Pribahasa yang sudah sangat sering didengar bahkan hingga anak-anak kecil pun mengetahuinya sejak diajarkan di bangku sekolahan. Ibarat Air Susu yang berasal dari Darah, sedangkan Air Tuba berasal dari Pohon Tuba yang memiliki akar beracun yang bila mana akar ini ditumbuk akan menghasilkan cairan yang berwarna mirip seperti susu putih namun sangat Beracun, yang biasanya digunakan untuk menangkap ikan di sungai agar lebih mudah dan banyak. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami jelas maksud pribahasanya, Bagaimana pengorbanan darah dapat menjadi susu yang mengandung protein dan vitamin menyehatkan ternyata semua kebaikan itu harus dibalaskan dengan air tuba yakni berwarna sama seperti susu namun mengandung racun. Jadi jelas sekali maksudnya, sama-sama cairannya berwarna putih seperti susu, namun yang asli susu baik menyehatkan dan yang palsu bernama tuba adalah mematikan.
Lalu pertanyaannya sekarang, seberapakah sering kita mengalaminya? Ketika seseorang yang telah kita percaya, kita sayangi, kita hormati, kita banggakan, kita puji, kita kenal baik, kita mengorbankan segalanya, kita bela dukung, kita majukan, kita setia menjadi teman / sahabatnya, ataupun bahkan menjadi kekasih tercinta di hati kita. Tetapi membalas semua kebaikan, ketulusan dan kasih sayang kita dengan luka menyakitkan, kekecewaan, penghinaan, memanfaatkan, mengkhianati, mengingkari janji ucapannya sendiri, meninggalkan tanpa kabar berita, mendiamkan mengacuhkan kita, membenci berubah menjadi menolak kita, bahkan yang lebih kejam lagi "membunuh" karakter kita secara langsung di publik maupun tidak langsung sebagai duri dalam daging, di saat dimana kita telah berhasil dan berusaha menolong membela sepenuh hati hingga sukses dan berhasil cita-cita impian hidupnya, kita terbuang sia-sia seperti sampah.
Lalu pertanyaannya sekarang, seberapakah sering kita mengalaminya? Ketika seseorang yang telah kita percaya, kita sayangi, kita hormati, kita banggakan, kita puji, kita kenal baik, kita mengorbankan segalanya, kita bela dukung, kita majukan, kita setia menjadi teman / sahabatnya, ataupun bahkan menjadi kekasih tercinta di hati kita. Tetapi membalas semua kebaikan, ketulusan dan kasih sayang kita dengan luka menyakitkan, kekecewaan, penghinaan, memanfaatkan, mengkhianati, mengingkari janji ucapannya sendiri, meninggalkan tanpa kabar berita, mendiamkan mengacuhkan kita, membenci berubah menjadi menolak kita, bahkan yang lebih kejam lagi "membunuh" karakter kita secara langsung di publik maupun tidak langsung sebagai duri dalam daging, di saat dimana kita telah berhasil dan berusaha menolong membela sepenuh hati hingga sukses dan berhasil cita-cita impian hidupnya, kita terbuang sia-sia seperti sampah.
Itulah kejamnya kehidupan, kita tidak pernah mengetahui sedalam apakah hati manusia sesungguhnya. Maka banyak leluhur mengatakan "Sedalam-dalamnya Lautan Dapat diUkur, Tapi Dalamnya Hati Manusia, Siapa yang Tau?". Boleh jadi kita menyukai, menyayangi dan bahkan mencintai seseorang, tetapi ternyata belum tentu baik adanya, kita tidak pernah mengetahui alasan mereka untuk menyakiti kita, bahkan seseorang yang terhormat sekalipun dapat "lupa diri" setelah berhasil menjadi manusia yang diagung-agungkan dan dihormati banyak orang. Tidak pernah mengingat di saat jatuh, kehilangan dan menderita, hanya kita yang setia mau mendoakan, mendampingi, membela dan menolongnya.
Di saat bahagia banyak harta, kedudukan dan kehormatan, semua orang mendatangi bagai semut mencari manisnya gula. Namun di saat jatuh menderita, kesusahan, kesakitan dan kesedihan, maka semua meninggalkan dan melupakanmu sendiri. Biarlah itu terjadi, kita tidak perlu menyesalinya, karena keikhlasan itu merelakan segala-galanya untuk lepas dan pergi, sekalipun itu menjadi luka yang paling sakit di hati. Sebab kita tidak akan pernah merasa kekurangan sesuatu apapun, apabila kita tulus menyayanginya, biarkan kebahagian itu menyentuh hati dengan merelakan mereka melukai dan membenci kita.
Mencintai dan menyayangi yang tulus itu tidak pernah mengharapkan balasan apapun, lebih banyak mendapatkan luka tersakiti. Percayalah bahwa "Di Atas Langit Masih Ada Langit", hidup akan berputar, kita hanya perlu bersantai sejenak dan suatu saat nanti kita pun akan memahaminya. Biarkanlah Doa yang menyadarkan dan membuatnya insaf menyesal seumur hidupnya. Hanya waktu yang dapat menghukum dan menyadarkannya, serta menyembuhkan kepedihan di hati.
Tidak perlu juga mengharapkannya sadar dan menyesal, karena manusia itu gudangnya kesalahan yang selalu terlupa dan disengaja untuk mencari kesenangan sesaat di dunia. Untuk apa mengotori hati kita dengan membenci dan marah pada mereka, yang pada akhirnya juga semua manusia akan hancur dan binasa oleh cepatnya waktu. Waktu tidak akan pernah menunggu untuk berumur abadi hidup selama-lamanya di dunia, apalagi mengharapkan kekekalan sehat dan kuat selamanya. Waktu adalah yang paling adil dan bijaksana dibandingkan manusia yang sangat sulit untuk dewasa dan bijaksana.
Bila hidup lautan kebahagiaan, maka manusia tidak akan diberikan cobaan yang berat bila hidup ini begitu mudahnya. Jalani hidup dengan sabar, tabah dan tegar, kerena kita tidak akan pernah mengetahui hari esok seperti apa. Berusaha dan berjalan meraih kebaikan, biarkan luka perih kekecewaan dan pengkhianatan yang kita alami, suatu saat kelak akan menjadi berkah, anggap saja semua rasa sakit dan luka yang kita alami adalah hari-hari yang membahagiakan bagi kita. Biarkan mereka mencaci maki, memarahi, mengatakan kata-kata keji menyakiti hati, mengkhianati, melupakan, menghina, merendahkan dan membuang kita layaknya sampah di jalanan. Karena itu hanyalah sementara, bila kita membalasnya serupa berarti kita sama kejinya, sama kejamnya, sama jahatnya dan sama buruknya seperti mereka. Apakah kita mau membeli neraka kebencian amarah yang sama untuk meracuni mengotori hati diri sendiri?
Biarkanlah air susu kebaikan kita dibalas dengan air tuba atau racun dari siapapun yang telah dengan tega dan keji menghancurkan hidup kita, sebab sebaik-baiknya manusia tidak akan mempermasalahkan racun air tuba yang diterima dan diminumnya, hingga sekalipun racun air tuba itu telah melukai, menyiksa, menyakiti dan bahkan hingga terkejam telah merenggut nyawa kita sendiri. Mengapa? Sebab manusia hidup di dunia ini hanyalah sementara, yang berbuat keji lambat laun entah kini atau nanti, dia akan sadar dengan sendirinya, untuk apa merisaukan semua yang akan kita tinggalkan di dunia ini. Waktulah yang perlu kita takutkan, karena waktu tidak akan menunggumu, sekali kesempatan berbuat baik dan benar di dunia ini terlewatkan, selamanya kita akan menyesal dan penyesalan pun akan percuma apabila kita sudah hancur binasa menjadi abu debu ataupun menyatu dengan tanah tanpa nyawa, yang tersisa hanyalah penyesalan tanpa akhir. 030516 Written by : Kepik Romantis / PVA
No comments:
Post a Comment