepada Ananda, “Meskipun engkau adalah siswaku yang utama dan telah cukup lama menjadi anggota Sangha, engkau masih belum mencapai pengertian yang jauh. Onggokan tulang itu mungkin adalah milik para leluhur pada kehidupan masa lampau. Mereka mungkin adalah orang tuaku dalam banyak kehidupan yang telah lalu. Itulah sebabnya sekarang aku bersujud..”
Hyang Buddha melanjutkan pembicaraannya, “Tulang-tulang yang kita lihat ini dapatlah dibagi menjadi dua kelompok. Yang satu adalah tulang tulang lelaki, yang berat seperti giok dan putih warnanya. Kelompok yang lain adalah tulang-tulang perempuan, yang ringan dan berwarna hitam”
Ananda berkata kepada
Hyang Buddha, “ Duhai Hyang Bhagava, sewaktu para lelaki masih
hidup di dunia, mereka menghiasi badan dengan jubah, pengikat
pinggang, sepatu, topi dan pakaian-pakaian indah lainnya sehingga
mereka jelas-jelas nampak perkasa. Ketika perempuan masih hidup,
mereka mengenakan kosmetik, minyak wangi, bedak dan wangi wangian
yang menarik untuk menghiasi tubuh mereka, sehingga dengan jelas
menampakkan kewanitaannya. Namun tatkala para lelaki dan perempuan
itu meninggal, semua yang tertinggal adalah tulang-tulang. Bagaimana
seseorang dapat membedakannya? Ajarilah kami bagaimana membedakannya.
Hyang Buddha menjawab
Ananda, “Ketika para lelaki ada di dunia, mereka memasuki rumah
ibadah, mendengarkan penjelasan-penjelasan tentang sutra sutra dan
vinaya, menghormati Hyang Triratna dan menyebut nama-nama Buddha.
Tatkala mereka meninggal tulang-tulangnya menjadi berat seperti giok
dan putih warnanya. Kebanyakan wanita dalam dunia mempunyai sedikit
kebijaksanaan dan dipenuhi emosi. Mereka melahirkan dan membesarkan
anak-anak, merasakan sebagai kewajiban. Setiap anak bergantung pada
air susu ibunya demi kehidupan dan makanan, dan susu adalah darah
ibunya yang telah berubah. Oleh karena penghisapan (penyedotan) dari
badan ibu ini saat anak mengambil susu untuk makanannya, ibu menjadi
letih dan menderita dan karenanya tulang-tulang mereka berubah
menjadi hitam dan ringan.”
Ketika Ananda mendengar kata-kata ini, Ia merasakan kepedihan dalam hatinya, karena seolah olah telah tertusuk pedang dan karenanya ia diam-diam menangis. Ia mengatakan kepada Hyang Bhagava,” Bagaimana caranya seseorang dapat membalas kasih dan kebajikan ibunya?”
Hyang Buddha mengatakan kepada Ananda, “ Dengarlah baik-baik dan Aku akan jelaskan hal ini kepadamu dengan terperinci. Janin tumbuh dalam kandungan selama sepuluh bulan perhitungan chandra sangkala. Alangkah menderitanya ibu selama janin berada di situ.
Pada bulan pertama
kehamilan, hidup janin tidaklah menentu seperti titik embun pada daun
yang kemungkinan tidak akan bertahan dari pagi hingga sore, tetapi
akan menguap pada tengah hari.
Pada bulan kedua, janin
menjadi kental seperti susu kental,
Pada bulan ketiga Ia
seperti darah mengental, Pada bulan keempat janin mulai berwujud
sedikit seperti manusia.
Selama bulan kelima
dalam kandungan, kelima anggota badan anak (dua kaki, dua tangan dan
kepala) mulai terbentuk.
Pada bulan keenam
kehamilan, anak mulai mengembangkan inti keenam alat inderanya yaitu
mata, telinga, hidung, lidah badan, dan pikiran.
Selama bulan ketujuh,
ketiga ratus enam puluh tulang-tulang dan persendian mulai terbentuk.
Dan kedelapan puluh empat ribu pori pori rambut juga telah sempurna.
Dalam bulan kedelapan
kehamilan, kecerdasan dan kesembilan lubang terbentuk. Pada bulan
kesembilan, janin telah belajar menyerap sari buah buahan, dan kelima
macam padi padian. Bagian dalam tubuh ibu adalah organ yang padat
untuk fungsi menyimpan dan ia bergantung ke arah bawah, sedangkan
organ dalam yang berguna untuk mengolah. Begitu jugalah pembekuan
darah ibu dari organ-organ dalamnya membentuk zat tunggal yang
menjadi makanan anak. Selama bulan kesepuluh kehamilan, badan janin
disempurnakan dan siap untuk dilahirkan.
Bila anak itu sangat
berbakti dia akan lahir dengan telapak tangan disatukan sebagai tanda
menghormat dan kelahiran itu akan aman dan baik. Ibunya tidak akan
terluka oleh kelahiran itu dan tidak akan menderita kesakitan. Tetapi
bila anak itu sangat pemberontak sifatnya hingga melakukan kelima
perbuatan jahat, maka dia akan merusak kandungan ibunya, mengoyak
jantung dan hati ibunya, akan tersangkut di tulang-tulang ibunya.
Kelahiran itu akan
seperti sayatan seribu pisau tajam menikam jantungnya. Itulah
kesakitan-kesakitan yang terjadi dalam kelahiran anak nakal dan yang
pembangkang.
Untuk menjelaskan lebih
jelas ada sepuluh jenis kebaikan yang diperbuat oleh seorang ibu
kepada anaknya:
1. Kebaikan didalam
memberikan perlindungan dan penjagaan selama anak dalam kandungan
Sebab-sebab dan
kondisi-kondisi dari banyak kalpa yang terkumpul bertumbuh menjadi
berat, sehingga dalam hidup ini anak berakhir dalam kandungan ibunya.
Dengan berlalunya
bulan, kelima organ penting berkembang dalam waktu tujuh minggu,
keenam alat indera mulai tumbuh, Badan ibu menjadi seberat gunung,
diamnya dan gerakan-gerakan janin adalah laksana bencana angin
kalpic.
Baju baju ibu yang
cantik tidak dapat dipakai dengan baik lagi dan begitu juga cerminnya
pun berdebu.
2. Kebaikan dalam
menanggung penderitaan selama kehamilan.
Kehamilan berlangsung
selama sepuluh bulan penanggalan Chandra Sangkala dan puncaknya
adalah kesulitan dengan semakin dekatnya kelahiran. Sementara itu
setiap pagi ibu merasa sangat sakit, dan sepanjang hari terasa
mengantuk dan lamban, ketakutan dan kegelisahannya sukar dilukiskan,
kesedihan dan air mata memenuhi dadanya. Dia dengan khawatir
mengatakan kepada keluarganya bahwa ia hanya takut maut akan menimpa
dirinya.
3. Kebaikan untuk
melupakan semua kesakitan begitu anak telah dilahirkan.
Pada saat ibu akan
melahirkan anak, kelima organ tubuh terbuka lebar, menyebabkan ia
sangat letih dalam badan dan pikiran, darah mengalir laksana seekor
domba yang disembelih, tetapi ketika mendengar anaknya terlahir
sehat, dia dipenuhi dengan kegembiraan yang melimpah, tetapi sesudah
kegembiraan, kesedihan datang kembali, dan rasa sakit kembali
mengaduk aduk bagian dalam tubuhnya.
4. Kebaikan dari
memakan bagian yang pahit bagi dirinya dan menyimpan bagian yang
manis bagi anak.
Kebaikan kedua orang
tua sangat besar dan dalam, penjagaan dan pengabdiannya tidak pernah
berhenti, tidak pernah beristirahat, ibu senantiasa menyimpan yang
manis untuk anak, dan tanpa mengeluh menelan yang pahit bagi dirinya.
Cintanya amat besar dan emosinya sukar tertahankan, Kebaikannya
adalah mendalam dan begitu juga kasihnya. Hanya menginginkan anak
mendapat cukup makanan, Ibu yang kasih tidak membicarakan
kelaparannya sendiri.
5. Kebaikan untuk
memindahkan anak ke tempat yang kering dan dirinya sendiri berbaring
di tempat yang basah.
Ibu rela berada di
tempat yang basah agar dengan demikian anak dapat berada di tempat
yang kering. Dengan kedua payudaranya ia memuaskan rasa haus dan
lapar sang anak.
Menutupi dengan
kainnya, dia melindungi anak dari angin dan dingin. Dalam
kebaikannya, kepala ibu jarang lega diatas bantal, dan bahkan ia
melakukan dengan gembira selama anak dapat merasa senang.
6. Kebaikan menyusukan
anak pada payudaranya dan memberi makan dan membesarkan anak.
Ibu yang baik adalah
bagaikan bumi yang besar, Ayah yang tegar adalah laksana langit yang
mengasihi. Yang satu melindungi dari atas yang lainnya menunjang dari
bawah.
Kebaikan orang tua
adalah sedemikian rupa sehingga mereka tidak membenci dan marah pada
anaknya, dan tetap menyukainya sekalipun anak terlahir lumpuh.
Sesudah ibu mengandung anak dan melahirkannya, Orang tua bersama sama
memelihara dan melindungi sampai akhir hayatnya.
7. Kebaikan dalam
membersihkan yang kotor.
Mula mula ibu mempunyai
wajah yang cantik dan tubuh yang indah, semangatnya kuat dan
bergelora, Alis matanya seperti daun willow hijau yang segar dan
warna kulitnya bagaikan mawar merah jambu. Tetapi kebaikan ibu begitu
mendalam sehingga ia melepaskan wajah yang cantik, sekalipun mencuci
yang kotor merusak badannya, Ibu yang baik bertindak hanya demi untuk
kepentingan putra putrinya, dan dengan rela menerima kecantikannya
yang memudar.
8. Kebaikan dari selalu
memikirkan anak bila dia berjalan jauh.
Kematian dari orang
yang dicintai sukar terlukiskan penderitaannya, tetapi berpisah dari
orang yang dikasihi juga sangat menyakitkan. Bila anak berjalan jauh,
Ibu merasa khawatir di kampungnya. Dari pagi hingga malam hatinya
selalu bersama anaknya. Dan air mata berderai jatuh dari matanya.
Sedikit demi sedikit
hatinya hancur.
9. Kebaikan karena
kasih sayang yang dalam dalam pengabdian.
Alangkah besarnya
kebaikan orang tua dan gejolak emosinya, kebaikannya mendalam dan
sukar membalasnya, dengan rela mereka menderita untuk kepentingan
anaknya. Bila anak bekerja berat, orang tua pun merasa tidak senang.
Bila mereka mendengar bahwa dia berjalan jauh, mereka khawatir bahwa
pada waktu malam sang anak berbaring kedinginan. Bahkan kesakitan
sebentar yang diderita putra putrinya akan menyebabkan orang tua lama
bersusah hati.
10. Kebaikan karena
rasa welas asih yang dalam dan simpati.
Kebaikan orang tua
adalah besar dan penting, perhatiannya yang lemah lembut tidak pernah
berhenti dari saat mereka bangun tiap pagi, pikiran mereka adalah
pada anaknya. Apakah anak anak dekat atau jauh, orang tua selalu
memikirkan mereka, sekalipun seorang ibu hidup untuk seratus tahun,
dia akan selalu mengkhawatirkan anaknya yang berumur delapan puluh
tahun.
Inginkah anda
mengetahui bilakah kebaikan rasa cinta yang demikian itu berakhir?
Ia bahkan tidak pernah
berkurang hingga akhir hidupnya.
Hyang Buddha berkata kepada Ananda,” Bila aku merenung tentang makhluk-makhluk hidup, aku melihat bahwa sekalipun mereka dilahirkan sebagai manusia, mereka adalah bodoh dan dungu dalam pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan mereka.
Mereka tidak mempertimbangkan kebaikan dan kebajikan orang tua mereka. Mereka tidak menghormati dan melupakan kebaikan dan apa yang benar. Mereka kurang manusiawi dan kurang berbakti ataupun patuh pada orang tua.
Selama sepuluh bulan ibu mengandung anak, dia merasakan kesusahan setiap kali dia bangun, seolah olah ia mengangkat beban yang berat. bagai seorang cacat yang parah, dia tak mampu menelan makanan dan meminum. Bila waktu sepuluh bulan telah berlalu dan waktu melahirkan telah datang, dia menderita segala macam kesakitan dan penderitaan supaya anak dapat dilahirkan. Dia takut akan kematiannya seperti seekor babi atau domba menunggu untuk disembelih. kemudian darah darah mengalir diatas tanah. Inilah penderitaan penderitaan yang dialaminya.
Setelah anak lahir, dia menyimpan apa yang manis untuk anak dan menelan yang pahit bagi dirinya sendiri. Dia menggendong anak dan memberinya makan serta membersihkan kotorannya. Tiada pekerjaan atau kesukaran yang tidak bersedia dia kerjakan demi kepentingan anaknya. Dia menahan baik rasa dingin dan panas dan tiada pernah menyebutkan apa yang telah dialaminya. Dia memberikan tempat yang kering untuk anaknya dan ia sendiri tidur di tempat yang lembab.
Orang tua terus menerus mengajar dan membimbing anak anaknya tentang apa yang patut dan bermoral, selama anak tumbuh menjadi dewasa. Mereka mengatur perkawinan bagi anak anaknya dan menyediakan harta benda dan kekayaan atau mengusahakan cara cara untuk mendapatkannya bagi anak anak mereka. Mereka bertanggung jawab dan bersusah susah sendiri dengan kerja dan semangat yang besar dan tiada pernah membicarakan kasih sayang dan kebaikan mereka.
Bial putra putrinya sakit, orang tua khawatir dan takut sehingga mereka sendiri mungkin jatuh sakit. Mereka berada disamping anak, terus menerus menjaganya dan hanya bila anak sembuh orang tua menjadi gembira sekali.
Dengan cara ini mereka menjaga dan membesarkan anak – anaknya dengan harapan yang terus menerus bahwa keturunan mereka akan segera menjadi dewasa. Alangkah sedihnya bila acapkali anak anaknya justru tidak berbakti, sebagai balasannya bila berbicara dengan sanak saudara yang seharusnya mereka hormati, anak-anak tidak mau menunjukan kepatuhan mereka. Ketika mereka seharusnya bersikap hormat, mereka malah tidak mau bertingkah laku baik. Mereka mendelik kepada orang yang seharusnya mereka segani dan menghina paman dan bibi mereka. Mereka memarahi saudara-saudaranya dan menghancurkan perasaan kekeluargaan yang ada di antara mereka. Anak- anak seperti itu tidak mempunyai rasa hormat atau perasaan yang patut. Anak anak mungkin bisa diajar dengan baik, tetapi mereka tetap tidak berbakti, mereka tidak akan memperdulikan pengajaran atau mematuhi aturan-aturan. Jarang sekali mereka menuruti bimbingan orang tua mereka, mereka menentang dan membangkang bila bergaul dengan saudara-saudara mereka. Mereka datang dan pergi dari rumah tanpa memberitahu kepada orang tua. Kata-kata dan tindakannya sangat sombong dan mereka bertindak tiba-tiba tanpa membicarakannya dengan yang lain. Anak-anak yang demikian tidak mengacuhkan teguran dan hukuman yang dibuat oleh orang tuanya.
Kebajikan dan kebaikan
orang tua sungguh luas dan tidak terbatas, Bila seseorang berbuat
kesalahan karena tidak berbakti, alangkah sukar membayar kembali
kebaikan itu. Pada ketika itu, setelah mendengar Hyang Buddha
berbicara tentang dalamnya kebaikan orang tua, setiap orang dalam
kumpulan besar itu menjatuhkan diri mereka ke tanah dan mulai
memukuli dada mereka dan menghempaskan diri mereka hingga semua pori-pori mereka mengeluarkan darah, Beberapa orang pingsan diatas tanah,
sedangkan yang lain menghentakan kakinya dalam kesedihan. Lama baru
mereka dapat mengatasi diri mereka .
Dengan suara keras mereka meratap, “Alangkah menderitanya, Alangkah sakitnya, kami semua bersalah. Kami adalah penjahat yang tidak pernah sadar, seperti mereka yang berjalan di malam yang gelap. Kami baru sekarang menyadari kesalahan-kesalahan kami dan hati kami tercabik-cabik. Kami hanya berharap bahwa Hyang Bhagava mengasihi dan menyelamatkan kami. Mohon ajarilah kami bagaimana mengembalikan kebikan yang mendalam dari orang tua kami.”
Pada waktu itu
Tathagata memakai delapan macam suara yang sangat dalam dan bersih ,
seraya berkata kepada kumpulan besar itu,” Anda semua harus
mengetahui ini, sekarang Kujelaskan beberapa segi dari hal ini”
“Bila ada seseorang
yang mengangkat ayahnya dengan bahu kirinya dan ibunya dengan bahu
kanannya, dan oleh karena beratnya menembus tulang sumsumnya sehingga
tulang-tulangnya hancur menjadi debu, dan orang tersebut mengelilingi
puncak semeru seratus ribu kalpa lamanya sehingga darah yang keluar
dari kakinya membasahi pergelangan kakinya, orang tersebut belum
cukup membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya”
“Bila ada seseorang
yang selama waktu satu kalpa yang penuh dengan kesukaran dan
kelaparan, memotong sebagian dari daging badannya sendiri untuk
memberi makan orang tuanya dan ini diperbuatnya sebanyak debu yang ia
lalui dalam perjalanan seratus ribu kalpa, orang itu belum membalas
kebaikan yang mendalam dari orang tuanya”
“Bila ada satu orang
yang demi orang tuanya, mengambil sebuah pisau yang tajam dan
mencungkil kedua belah matanya dan mempersembahkannya kepada
Tathagata, dan terus melakukannya hingga beratus ratus ribu kalpa,
orang tersebut masih tetap belum membalas kebaikan yang mendalam dari
orang tuanya”
“Bila ada orang yang
demi ayah dan ibunya mengambil sebuah pisau tajam dan mengeluarkan
jantung dan hatinya sehingga darah mengucur dan menutupi tanah dan
dia melakukan ini dalam beratus ribu kalpa, tiada sekalipun mengeluh
tentang kesakitannya, orang tersebut masih tetap belum membalas
kebaikan yang mendalam dari orang tuanya”
“Bila ada orang yang
demi orang tuanya, menghancurkan tulang-tulangnya sendiri sampai ke
sumsum dan melakukan ini hingga beratus ribu kalpa, orang itu tetap
belum membalas kebaikaan yang besar dari orang tuanya”
Bila ada orang yang
demi orang tuanya menelan butiran-butiran besi yang mencair dan
berbuat demikian hingga beratus ribu kalpa, orang itu tetap belum
dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya”
Pada waktu itu, ketika mendengar Buddha membicarakan kebaikan dan kebajikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menangis diam-diam dan merasakan kepedihan dalam hatinya. Mereka merenungkannya dan segera merasa malu dan berkata kepada Hyang Bhagava, “Oh, Hyang Bhagava, bagaimana kami dapat membalas kebaikan yang dalam dari orang tua kami?” Hyang Buddha menjawab,” Wahai siswa-siswa Buddha, bila engkau ingin membalas kebaikan orang tuamu, tulislah sutra ini untuk mereka, Kumandangkanlah sutra ini untuk mereka, bertobatlah atas pelanggaran-pelanggaran dan kesalahan-kesalahan demi mereka. Untuk kepentingan orang tua berikanlah persembahan kepada Hyang Triratna, demi orang tua patuhlah kepada perintah untuk hanya memakan makanan suci dan bersih. Demi orang tua biasakanlah berdana dan mencari keberkahan, Bila engkau dapat melakukan ini engkau adalah anak yang berbakti, Bila engkau tidak melakukannya, engkau adalah orang yang akan menuju pada alam sengsara.
”Hyang Buddha mengatakan kepada Ananda,” Bila seseorang tidak berbakti ketika hidupnya berakhir dan badannya membusuk, dia akan jatuh kedalam neraka avici yang tidak terbatas. Neraka yang besar ini kelilingnya delapan puluh ribu yojana, dan dikelilingi dinding besi pada keempat sisinya. Diatasnya ditutup oleh jaring jaring dan lantainya juga terbuat dari besi. Api akan membakar dengan berkobar kobar, sementara itu petir bergemuruh dan sambaran kilat yang berapi api akan membakar. Perunggu yang cair dan cairan besi akan disiramkan keatas badan orang-orang yang bersalah.
Anjing-anjing perunggu dan ular-ular besi terus menerus memuntahkan api dan asap yang membakar orang–orang bersalah dan memanggang badan dan lemaknya hingga menjadi bubur” “Oh, penderitaan yang hebat! sukar menahankannya, sukar menanggungkannya, Ada galah, pengait, lembing- lembing, tombak–tombak besi dan rantai besi, pemukul–pemukul dari besi dan jarum–jarum besi. Roda–roda dari pisau besi turun bagai hujan dari udara. Orang yang bersalah itu dicincang, dipotong atau ditikam dan mengalami hukuman–hukuman yang mengerikan ini selama berkalpa–kalpa tidak henti–hentinya. Kemudian mereka memasuki neraka berikutnya, dimana kepala mereka akan ditutupi dengan mangkok -mangkok yang panas sekali, sedangkan roda–roda besi akan menggilas badan mereka secara mendatar dan tegak lurus sehingga perut mereka pecah dan daging seta tulang tulangnya menjadi lebur.
Dalam satu hari mereka
akan mengalami beribu ribu kelahiran dan kematian. Penderitaan–penderitaan yang demikian adalah akibat melakukan kelima perbuatan
jahat dan karena tidak berbakti selama seseorang masih hidup.
Pada waktu itu, Setelah mendengar Hyang Buddha membicarakan sutra tentang kebajikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menangis dengan sedihnya dan berkata kepada Tathagata, ” Pada hari ini, bagaimana kami dapat membalas kebaikan yang dalam dari orang tua kami?” Hyang Buddha berkata “Wahai siswa-siswa Buddha, bila engkau ingin membalas kebaikan kebaikan mereka, maka demi mereka salinlah sutra ini, bila sesungguhnya membalas kebaikan mereka. Bila seseorang dapat menyalin satu saja, maka ia akan melihat satu Buddha, Bila seseorang dapat menyalin sepuluh buku maka ia akan melihat 10 Buddha, Bila seseorang dapat menyalin seratus, maka ia akan bertemu dengan 100 Buddha, Bila seseorang menyalin 1000, maka ia akan melihat 1000 Buddha, Bila seseorang dapat menyalin 10.000, maka ia akan melihat 10.000 Buddha. Inilah kekuatan yang diperoleh bila orang-orang saleh menyalin sutra, semua Buddha akan selamanya melindungi orang yang demikian itu dan dapat segera menyebabkan orang–orang tua mereka lahir kembali di surga, untuk menikmati segala kebahagiaan dan meninggalkan penderitaan–penderitaan mereka.
Pada ketika itu, Ananda dengan agung dan perasaan damai, bangkit dari tempat duduknya dan bertanya kepada Hyang Buddha, “Hyang Bhagava, apakah nama sutra ini bila kami mengikutinya dan menjaganya?"
Pada ketika itu, kumpulan besar itu, Dewa Dewa, Manusia Manusia, Asura, dan lain lainnya, mendengar apa yang telah dikatakan oleh Hyang Buddha, betul-betul merasa gembira. Mereka mempercayainya, menerimanya dan menyesuaikannya dengan tingkah laku mereka dan kemudian menunduk hormat dan berlalu.
No comments:
Post a Comment