Guan Yu
(Hanzi: 關羽) (160 - 219) adalah seorang jenderal
terkenal dari Zaman Tiga Negara. Guan Yu dikenal juga sebagai Kwan Kong, Guan
Gong, atau Kwan Ie, dilahirkan di kabupaten Jie, wilayah Hedong (sekarang kota
Yuncheng, provinsi Shanxi), ia bernama lengkap Guan Yunchang atau Kwan
Yintiang.
Guan Yu merupakan jenderal
utama Negara Shu Han, ia bersumpah setia mengangkat
saudara dengan Liu Bei (kakak tertua) dan Zhang Fei (adik terkecil).
Guan
Yu dalam novel Kisah Tiga Negara
Pada masa
Pemberontakan Sorban Kuning, tepatnya tahun 188, tiga orang rakyat jelata
bertemu di kabupaten Zhuo. Mereka adalah Liu Bei, Guan Yu dan Zhang Fei, yang
memiliki hasrat yang sama untuk berjuang membela negara dan mengembalikan
ketentraman bangsa Tiongkok yang sedang bergejolak. Tak lama, mereka bertiga
bersumpah sehidup semati untuk menjadi saudara di kebun persik yang terletak di
halaman belakang rumah milik Zhang Fei. Liu Bei sebagai kakak tertua, diikuti
dengan Guan Yu dan Zhang Fei.
Guan Yu
bertempur bersama Liu Bei dan Zhang Fei dalam menumpas Pemberontakan Sorban
Kuning. Tak lama, semenjak negeri Tiongkok dikuasai oleh Dong Zhuo, Liu Bei dan
kedua saudaranya bergabung dalam angkatan perang Gongsun Zan. Gongsun sendiri
saat itu ikut dalam suatu koalisi penguasa daerah yang menentang Dong Zhuo.
Dong menempatkan Hua Xiong untuk menjaga celah Sishui. Hua Xiong seakan tidak
terkalahkan setelah membunuh 4 perwira pasukan koalisi, yaitu Bao Zhong, Zu
Mao, Yu Shen dan Pan Feng. Guan Yu yang hanya seorang pemanah berkuda
menawarkan diri untuk mengalahkan Hua Xiong. Saat tak ada pemimpin koalisi yang
percaya, Guan Yu berjanji untuk memberikan kepalanya apabila gagal. Guan Yu
kembali dengan kepala Hua Xiong saat anggur merah–yang dituang Cao Cao sebelum
Guan Yu pergi–masih hangat.
Dikenal
sebagai seorang jendral yang tangguh, Guan Yu dibujuk Cao Cao untuk menjadi
pengikutnya saat ketiga bersaudara tercerai berai karena kejatuhan Xuzhou dan Xiapi. Zhang Liao, seorang jendral
Cao Cao dan kawan lama Guan Yu mencoba membujuk sang jendral untuk menyerah.
Guan Yu bersedia atas dasar 3 kondisi :
1. Guan Yu takluk
kepada kekaisaran Han, bukan kepada Cao Cao.
2. Kedua istri
Liu Bei harus dilindungi dan diberi penghidupan yang layak.
3. Guan Yu akan
segera meninggalkan Cao Cao setelah tahu keberadaan Liu Bei.
Dengan kondisi
itu, Guan Yu dapat menyerah tanpa melanggar sumpah saudara. Cao Cao dengan
gembira menyanggupinya. Bahkan Guan Yu diberi banyak hadiah, yang hampir
semuanya ia kembalikan ke Cao Cao kecuali kuda merah, kuda andalan yang
sebelumnya dimiliki oleh Lu Bu.
Saat bertempur
melawan Yuan Shao di Pertempuran Baimajin, Cao Cao menugaskan Guan Yu untuk
melawan 2 jendral besar Yuan, yaitu Yan Liang dan Wen Chou. Guan berhasil
membinasakan keduanya dan mengakibatkan hubungan Yuan Shao dan Liu Bei–yang
saat itu berlindung pada Yuan Shao–memburuk. Liu Bei akhirnya memutuskan untuk
meninggalkan Yuan Shao. Pada saat yang bersamaan, Guan Yu yang mengetahui di
mana Liu Bei memutuskan meninggalkan Cao Cao dan melakukan perjalanan untuk
bertemu saudaranya. Cao Cao tak dapat menahannya dan akhirnya membiarkan Guan
Yu pergi.
Dalam
perjalanan tersebut, Guan Yu semakin terkenal karena ia berhasil melewati 5 kota Cao Cao dan membunuh 6 perwira yang
menghalanginya. Diawali dengan mengawal kereta yang membawa kedua isteri Liu
Bei melewati celah Dongling (sekarang: FengFeng, propinsi Henan), Guan dihentikan oleh Kong Xiu yang
menolak memberi izin tanpa surat resmi dari Cao Cao. Guan Yu tak
memiliki pilihan lain selain membunuhnya.
Selanjutnya
Guan Yu tiba di luar kota Luoyang. Gubernur kota itu, Han Fu membawa 1000 prajurit
untuk menghalangi Guan Yu. Asisten Han Fu, Meng Tan maju untuk berduel dengan
Guan Yu. Ia mencoba menjebak Guan Yu, tetapi kuda Guan Yu lebih cepat dan Meng
Tan tewas terbelah golok Guan Yu. Saat itu Han Fu berhasil memanah lengan Guan
Yu. Tanpa takut, Guan Yu mengejar Han Fu dan menebasnya.
Saat melewati
celah Sishui (sekarang: Xingyang, propinsi Henan), penjaga celah tersebut, Bian Xi
memimpin 200 anak buahnya untuk menjebak Guan Yu di sebuah kuil. Salah seorang
pendeta memperingati Guan Yu yang berhasil mengatasi jebakan dan membunuh Bian
Xi.
Wang Zhi,
gubernur Xingyang mencoba jebakan yang sama. Berpura-pura baik kepada Guan Yu,
ia menempatkan Guan Yu di sebuah tempat peristirahatan. Malamnya ia menyuruh Hu
Ban, anak buahnya, untuk membakar tempat tersebut. Ternyata ayah Hu Ban (Hu
Hua) pernah menitipkan surat pada Guan Yu, yang disampaikan Guan Yu
kepada Hu Ban. Hu Ban lalu membocorkan rencana Wang Zhi dan membantu Guan Yu
melarikan diri. Saat dikejar, Guan Yu berhasil membunuh Wang Zhi.
Akhirnya
rombongan Guan Yu tiba di tepi selatan sungai Kuning. Saat hendak menyebrang
sungai, Qin Qi yang berusaha menghalangi, menemui ajalnya di ujung golok Guan
Yu.
Selama perjalanan tersebut,
Guan Yu juga berhadapan dengan Xiahou Dun yang tetap tidak ingin memberi jalan
pada Guan Yu sampai Zhang Liao menyampaikan padanya pesan Cao Cao untuk
mengizinkan Guan Yu pergi. Saat itu Liu Bei sudah pindah ke Runan. Di akhir
perjalanan, Guan Yu bertemu Zhang Fei yang murka pada Guan Yu karena menduga ia
telah berkhianat. Guan akhirnya bisa membuktikan dengan mengalahkan Cai Yang
yang mengejarnya demi membalaskan dendam atas terbunuhnya Qin Qi, keponakannya.
Legenda
Guan Yu dari segi pandang Buddhisme :
Sangharama
Bodhisattva adalah gelar atau sebutan lain untuk jendral ini. Jenderal yang
sangat gagah dan setia ini menjadi pengikut Buddha setelah bertemu dengan
seorang bhiksu bernama Pu Jing di gunung Yuquan. Saat itu arwahnya sedang
menuntut balas atas perbuatan para jendral Wu yang memenggal dirinya. Ia
berteriak "kembalikan kepalaku!!" Bhiksu Pu Jing lalu berkata,
"Kepada siapakah Yan Liang, Wen Chou, dan para panglima lain yang
kepalanya kau tebas berteriak?" Guan Yu lalu sadar dan berlindung kepada
Sang Triratna dan Dhamma. Keberadaan Bhiksu Pu Jing sendiri disebutkan dalam
sejarah dan tempat gubuknya berdiri di gunung Yuquan sekarang menjadi kuil
Yuquan.
Biografi Sejarah
Patung 3
Bersaudara (Liu Bei, Guan Yu, Zhang Fei).
Guan Yu
bernama lengkap Yunchang (bernama asli Changsheng), berasal dari Hedong dan
pernah menjadi buron di distrik Zhuo. Saat Liu Bei mengumpulkan pasukan di
desanya, Guan Yu dan Zhang Fei membantunya untuk melawan para pemberontak. Liu
Bei kemudian diangkat menjadi Gubernur Pingyuan, sedangkan Guan Yu dan Zhang
Fei sebagai walikota. Mereka bertiga tinggal bersama dalam satu atap bagaikan
saudara. Saat Liu Bei membunuh Che Zhou, gubernur Xuzhou, dia memerintahkan Guan Yu untuk
mengatur pemerintahan kota Xiapi, sedangkan ia mengatur di
Xiaopei.
Pada tahun
ke-5 JianAn (200 M), Cao Cao menguasai wilayah Liu Bei dan Liu Bei mencari
suaka pada Yuan Shao. Cao Cao berhasil menangkap Guan Yu dan mengangkatnya
menjadi perwira, dengan pangkat Pian Jiangjun (Letnan Jendral). Yuan Shao
mengirim jendralnya Yan Liang untuk menyerang Liu Yan di Baima, dan Cao Cao
membalas dengan mengirimkan Zhang Liao sebagai panglima pelopor. Guan Yu yang
melihat payung kebesaran Yan Liang langsung memburunya dan membunuh Yan Liang.
Ia membawa kepala Yan Liang sedangkan pasukan Yuan Shao mundur dari
pertempuran. Guan Yu dianugerahi gelar Hanshou Tinghou (Marquis Hanshou).
Awalnya Cao
Cao merasa puas dengan Guan Yu tetapi lama kelamaan tahu bahwa Guan Yu ragu
untuk menetap. Akhirnya ia memerintahkan Zhang Liao untuk menemui dan
membujuknya. Jawab Guan Yu, "Saya sangat memahami penghormatan yang
diberikan Cao Cao, namun jendral Liu (Bei) juga telah memperlakukan saya dengan
baik maka saya bersumpah untuk mati bersamanya dan tak akan mengkhianatinya.
Saya tak akan tinggal di sini selamanya, tetapi saya mau menorehkan jasa besar
sebelum pergi untuk membayar kebaikan Cao Cao." Zhang Liao menjelaskan hal
itu kepada Cao Cao yang terkesan dengan kebaikannya. Melihat Guan Yu membunuh
Yan Liang, Cao Cao mengerti Guan Yu akan segera meninggalkannya, maka ia segera
membanjirinya dengan hadiah. Guan Yu menyegel semua hadiah itu sambil
menyerahkan surat pengunduran diri sebelum pergi
menyusul Liu Bei. Cao Cao mencegah anak buahnya mengejar sambil berkata "Semua
punya tuannya masing-masing, janganlah kita memburunya."
Tak lama Liu
Bei bergabung dengan Liu Biao. Saat Liu Biao meninggal, Cao Cao mengamankan
Jingzhou dan Liu Bei harus mengungsi ke selatan. Liu Bei mengutus Guan Yu
membawa beberapa ratus kapal untuk menemuinya di Jiangling. Cao Cao mengejar
sampai ke jembatan Changban sehingga Liu Bei harus menyeberanginya untuk
bertemu Guan Yu dan bersamanya pergi ke Xiakou. Sun Quan mengirim pasukan untuk
membantu Liu Bei bertahan dari Cao Cao, hingga Cao Cao menarik mundur
pasukannya. Liu Bei kemudian menentramkan wilayah Jiangnan, mengadakan upacara
penghormatan korban perang, mengangkat Guan Yu sebagai gubernur Xiang Yang dan
menggelarinya Dangkou Jiangjun (Jendral yang Menggentarkan Penjahat). Guan Yu
ditempatkan di utara sungai Kuning.
Saat Liu Bei menentramkan
Yizhou, dia mengutus Guan Yu untuk menjaga Jingzhou. Guan Yu mendapat kabar Ma
Chao menyerah. Karena ia belum pernah berkenalan, maka ia mengirim surat pada Zhuge Liang,
"Siapa yang dapat menandingi kemampuan Ma Chao?" Untuk menjaga
perasaan Guan Yu, Zhuge Liang menjawab, "Ma Chao sangat pandai dalam seni
literatur dan seni perang, lebih kuat dan berani dari kebanyakan orang, seorang
pahlawan yang dapat menandingi Qing atau Peng dan dapat menjadi tandingan Zhang
Fei yang hebat, tetapi dia bukan yang dapat menandingi Sang Jendral Berjanggut
Indah" (yaitu Guan Yu). Guan Yu bangga membaca surat itu dan menunjukkannya
pada tamu-tamunya yang hadir.
Guan Yu pernah
terkena panah pada lengan kirinya, walaupun lukanya sembuh, tetapi tulangnya
masih terasa sakit terutama pada saat hawa dingin ketika hujan turun. Seorang
tabib bernama Hua Tuo berkata "Ujung panahnya diberi racun, dan telah
menyusup ke dalam tulang. Penyembuhannya dengan cara membedah lengan dan
mengikis tulang yang terinfeksi racun sebelum menjadi parah di kemudian
hari." Guan Yu langsung menyingsingkan lengan baju dan meminta sang tabib
menyembuhkannya. Saat dibedah, Guan Yu makan dan minum dengan perwiranya walaupun
darah terus mengucur dari lengannya. Selama proses itu berlangsung, Guan Yu
menengguk arak, bersenda gurau dan bermain Weiqi(GO) melawan Ma Liang seperti
biasa.
Tahun ke-24
Jian An (219), Liu Bei mengangkat diri menjadi Raja Hanzhong dan mengangkat
Guan Yu menjadi Qian Jiangjun (Jendral Garis Depan). Pada tahun yang sama, Guan
Yu memimpin tentaranya untuk menyerang Cao Ren di benteng Fan. Cao Cao mengirim
Yu Jin untuk membantu Cao Ren. Saat itu musim dingin dan hujan turun teramat
derasnya sehingga meluapkan air sungai Han. Akhirnya ketujuh pasukan yang
dipimpin Yu Jin seluruhnya hanyut. Yu Jin menyerah pada Guan Yu yang lalu
mengeksekusi Pang De. Perampok daerah Liang yaitu Jia dan Lu direkrut oleh Guan
Yu untuk membantunya dalam pertempuran tersebut. Sejak itu nama Guan Yu
terkenal di seluruh dataran Tiongkok.
Cao Cao lalu
mendiskusikan dengan para pembantunya apakah relevan untuk memindahkan ibukota
negara ke Xudu untuk menghindari pertempuran dengan pasukan Guan Yu yang
terkenal kuat. Sima Yi menolak usulan itu dan mengusulkan hal lain. Dia
memperkirakan bahwa Sun Quan juga tidak akan membiarkan Guan Yu meraih
kemenangan berikutnya, oleh sebab itu Sima Yi menyusun strategi dan mengirim
utusan kepada Sun Quan, memohon agar pasukannya menyerang pasukan Guan Yu dari
belakang dan sebagai imbalan maka Sun Quan akan mendapatkan Jiangnan -- hal ini
juga bertujuan agar pasukan di benteng Fan akan bergabung juga dengan Sun Quan
untuk memperkuat aliansi. Cao Cao akhirnya menerima usulan ini.
Perseteruan
antara Guan Yu dan Sun Quan pada awalnya terjadi ketika Sun Quan mengirimkan
utusan ke Guan Yu untuk mengungkapkan keinginannya mempersunting anak perempuan
dari Guan Yu untuk dipersandingkan dengan anak laki-lakinya. Tetapi Guan Yu
menghina utusan tersebut dan menolak proposal yang diajukan. Sun Quan sangat
marah dan merasa terhina dengan penolakan itu dan menyimpan dendam terhadap
Guan Yu. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh Sima Yi untuk memperlemah posisi
Guan Yu.
Disamping itu
ada juga hal lain yang turut memperlemah posisi Guan Yu dalam peperangan ini.
Mi Fang, Gubernur Nanjun di kota Jiangling dan Jenderal Fu Shiren, yang
bertugas di Gong An, yang menjadi bagian dari pasukan Guan Yu merasa Guan Yu
tidak pernah menganggap mereka. Bahkan sejak terakhir kalinya Guan Yu mengirimkan
pasukan ke medan perang, Mi Fang and Fu Shiren hanya ditugaskan untuk menjaga
suplai persediaan makanan dan senjata di garis belakang dan tidak terlibat sama
sekali dalam setiap peperangan. Isu tersebut terdengar oleh Guan Yu dan dia
memutuskan akan menjatuhkan hukuman kepada mereka setelah kembali dari medan perang. Mendengar berita itu, Mi Fang
and Fu Shiren sangat ketakutan. Sun Quan menggunakan kesempatan ini untuk
menggoyahkan loyalitas mereka dengan memerintahkan pasukan mereka untuk menyerah,
dan akhirnya hal itu terjadi, sehingga pasukan Wu bisa menguasai daerah
tersebut. Cao Cao lalu mengutus Xu Huang untuk membantu Cao Ren dalam
mempertahankan benteng Fan dari gempuran pasukan Guan Yu; Guan Yu tidak
berhasil dalam misinya untuk menaklukkan Cao Cao dan akhirnya mundur, akan
tetapi pasukan Sun Quan telah menguasai Jiangling dan menyandera istri-istri
dan anak-anak dari pasukan Guan Yu. Hal ini membuat perpecahan di dalam pasukan
Guan Yu. Akhirnya Sun Quan mengirimkan jenderal-jenderalnya untuk menangkap
Guan Yu dan kemudian menghukum mati Guan Yu beserta anaknya Guan Ping di
Lingju.
Dian Lue:
Ketika Guan Yu mengepung kota Fan, Sun Quan mengirim utusan untuk
membantu. Ia memerintahkan utusan itu untuk tidak terburu-buru, tetapi
mengirimkan pegawai sipil berpangkat tinggi kepada Guan Yu. Guan Yu kesal
dengan keterlambatan itu, apalagi saat itu ia sudah menangkap Yu Jin sehingga
ia mencela "Jika kalian gurita kecil berani menyerang kota Fan, tidakkah kau pikir saya dapat
menghancurkan kau?"
Pei Song Zhi: Hamba pikir walaupun Shu dan
Dong terlihat akur, tetapi terdapat kecurigaan berlebihan antara keduanya akan
kepentingan satu sama lainnya. Ini sebabnya mengapa Sun Quan diam-diam
menyerang Guan Yu. Menurut Lu Meng Zhuan (Biografi Lu Meng) : "Pasukan
gerilya telah disiapkan dalam kapal besar dan rakyat jelata yang menyamar
sebagai pedagang diperintahkan untuk mengayuh kapal tersebut." Jika memang
ada niat baik untuk membantu dari pihak Wu, mengapa Sun Quan merahasiakan
pasukan itu?
(7)Shu Ji
(Buku Shu): Guan Yu dan Xu Huang adalah teman dekat dan saling berkomunikasi
walau terpisah jarak yang jauh. Namun mereka hanya membicarakan hal-hal sepele
yang tidak berhubungan dengan urusan kemiliteran. Saat bertempur, Xu Huang
berteriak "Siapa yang dapat mengambil kepala Guan Yu akan dihadiahkan
seribu keping uang emas!" Guan Yu terkejut dan bertanya "Kakak,
mengapa kau berbicara seperti itu?" Jawab Xu Huang,"Ini adalah urusan
negara."
(8)Shu Ji
(Buku Shu): Sun Quan memerintahkan pasukannya untuk menyerang dan menangkap
Guan Yu serta putranya, Guan Ping. Sun Quan ingin keduanya hidup-hidup sebagai
tameng serangan Shu dan Wei. Tetapi anak buahnya berdalih "Membiarkan
sarang serigala sama saja mengasuh bencana di kemudian hari. Cao Cao telah
mengalaminya,sampai harus memindahkan ibukotanya. Bagaimana mungkin kita
membiarkannya hidup?" Maka, Guan Yu dan putranya dihukum mati.
Pei Song Zhi: Hamba ingin menegaskan Buku
Wu, yang mengatakan Sun Quan mengirimkan jendral Pan Zhang untuk menghambat
jalur larinya Guan Yu yang kemudian dieksekusi mati di tempat. Jarak antara Lin
Ju dan Jiangling sekitar 200 sampai 300 mil, sehingga Guan Yu tidak mungkin
dibiarkan hidup sampai Sun Quan dan perwiranya selesai berdebat apakah perlu
melepaskannya. Pernyataan "Sun Quan ingin keduanya hidup-hidup sebagai
tameng serangan Shu dan Wei" adalah tidak benar. Wu Li (Buku Kronologis
Negeri Wi) mengatakan "Sun Quan mengirim kepala Guan Yu ke Cao Cao saat
perwiranya menyiapkan pemakaman yang layak bagi sisa jasadnya."
Guan Yu
dianugerahi gelar anumerta Zhuangzhou Hou (Marquis Zhuangzhou). Putranya, Guan
Xing menggantikannya. Guan Xing, bernama lengkap Anguo, jarang mempertanyakan
perintah sehingga amat disukai oleh perdana menteri Zhuge Liang. Guan Xing
diangkat menjadi Shizhong (Ajudan Istana) dan Zhongjiangjun (Jendral Pasukan
Utama/Tengah) saat kesehatannya menurun. Beberapa tahun kemudian ia wafat dan
digantikan putranya, Guan Tong sebagai Huben Zhonglang Jiang (Jendral yang
memiliki Kelincahan Macan). Guan Tong wafat tanpa memiliki keturunan laki-laki.
(9)Shu Ji
(Buku Shu): Saat Guan Yu bertolak ke kota Fan, ia bermimpi seekor babi hutan
menggigit kakinya. Yu Zi Ping berkata "Kau akan hancur pada tahun ini, dan
tidak akan kembali bangkit."
(10)Shu Ji
(Buku Shu): Putra Pang De, Pang Hui bertempur di bawah Zhong Hui dan Deng Ai
untuk menghancurkan Shu. Saat merebut Shu, ia membinasakan seluruh anggota
keluarga Guan yang masih hidup.
Guan Yu di era
modern
Di game buatan
KOEI yaitu Dyansty Warriors, Guan Yu digambarkan sebagai panglima gagah, tinggi
dan berwibawa. senjatanya adalah guan dao bernama "Blue Dragon Spike"
atau "Green Dragon Halbred". di serial ke 7, dia membunuh Hua Xiong dan
bergabung dengan Cao Cao pada pertempuran Guandu. dia mengakhiri hidupnya di
"Fan Castle" pada pertempuran melawan wu dan
wei.
Sumber : Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Guan Di atau
secara umum disebut Guang Gong (Kwan Kong – Hokkian) yang berarti paduka Guan,
adalah seorang panglima perang kenamaan yang hidup pada zaman San Guo (221 –
269 Masehi). Nama aslinya adalah Guan Yu alias Guan Yun Chan (Kwan In Tiang –
Hokkian). Oleh kaisar Han ia diberi gelar Han Shou Ting Hou. Kwan Kong dipuja
karena kejujuran dan kesetiaan. Dia adalah lambang atau tauladan kesatria sejati
yang selalu menempati janji dan setia pada sumpahnya. Sebab itu Kwan Kong
banyak dipuja dikalangan masyarakat, disamping kelenteng-kelenteng khusus. Gambarnya
banyak dipasang dirumah pribadi, toko, bank, kantor polisi, pengadilan sampai
ke markas organisasi mafia. Para anggota perkumpulan rahasia itu
biasanya melakukan sumpah sejati dihadapan lukisan/patung Kwan Kong.
Disamping
dipuja sebagai lambang kesetiaan dan kejujuran, Kwan Kong juga dipuja sebagai
Dewa Pelindung Perdagangan, Dewa Pelindung Kesusastraan dan Dewa Pelindung
rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan. Julukan Dewa Perang sebagai
umumnya dikenal dan dialamatkan kepada Kwan Kong, harus diartikan sebagai Dewa
untuk menghindarkan peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat,
sesuai dengan watak Kwan Kong yang budiman. Kwan Kong adalah penduduk asli kabupaten
Hedong (sekarang Jiezhou) di propinsi Shanxi.
Bentuk
tubuhnya tinggi besar, berjenggot panjang dan berwajah merah. Tentang wajahnya
yang berwarna merah ini adalah sebuah cerita tersendiri yang tidak terdapat dalam
novel San Guo (kisah tiga negeri). Suatu hari dalam pengembaraannya, Kwan Kong
berjumpa dengan seorang tua yang sedang menangis sedih. Ternyata anak perempuan
satu-satunya dengan siapa hidupnya bergantung, dirampas oleh wedana setempat
(kepala wilayah administrasi pemerintah, setingkat dibawah kabupaten) untuk
dijadikan gundik. Kwan Kong, yang berwatak budiman dan tidak suka sewenang-wenang
semacam ini, naik darah. Dibunuhnya wedana yang jahat itu dan sang gadis
dikembalikan kepada orang tuanya. Tetapi dengan perbuatan ini Kwan Kong
sekarang menjadi buronan. Dalam pelariannya itu Ia sampai dicela DongGuan di
propinsi Shanxi. Ia lalu membasuh mukanya di sebuah
sendang (sungai) kecil yang terdapat di pergunungan itu. Seketika rupanya
berubah menjadi merah, sehingga tidak dapat dikenali lagi. Dengan mudah Ia
menyelip diantara para petugas yang diperintahkan untuk menangkapnya tanpa
diketahui. Riwayat Kwan Kong selanjutnya dan sampai akhir hayatnya ditulis
dengan sangat indah dalam novel San Guo yang terkenal itu.
Dalam babak
pertama dalam novel tersebut diceritakan bagaimana Kwan Kong dalam
pengembaraannya berjumpa dengan Liu Bei dan Zhang Fei disebuah kedai arak.
Dalam pembicaraan mereka ternyata cocok dan sehati, sehingga memutuskan untuk
mengangkat saudara. Upacara pengangkatan saudara ini, dilaksanakan di rumah
Zhang Fei dalam sebuah kebun buah Tao atau kebun persik. Liu Bei menjadi
saudara tertua, Kwan Kong yang kedua dan Zhang Fei yang ketiga. Bersama-sama
mereka bersumpah sehidup semati dan berjuang untuk membela negara. Peristiwa
ini terkenal dengan nama “ Tao-Yuan-Jie-Yi ” (Tho Wan Kiat Gie–Hokkian) atau “Sumpah
Persaudaraan Di kebun Persik”, sangat dikagumi oleh orang dari zaman ke zaman
dan dianggap sebagai lambang persaudaraan sejati. Lukisan tiga bersaudara yang
sedang melaksanakan upacara sumpah angkat saudara ini banyak menjadi objek
lukisan, pahatan, patung keramik yang sangat disukai orang hingga sekarang ini.
Ada banyak cerita tentang Kwan Kong yang
senantiasa asyik dibicarakan orang Tionghoa, seperti kisah Kwan Kong berbekal
sebilah golok tanpa bala pasukan menghadiri pesta musuh, karena Negara Shu
tidak mau mengembalikan Kota Jinzhou. Negara Dong Wu menyiasati dengan
menggelar pesta untuk mengundangnya, lalu menghabisi Kwan Kong di dalam pesta.
Kwan Kong datang menghadiri pesta itu dengan sebuah perahu kecil beserta
puluhan pengikutnya, ia memandang para menteri dan jenderal Negeri Dong Wu bagai
anak kecil, dengan kharisma luar biasa ia berhasil kembali ke markas dengan
selamat.
Kisah lainnya
tentang perawatan luka dengan menyekrap tulang. Tatkala itu, ia berperang
melawan pasukan Negara Wei, Kwan Kong terluka oleh panah beracun. Tabib Hua Tuo
menyembuhkan luka beracun Kwan Kong dengan cara menyekrap tulang. Hua Tuo menggunakan
pisau untuk menyekrap racun yang sudah merasuk ke tulang, hingga mengeluarkan
bunyi. Kwan Kong bergeming makan dan minum sambil bermain catur dengan muka
senyum, sama sekali tidak tersirat wajah menahan sakit. Tabib sakti Hua Tuo
memuji Kwan Kong dengan berkata: “Jenderal benar-benar seorang Dewa langit.”
Kekalahan Kwan
Kong dimulai dari situasi yang tak menguntungkan dipihaknya. Cao Cao mulai
mengajak Sun Quan untuk berserikat. Sun Quan yang sejak lama menginginkan kota JingZhou (yang dikuasai Kwan Kong pada
waktu itu) agar kembali kedalam wilayah kekuasaannya, setuju dan mengerakan
pasukan merebut JingZhou. Kwan Kong akhirnya berhasil dijebak dan ditawan, yang
kemudian dihukum mati karena menolak untuk menyerah. Karena takut akan
pembalasan Liu Bei, Sun Quan mengirimkan kepala Kwan Kong ke tempat Cao Cao.
Kwan Kong gugur pada tahun 219 Masehi dalam usia 60 tahun.
Cao Cao yang
sejak lama kagum kepada Kwan Kong, memakamkan kepalanya setelah disambung
dengan tubuh dari kayu cendana secara kebesaran. Kuburan Kwan Kong terletak di
propinsi Henan kira-kira 7 km sebelah utara kota Louyang. Pemandangan di situ sangat
indah, sedangkan bangunan kuburannya sangat megah seakan-akan sebuah bukit
kecil dari kejauhan. Sekeliling bangunan itu ditanami pohon Bai (Cypress) yang selalu hijau, melambangkan
semangat Kwan Kong yang tidak pernah padam dan abadi dari jaman ke jaman.
Pohon-pohon itu kini sudah menghutan dan ratusan tahun umurnya, sebab itu tempat
tersebut dinamakan Guan Lin atau Hutan Guang Gong. Batu nisannya adalah hadiah
dari kaisar dinasti Qing, dimana makam itu telah dipugar kembali. Berdekatan dengan
Guan Lin, terdapat sebuat kelenteng peringatan untuk mengenang Kwan Kong, yang
dibangun pada jaman dinasti Ming. Kelenteng itu merupakan hasil seni bangunan
dan seni ukir yang bermutu tinggi, sehingga merupakan objek wisata yang selalu dikunjungi
para wisatawan dari dalam negeri dan luar negeri. Kelenteng peringatan Kwan
Kong yang tersebar diseluruh Tiongkok terdapat di Jiezhou, propinsi Shanxi. Jiezhou, yang pada jaman San Guo
disebut Hedong, adalah kampung halaman Kwan Kong. Kelenteng itu memiliki
keindahan bangunan dan arsitektur yang sangat mengagumkan dan merupakan salah
satu objek wisata terkemuka di Shanxi.
“读好书,说好话,行好事,做好人” (關公语)
Dú hǎo shū,
shuō hǎohuà, xíng hǎoshì, zuò hǎorén – guāngōng yǔ
Artinya
kira-kira : “Membaca buku-buku yang bagus, Berbicara hal yang baik, Melakukan
perbuatan yang benar, Jadilah orang yang baik” – kata Kwan Kong. Sebagai
dewata, Kwan Kong dipuja umat Taoisme, Konfusianisme dan Buddhisme, Kaum Taoist
memujanya sebagai Dewata pelindung dari malapetaka peperangan, sedangkan kaum
Konfusianisme menghormati sebagai Dewa Kesusasteraan dan kaum Buddhist
memujanya sebagai Hu Fa Qie Lan atau Qie Lan Pelindung Dharma. Menurut
kepercayaan kaum Buddist, setelah Kwan Kong meninggal arwahnya muncul dihadapan
rahib Pu Jing di kuil Yu Quan Si di gunung Yu Quan Shan, propinsi Hubei. Rahib Pu Jing pernah menolong Kwan
Kong yang akan dicelakai seorang panglima Cao Cao, dalam perjalanan bergabung
dengan Liu Bei. Setelah itu, karena takut pembalasan Cao Cao, rahib Pu Jing
menyingkir ke gunung Yu Quan Shan dan mendirikan Kuil Yu Quan Si. Telah lebih
dari 1000 tahun sejak itu Kwan Kong dipuja sebagai Boddistsatwa Pelindung
Buddha Dharma. Penghormatan terhadap Kwan Kong sebagai orang ksatria yang teguh
terhadap sumpahnya, tidak goyah akan harta kekuasaan dan kedudukan dan setia terhadap
saudara-saudara angkatnya, menyebabkan ia memperoleh penghormatan yang tinggi
oleh kaisar-kaisar pada jaman berikutnya. Kwan Kong memperoleh gelar yang tidak
tangung-tanggung Ia dsebut ” Di ” yang berarti ”Maha Dewa” atau ”Maha Raja“.
Sejak itu Ia disebut Guan Di atau Guan Di Ye (Koan Te Ya) yang berarti Paduka
Maha Raja Guan, sebutan Kedewaan yang sejajar dengan Xuan Tian Shang Di. Kwan
Kong ditampilkan dengan berpakaian perang lengkap, kadang-kadang membaca buku
dengan putra angkatnya Guan Ping (Koan Ping-Hokkian) yang memegang cap
kebesaran dan Zhou Chang pengawalnya yang setia, bertampang hitam brewokan,
memegang golok Naga Hijau Mengejar Rembulan, senjata andalan tuannya. Guan Ping
memperoleh gelar Ling Hou Thi Zi (Leng Houw Thay Cu-Hokkian), hari kelahirannya
diperingati tanggal 13 bulan 5 imlek, sedangkan Zhou Chang (Ciu Jong-Hokkian)
atau Jendral Zhou, diperingati hari kelahirannya pada tanggal 20 bulan 10
imlek. Dalam pemujaan dikalangan Buddhis, Kwan Kong dipuja sendirian tanpa
penggiring. Sering juga ditampilkan sebagai Qie Lan Pu Sa (Ka Lam Po Sat-Hokkian)
atau Boddhisatwa Pelindung, bersama-sama Wei Tuo.
|
Patung Guan Gong terbesar di dunia terletak di 13 kilometer barat daya Kota Yuncheng, kota kelahiran Guan Gong Chang Ping Village Selatan, saat ini adalah patung terbesar dan tertinggi di dunia.Tinggi 80 meter (61 meter tubuh perunggu tinggi, alas 19 meter) |
Di Hong Kong,
Taiwan dan daratan Tiongkok memperingati kelahiranNya pada tanggal 24 bulan 6 imlek
dan tanggal 13 bulan 1 imlek sebagai hari kenaikanNya. Seiring dengan
mengalirnya para imigran Tionghoa keluar Tiongkok, pemujaan Kwan Kong tersebar
ke negara-negara yang menjadi tempat tinggal para perantau itu. Di Malaysia,
Singapura dan Indonesia banyak sekali kelenteng yang memuja
Kwan Kong. Di Indonesia kelenteng yang khusus memuja Kwan Kong, dan terbesar
dengan wilayah seluas kira-kira 4 Ha adalah kelenteng Guan Sheng Miao (Kwan Sin
Bio) di Tuban, Jawa Timur. Ditempat Pemujaan Kwan Kong biasanya ikut dipuja
juga seorang tukang kuda yang dipanggil Ma She Ye atau Tuan Ma. Ia bertugas
merawat kuda tunggangan Kwan Kong yang disebut Chi-Tu-Ma (Cek Thou Ma-Hokkian) atau
Kelinci Merah, yang dalam sehari bisa menempuh jarak 500 Km tanpa merasa lelah.