Tuesday, December 3, 2013

Sejarah Guan Yu (Dewa Kwan Kong)


Guan Yu (Hanzi: 關羽) (160 - 219) adalah seorang jenderal terkenal dari Zaman Tiga Negara. Guan Yu dikenal juga sebagai Kwan Kong, Guan Gong, atau Kwan Ie, dilahirkan di kabupaten Jie, wilayah Hedong (sekarang kota Yuncheng, provinsi Shanxi), ia bernama lengkap Guan Yunchang atau Kwan Yintiang.
Guan Yu merupakan jenderal utama Negara Shu Han, ia bersumpah setia mengangkat saudara dengan Liu Bei (kakak tertua) dan Zhang Fei (adik terkecil).

Guan Yu dalam novel Kisah Tiga Negara
Pada masa Pemberontakan Sorban Kuning, tepatnya tahun 188, tiga orang rakyat jelata bertemu di kabupaten Zhuo. Mereka adalah Liu Bei, Guan Yu dan Zhang Fei, yang memiliki hasrat yang sama untuk berjuang membela negara dan mengembalikan ketentraman bangsa Tiongkok yang sedang bergejolak. Tak lama, mereka bertiga bersumpah sehidup semati untuk menjadi saudara di kebun persik yang terletak di halaman belakang rumah milik Zhang Fei. Liu Bei sebagai kakak tertua, diikuti dengan Guan Yu dan Zhang Fei.

Guan Yu bertempur bersama Liu Bei dan Zhang Fei dalam menumpas Pemberontakan Sorban Kuning. Tak lama, semenjak negeri Tiongkok dikuasai oleh Dong Zhuo, Liu Bei dan kedua saudaranya bergabung dalam angkatan perang Gongsun Zan. Gongsun sendiri saat itu ikut dalam suatu koalisi penguasa daerah yang menentang Dong Zhuo. Dong menempatkan Hua Xiong untuk menjaga celah Sishui. Hua Xiong seakan tidak terkalahkan setelah membunuh 4 perwira pasukan koalisi, yaitu Bao Zhong, Zu Mao, Yu Shen dan Pan Feng. Guan Yu yang hanya seorang pemanah berkuda menawarkan diri untuk mengalahkan Hua Xiong. Saat tak ada pemimpin koalisi yang percaya, Guan Yu berjanji untuk memberikan kepalanya apabila gagal. Guan Yu kembali dengan kepala Hua Xiong saat anggur merah–yang dituang Cao Cao sebelum Guan Yu pergi–masih hangat.
Dikenal sebagai seorang jendral yang tangguh, Guan Yu dibujuk Cao Cao untuk menjadi pengikutnya saat ketiga bersaudara tercerai berai karena kejatuhan Xuzhou dan Xiapi. Zhang Liao, seorang jendral Cao Cao dan kawan lama Guan Yu mencoba membujuk sang jendral untuk menyerah. Guan Yu bersedia atas dasar 3 kondisi :
1. Guan Yu takluk kepada kekaisaran Han, bukan kepada Cao Cao.
2. Kedua istri Liu Bei harus dilindungi dan diberi penghidupan yang layak.
3. Guan Yu akan segera meninggalkan Cao Cao setelah tahu keberadaan Liu Bei.
Dengan kondisi itu, Guan Yu dapat menyerah tanpa melanggar sumpah saudara. Cao Cao dengan gembira menyanggupinya. Bahkan Guan Yu diberi banyak hadiah, yang hampir semuanya ia kembalikan ke Cao Cao kecuali kuda merah, kuda andalan yang sebelumnya dimiliki oleh Lu Bu.

Saat bertempur melawan Yuan Shao di Pertempuran Baimajin, Cao Cao menugaskan Guan Yu untuk melawan 2 jendral besar Yuan, yaitu Yan Liang dan Wen Chou. Guan berhasil membinasakan keduanya dan mengakibatkan hubungan Yuan Shao dan Liu Bei–yang saat itu berlindung pada Yuan Shao–memburuk. Liu Bei akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Yuan Shao. Pada saat yang bersamaan, Guan Yu yang mengetahui di mana Liu Bei memutuskan meninggalkan Cao Cao dan melakukan perjalanan untuk bertemu saudaranya. Cao Cao tak dapat menahannya dan akhirnya membiarkan Guan Yu pergi.

Dalam perjalanan tersebut, Guan Yu semakin terkenal karena ia berhasil melewati 5 kota Cao Cao dan membunuh 6 perwira yang menghalanginya. Diawali dengan mengawal kereta yang membawa kedua isteri Liu Bei melewati celah Dongling (sekarang: FengFeng, propinsi Henan), Guan dihentikan oleh Kong Xiu yang menolak memberi izin tanpa surat resmi dari Cao Cao. Guan Yu tak memiliki pilihan lain selain membunuhnya.

Selanjutnya Guan Yu tiba di luar kota Luoyang. Gubernur kota itu, Han Fu membawa 1000 prajurit untuk menghalangi Guan Yu. Asisten Han Fu, Meng Tan maju untuk berduel dengan Guan Yu. Ia mencoba menjebak Guan Yu, tetapi kuda Guan Yu lebih cepat dan Meng Tan tewas terbelah golok Guan Yu. Saat itu Han Fu berhasil memanah lengan Guan Yu. Tanpa takut, Guan Yu mengejar Han Fu dan menebasnya.

Saat melewati celah Sishui (sekarang: Xingyang, propinsi Henan), penjaga celah tersebut, Bian Xi memimpin 200 anak buahnya untuk menjebak Guan Yu di sebuah kuil. Salah seorang pendeta memperingati Guan Yu yang berhasil mengatasi jebakan dan membunuh Bian Xi.

Wang Zhi, gubernur Xingyang mencoba jebakan yang sama. Berpura-pura baik kepada Guan Yu, ia menempatkan Guan Yu di sebuah tempat peristirahatan. Malamnya ia menyuruh Hu Ban, anak buahnya, untuk membakar tempat tersebut. Ternyata ayah Hu Ban (Hu Hua) pernah menitipkan surat pada Guan Yu, yang disampaikan Guan Yu kepada Hu Ban. Hu Ban lalu membocorkan rencana Wang Zhi dan membantu Guan Yu melarikan diri. Saat dikejar, Guan Yu berhasil membunuh Wang Zhi.

Akhirnya rombongan Guan Yu tiba di tepi selatan sungai Kuning. Saat hendak menyebrang sungai, Qin Qi yang berusaha menghalangi, menemui ajalnya di ujung golok Guan Yu.

Selama perjalanan tersebut, Guan Yu juga berhadapan dengan Xiahou Dun yang tetap tidak ingin memberi jalan pada Guan Yu sampai Zhang Liao menyampaikan padanya pesan Cao Cao untuk mengizinkan Guan Yu pergi. Saat itu Liu Bei sudah pindah ke Runan. Di akhir perjalanan, Guan Yu bertemu Zhang Fei yang murka pada Guan Yu karena menduga ia telah berkhianat. Guan akhirnya bisa membuktikan dengan mengalahkan Cai Yang yang mengejarnya demi membalaskan dendam atas terbunuhnya Qin Qi, keponakannya.

Legenda Guan Yu dari segi pandang Buddhisme :
Sangharama Bodhisattva adalah gelar atau sebutan lain untuk jendral ini. Jenderal yang sangat gagah dan setia ini menjadi pengikut Buddha setelah bertemu dengan seorang bhiksu bernama Pu Jing di gunung Yuquan. Saat itu arwahnya sedang menuntut balas atas perbuatan para jendral Wu yang memenggal dirinya. Ia berteriak "kembalikan kepalaku!!" Bhiksu Pu Jing lalu berkata, "Kepada siapakah Yan Liang, Wen Chou, dan para panglima lain yang kepalanya kau tebas berteriak?" Guan Yu lalu sadar dan berlindung kepada Sang Triratna dan Dhamma. Keberadaan Bhiksu Pu Jing sendiri disebutkan dalam sejarah dan tempat gubuknya berdiri di gunung Yuquan sekarang menjadi kuil Yuquan.

Biografi Sejarah
Patung 3 Bersaudara (Liu Bei, Guan Yu, Zhang Fei).
Guan Yu bernama lengkap Yunchang (bernama asli Changsheng), berasal dari Hedong dan pernah menjadi buron di distrik Zhuo. Saat Liu Bei mengumpulkan pasukan di desanya, Guan Yu dan Zhang Fei membantunya untuk melawan para pemberontak. Liu Bei kemudian diangkat menjadi Gubernur Pingyuan, sedangkan Guan Yu dan Zhang Fei sebagai walikota. Mereka bertiga tinggal bersama dalam satu atap bagaikan saudara. Saat Liu Bei membunuh Che Zhou, gubernur Xuzhou, dia memerintahkan Guan Yu untuk mengatur pemerintahan kota Xiapi, sedangkan ia mengatur di Xiaopei.
Pada tahun ke-5 JianAn (200 M), Cao Cao menguasai wilayah Liu Bei dan Liu Bei mencari suaka pada Yuan Shao. Cao Cao berhasil menangkap Guan Yu dan mengangkatnya menjadi perwira, dengan pangkat Pian Jiangjun (Letnan Jendral). Yuan Shao mengirim jendralnya Yan Liang untuk menyerang Liu Yan di Baima, dan Cao Cao membalas dengan mengirimkan Zhang Liao sebagai panglima pelopor. Guan Yu yang melihat payung kebesaran Yan Liang langsung memburunya dan membunuh Yan Liang. Ia membawa kepala Yan Liang sedangkan pasukan Yuan Shao mundur dari pertempuran. Guan Yu dianugerahi gelar Hanshou Tinghou (Marquis Hanshou).

Awalnya Cao Cao merasa puas dengan Guan Yu tetapi lama kelamaan tahu bahwa Guan Yu ragu untuk menetap. Akhirnya ia memerintahkan Zhang Liao untuk menemui dan membujuknya. Jawab Guan Yu, "Saya sangat memahami penghormatan yang diberikan Cao Cao, namun jendral Liu (Bei) juga telah memperlakukan saya dengan baik maka saya bersumpah untuk mati bersamanya dan tak akan mengkhianatinya. Saya tak akan tinggal di sini selamanya, tetapi saya mau menorehkan jasa besar sebelum pergi untuk membayar kebaikan Cao Cao." Zhang Liao menjelaskan hal itu kepada Cao Cao yang terkesan dengan kebaikannya. Melihat Guan Yu membunuh Yan Liang, Cao Cao mengerti Guan Yu akan segera meninggalkannya, maka ia segera membanjirinya dengan hadiah. Guan Yu menyegel semua hadiah itu sambil menyerahkan surat pengunduran diri sebelum pergi menyusul Liu Bei. Cao Cao mencegah anak buahnya mengejar sambil berkata "Semua punya tuannya masing-masing, janganlah kita memburunya."

Tak lama Liu Bei bergabung dengan Liu Biao. Saat Liu Biao meninggal, Cao Cao mengamankan Jingzhou dan Liu Bei harus mengungsi ke selatan. Liu Bei mengutus Guan Yu membawa beberapa ratus kapal untuk menemuinya di Jiangling. Cao Cao mengejar sampai ke jembatan Changban sehingga Liu Bei harus menyeberanginya untuk bertemu Guan Yu dan bersamanya pergi ke Xiakou. Sun Quan mengirim pasukan untuk membantu Liu Bei bertahan dari Cao Cao, hingga Cao Cao menarik mundur pasukannya. Liu Bei kemudian menentramkan wilayah Jiangnan, mengadakan upacara penghormatan korban perang, mengangkat Guan Yu sebagai gubernur Xiang Yang dan menggelarinya Dangkou Jiangjun (Jendral yang Menggentarkan Penjahat). Guan Yu ditempatkan di utara sungai Kuning.

Saat Liu Bei menentramkan Yizhou, dia mengutus Guan Yu untuk menjaga Jingzhou. Guan Yu mendapat kabar Ma Chao menyerah. Karena ia belum pernah berkenalan, maka ia mengirim surat pada Zhuge Liang, "Siapa yang dapat menandingi kemampuan Ma Chao?" Untuk menjaga perasaan Guan Yu, Zhuge Liang menjawab, "Ma Chao sangat pandai dalam seni literatur dan seni perang, lebih kuat dan berani dari kebanyakan orang, seorang pahlawan yang dapat menandingi Qing atau Peng dan dapat menjadi tandingan Zhang Fei yang hebat, tetapi dia bukan yang dapat menandingi Sang Jendral Berjanggut Indah" (yaitu Guan Yu). Guan Yu bangga membaca surat itu dan menunjukkannya pada tamu-tamunya yang hadir.
Guan Yu pernah terkena panah pada lengan kirinya, walaupun lukanya sembuh, tetapi tulangnya masih terasa sakit terutama pada saat hawa dingin ketika hujan turun. Seorang tabib bernama Hua Tuo berkata "Ujung panahnya diberi racun, dan telah menyusup ke dalam tulang. Penyembuhannya dengan cara membedah lengan dan mengikis tulang yang terinfeksi racun sebelum menjadi parah di kemudian hari." Guan Yu langsung menyingsingkan lengan baju dan meminta sang tabib menyembuhkannya. Saat dibedah, Guan Yu makan dan minum dengan perwiranya walaupun darah terus mengucur dari lengannya. Selama proses itu berlangsung, Guan Yu menengguk arak, bersenda gurau dan bermain Weiqi(GO) melawan Ma Liang seperti biasa.

Tahun ke-24 Jian An (219), Liu Bei mengangkat diri menjadi Raja Hanzhong dan mengangkat Guan Yu menjadi Qian Jiangjun (Jendral Garis Depan). Pada tahun yang sama, Guan Yu memimpin tentaranya untuk menyerang Cao Ren di benteng Fan. Cao Cao mengirim Yu Jin untuk membantu Cao Ren. Saat itu musim dingin dan hujan turun teramat derasnya sehingga meluapkan air sungai Han. Akhirnya ketujuh pasukan yang dipimpin Yu Jin seluruhnya hanyut. Yu Jin menyerah pada Guan Yu yang lalu mengeksekusi Pang De. Perampok daerah Liang yaitu Jia dan Lu direkrut oleh Guan Yu untuk membantunya dalam pertempuran tersebut. Sejak itu nama Guan Yu terkenal di seluruh dataran Tiongkok.

Cao Cao lalu mendiskusikan dengan para pembantunya apakah relevan untuk memindahkan ibukota negara ke Xudu untuk menghindari pertempuran dengan pasukan Guan Yu yang terkenal kuat. Sima Yi menolak usulan itu dan mengusulkan hal lain. Dia memperkirakan bahwa Sun Quan juga tidak akan membiarkan Guan Yu meraih kemenangan berikutnya, oleh sebab itu Sima Yi menyusun strategi dan mengirim utusan kepada Sun Quan, memohon agar pasukannya menyerang pasukan Guan Yu dari belakang dan sebagai imbalan maka Sun Quan akan mendapatkan Jiangnan -- hal ini juga bertujuan agar pasukan di benteng Fan akan bergabung juga dengan Sun Quan untuk memperkuat aliansi. Cao Cao akhirnya menerima usulan ini.
Perseteruan antara Guan Yu dan Sun Quan pada awalnya terjadi ketika Sun Quan mengirimkan utusan ke Guan Yu untuk mengungkapkan keinginannya mempersunting anak perempuan dari Guan Yu untuk dipersandingkan dengan anak laki-lakinya. Tetapi Guan Yu menghina utusan tersebut dan menolak proposal yang diajukan. Sun Quan sangat marah dan merasa terhina dengan penolakan itu dan menyimpan dendam terhadap Guan Yu. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh Sima Yi untuk memperlemah posisi Guan Yu.

Disamping itu ada juga hal lain yang turut memperlemah posisi Guan Yu dalam peperangan ini. Mi Fang, Gubernur Nanjun di kota Jiangling dan Jenderal Fu Shiren, yang bertugas di Gong An, yang menjadi bagian dari pasukan Guan Yu merasa Guan Yu tidak pernah menganggap mereka. Bahkan sejak terakhir kalinya Guan Yu mengirimkan pasukan ke medan perang, Mi Fang and Fu Shiren hanya ditugaskan untuk menjaga suplai persediaan makanan dan senjata di garis belakang dan tidak terlibat sama sekali dalam setiap peperangan. Isu tersebut terdengar oleh Guan Yu dan dia memutuskan akan menjatuhkan hukuman kepada mereka setelah kembali dari medan perang. Mendengar berita itu, Mi Fang and Fu Shiren sangat ketakutan. Sun Quan menggunakan kesempatan ini untuk menggoyahkan loyalitas mereka dengan memerintahkan pasukan mereka untuk menyerah, dan akhirnya hal itu terjadi, sehingga pasukan Wu bisa menguasai daerah tersebut. Cao Cao lalu mengutus Xu Huang untuk membantu Cao Ren dalam mempertahankan benteng Fan dari gempuran pasukan Guan Yu; Guan Yu tidak berhasil dalam misinya untuk menaklukkan Cao Cao dan akhirnya mundur, akan tetapi pasukan Sun Quan telah menguasai Jiangling dan menyandera istri-istri dan anak-anak dari pasukan Guan Yu. Hal ini membuat perpecahan di dalam pasukan Guan Yu. Akhirnya Sun Quan mengirimkan jenderal-jenderalnya untuk menangkap Guan Yu dan kemudian menghukum mati Guan Yu beserta anaknya Guan Ping di Lingju.

Dian Lue: Ketika Guan Yu mengepung kota Fan, Sun Quan mengirim utusan untuk membantu. Ia memerintahkan utusan itu untuk tidak terburu-buru, tetapi mengirimkan pegawai sipil berpangkat tinggi kepada Guan Yu. Guan Yu kesal dengan keterlambatan itu, apalagi saat itu ia sudah menangkap Yu Jin sehingga ia mencela "Jika kalian gurita kecil berani menyerang kota Fan, tidakkah kau pikir saya dapat menghancurkan kau?"

Pei Song Zhi: Hamba pikir walaupun Shu dan Dong terlihat akur, tetapi terdapat kecurigaan berlebihan antara keduanya akan kepentingan satu sama lainnya. Ini sebabnya mengapa Sun Quan diam-diam menyerang Guan Yu. Menurut Lu Meng Zhuan (Biografi Lu Meng) : "Pasukan gerilya telah disiapkan dalam kapal besar dan rakyat jelata yang menyamar sebagai pedagang diperintahkan untuk mengayuh kapal tersebut." Jika memang ada niat baik untuk membantu dari pihak Wu, mengapa Sun Quan merahasiakan pasukan itu?

(7)Shu Ji (Buku Shu): Guan Yu dan Xu Huang adalah teman dekat dan saling berkomunikasi walau terpisah jarak yang jauh. Namun mereka hanya membicarakan hal-hal sepele yang tidak berhubungan dengan urusan kemiliteran. Saat bertempur, Xu Huang berteriak "Siapa yang dapat mengambil kepala Guan Yu akan dihadiahkan seribu keping uang emas!" Guan Yu terkejut dan bertanya "Kakak, mengapa kau berbicara seperti itu?" Jawab Xu Huang,"Ini adalah urusan negara."
(8)Shu Ji (Buku Shu): Sun Quan memerintahkan pasukannya untuk menyerang dan menangkap Guan Yu serta putranya, Guan Ping. Sun Quan ingin keduanya hidup-hidup sebagai tameng serangan Shu dan Wei. Tetapi anak buahnya berdalih "Membiarkan sarang serigala sama saja mengasuh bencana di kemudian hari. Cao Cao telah mengalaminya,sampai harus memindahkan ibukotanya. Bagaimana mungkin kita membiarkannya hidup?" Maka, Guan Yu dan putranya dihukum mati.
Pei Song Zhi: Hamba ingin menegaskan Buku Wu, yang mengatakan Sun Quan mengirimkan jendral Pan Zhang untuk menghambat jalur larinya Guan Yu yang kemudian dieksekusi mati di tempat. Jarak antara Lin Ju dan Jiangling sekitar 200 sampai 300 mil, sehingga Guan Yu tidak mungkin dibiarkan hidup sampai Sun Quan dan perwiranya selesai berdebat apakah perlu melepaskannya. Pernyataan "Sun Quan ingin keduanya hidup-hidup sebagai tameng serangan Shu dan Wei" adalah tidak benar. Wu Li (Buku Kronologis Negeri Wi) mengatakan "Sun Quan mengirim kepala Guan Yu ke Cao Cao saat perwiranya menyiapkan pemakaman yang layak bagi sisa jasadnya."
Guan Yu dianugerahi gelar anumerta Zhuangzhou Hou (Marquis Zhuangzhou). Putranya, Guan Xing menggantikannya. Guan Xing, bernama lengkap Anguo, jarang mempertanyakan perintah sehingga amat disukai oleh perdana menteri Zhuge Liang. Guan Xing diangkat menjadi Shizhong (Ajudan Istana) dan Zhongjiangjun (Jendral Pasukan Utama/Tengah) saat kesehatannya menurun. Beberapa tahun kemudian ia wafat dan digantikan putranya, Guan Tong sebagai Huben Zhonglang Jiang (Jendral yang memiliki Kelincahan Macan). Guan Tong wafat tanpa memiliki keturunan laki-laki.
(9)Shu Ji (Buku Shu): Saat Guan Yu bertolak ke kota Fan, ia bermimpi seekor babi hutan menggigit kakinya. Yu Zi Ping berkata "Kau akan hancur pada tahun ini, dan tidak akan kembali bangkit."
(10)Shu Ji (Buku Shu): Putra Pang De, Pang Hui bertempur di bawah Zhong Hui dan Deng Ai untuk menghancurkan Shu. Saat merebut Shu, ia membinasakan seluruh anggota keluarga Guan yang masih hidup.
Guan Yu di era modern
Di game buatan KOEI yaitu Dyansty Warriors, Guan Yu digambarkan sebagai panglima gagah, tinggi dan berwibawa. senjatanya adalah guan dao bernama "Blue Dragon Spike" atau "Green Dragon Halbred". di serial ke 7, dia membunuh Hua Xiong dan bergabung dengan Cao Cao pada pertempuran Guandu. dia mengakhiri hidupnya di "Fan Castle" pada pertempuran melawan wu dan wei.

Sumber : Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Guan Di atau secara umum disebut Guang Gong (Kwan  Kong – Hokkian) yang berarti paduka Guan, adalah seorang panglima perang kenamaan yang hidup pada zaman San Guo (221 – 269 Masehi). Nama aslinya adalah Guan Yu alias Guan Yun Chan (Kwan In Tiang – Hokkian). Oleh kaisar Han ia diberi gelar Han Shou Ting Hou. Kwan Kong dipuja karena kejujuran dan kesetiaan. Dia adalah lambang atau tauladan kesatria sejati yang selalu menempati janji dan setia pada sumpahnya. Sebab itu Kwan Kong banyak dipuja dikalangan masyarakat, disamping kelenteng-kelenteng khusus. Gambarnya banyak dipasang dirumah pribadi, toko, bank, kantor polisi, pengadilan sampai ke markas organisasi mafia. Para anggota perkumpulan rahasia itu biasanya melakukan sumpah sejati dihadapan lukisan/patung Kwan Kong.

Disamping dipuja sebagai lambang kesetiaan dan kejujuran, Kwan Kong juga dipuja sebagai Dewa Pelindung Perdagangan, Dewa Pelindung Kesusastraan dan Dewa Pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan. Julukan Dewa Perang sebagai umumnya dikenal dan dialamatkan kepada Kwan Kong, harus diartikan sebagai Dewa untuk menghindarkan peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat, sesuai dengan watak Kwan Kong yang budiman. Kwan Kong adalah penduduk asli kabupaten Hedong (sekarang Jiezhou) di propinsi Shanxi.

Bentuk tubuhnya tinggi besar, berjenggot panjang dan berwajah merah. Tentang wajahnya yang berwarna merah ini adalah sebuah cerita tersendiri yang tidak terdapat dalam novel San Guo (kisah tiga negeri). Suatu hari dalam pengembaraannya, Kwan Kong berjumpa dengan seorang tua yang sedang menangis sedih. Ternyata anak perempuan satu-satunya dengan siapa hidupnya bergantung, dirampas oleh wedana setempat (kepala wilayah administrasi pemerintah, setingkat dibawah kabupaten) untuk dijadikan gundik. Kwan Kong, yang berwatak budiman dan tidak suka sewenang-wenang semacam ini, naik darah. Dibunuhnya wedana yang jahat itu dan sang gadis dikembalikan kepada orang tuanya. Tetapi dengan perbuatan ini Kwan Kong sekarang menjadi buronan. Dalam pelariannya itu Ia sampai dicela DongGuan di propinsi Shanxi. Ia lalu membasuh mukanya di sebuah sendang (sungai) kecil yang terdapat di pergunungan itu. Seketika rupanya berubah menjadi merah, sehingga tidak dapat dikenali lagi. Dengan mudah Ia menyelip diantara para petugas yang diperintahkan untuk menangkapnya tanpa diketahui. Riwayat Kwan Kong selanjutnya dan sampai akhir hayatnya ditulis dengan sangat indah dalam novel San Guo yang terkenal itu.

Dalam babak pertama dalam novel tersebut diceritakan bagaimana Kwan Kong dalam pengembaraannya berjumpa dengan Liu Bei dan Zhang Fei disebuah kedai arak. Dalam pembicaraan mereka ternyata cocok dan sehati, sehingga memutuskan untuk mengangkat saudara. Upacara pengangkatan saudara ini, dilaksanakan di rumah Zhang Fei dalam sebuah kebun buah Tao atau kebun persik. Liu Bei menjadi saudara tertua, Kwan Kong yang kedua dan Zhang Fei yang ketiga. Bersama-sama mereka bersumpah sehidup semati dan berjuang untuk membela negara. Peristiwa ini terkenal dengan nama “ Tao-Yuan-Jie-Yi ” (Tho Wan Kiat Gie–Hokkian) atau “Sumpah Persaudaraan Di kebun Persik”, sangat dikagumi oleh orang dari zaman ke zaman dan dianggap sebagai lambang persaudaraan sejati. Lukisan tiga bersaudara yang sedang melaksanakan upacara sumpah angkat saudara ini banyak menjadi objek lukisan, pahatan, patung keramik yang sangat disukai orang hingga sekarang ini.

Ada banyak cerita tentang Kwan Kong yang senantiasa asyik dibicarakan orang Tionghoa, seperti kisah Kwan Kong berbekal sebilah golok tanpa bala pasukan menghadiri pesta musuh, karena Negara Shu tidak mau mengembalikan Kota Jinzhou. Negara Dong Wu menyiasati dengan menggelar pesta untuk mengundangnya, lalu menghabisi Kwan Kong di dalam pesta. Kwan Kong datang menghadiri pesta itu dengan sebuah perahu kecil beserta puluhan pengikutnya, ia memandang para menteri dan jenderal Negeri Dong Wu bagai anak kecil, dengan kharisma luar biasa ia berhasil kembali ke markas dengan selamat.

Kisah lainnya tentang perawatan luka dengan menyekrap tulang. Tatkala itu, ia berperang melawan pasukan Negara Wei, Kwan Kong terluka oleh panah beracun. Tabib Hua Tuo menyembuhkan luka beracun Kwan Kong dengan cara menyekrap tulang. Hua Tuo menggunakan pisau untuk menyekrap racun yang sudah merasuk ke tulang, hingga mengeluarkan bunyi. Kwan Kong bergeming makan dan minum sambil bermain catur dengan muka senyum, sama sekali tidak tersirat wajah menahan sakit. Tabib sakti Hua Tuo memuji Kwan Kong dengan berkata: “Jenderal benar-benar seorang Dewa langit.”

Kekalahan Kwan Kong dimulai dari situasi yang tak menguntungkan dipihaknya. Cao Cao mulai mengajak Sun Quan untuk berserikat. Sun Quan yang sejak lama menginginkan kota JingZhou (yang dikuasai Kwan Kong pada waktu itu) agar kembali kedalam wilayah kekuasaannya, setuju dan mengerakan pasukan merebut JingZhou. Kwan Kong akhirnya berhasil dijebak dan ditawan, yang kemudian dihukum mati karena menolak untuk menyerah. Karena takut akan pembalasan Liu Bei, Sun Quan mengirimkan kepala Kwan Kong ke tempat Cao Cao. Kwan Kong gugur pada tahun 219 Masehi dalam usia 60 tahun.

Cao Cao yang sejak lama kagum kepada Kwan Kong, memakamkan kepalanya setelah disambung dengan tubuh dari kayu cendana secara kebesaran. Kuburan Kwan Kong terletak di propinsi Henan kira-kira 7 km sebelah utara kota Louyang. Pemandangan di situ sangat indah, sedangkan bangunan kuburannya sangat megah seakan-akan sebuah bukit kecil dari kejauhan. Sekeliling bangunan itu ditanami pohon Bai (Cypress) yang selalu hijau, melambangkan semangat Kwan Kong yang tidak pernah padam dan abadi dari jaman ke jaman. Pohon-pohon itu kini sudah menghutan dan ratusan tahun umurnya, sebab itu tempat tersebut dinamakan Guan Lin atau Hutan Guang Gong. Batu nisannya adalah hadiah dari kaisar dinasti Qing, dimana makam itu telah dipugar kembali. Berdekatan dengan Guan Lin, terdapat sebuat kelenteng peringatan untuk mengenang Kwan Kong, yang dibangun pada jaman dinasti Ming. Kelenteng itu merupakan hasil seni bangunan dan seni ukir yang bermutu tinggi, sehingga merupakan objek wisata yang selalu dikunjungi para wisatawan dari dalam negeri dan luar negeri. Kelenteng peringatan Kwan Kong yang tersebar diseluruh Tiongkok terdapat di Jiezhou, propinsi Shanxi. Jiezhou, yang pada jaman San Guo disebut Hedong, adalah kampung halaman Kwan Kong. Kelenteng itu memiliki keindahan bangunan dan arsitektur yang sangat mengagumkan dan merupakan salah satu objek wisata terkemuka di Shanxi.

读好书,说好话,行好事,做好人” (關公语
Dú hǎo shū, shuō hǎohuà, xíng hǎoshì, zuò hǎorén – guāngōng yǔ

Artinya kira-kira : “Membaca buku-buku yang bagus, Berbicara hal yang baik, Melakukan perbuatan yang benar, Jadilah orang yang baik” – kata Kwan Kong. Sebagai dewata, Kwan Kong dipuja umat Taoisme, Konfusianisme dan Buddhisme, Kaum Taoist memujanya sebagai Dewata pelindung dari malapetaka peperangan, sedangkan kaum Konfusianisme menghormati sebagai Dewa Kesusasteraan dan kaum Buddhist memujanya sebagai Hu Fa Qie Lan atau Qie Lan Pelindung Dharma. Menurut kepercayaan kaum Buddist, setelah Kwan Kong meninggal arwahnya muncul dihadapan rahib Pu Jing di kuil Yu Quan Si di gunung Yu Quan Shan, propinsi Hubei. Rahib Pu Jing pernah menolong Kwan Kong yang akan dicelakai seorang panglima Cao Cao, dalam perjalanan bergabung dengan Liu Bei. Setelah itu, karena takut pembalasan Cao Cao, rahib Pu Jing menyingkir ke gunung Yu Quan Shan dan mendirikan Kuil Yu Quan Si. Telah lebih dari 1000 tahun sejak itu Kwan Kong dipuja sebagai Boddistsatwa Pelindung Buddha Dharma. Penghormatan terhadap Kwan Kong sebagai orang ksatria yang teguh terhadap sumpahnya, tidak goyah akan harta kekuasaan dan kedudukan dan setia terhadap saudara-saudara angkatnya, menyebabkan ia memperoleh penghormatan yang tinggi oleh kaisar-kaisar pada jaman berikutnya. Kwan Kong memperoleh gelar yang tidak tangung-tanggung Ia dsebut ” Di ” yang berarti ”Maha Dewa” atau ”Maha Raja“. Sejak itu Ia disebut Guan Di atau Guan Di Ye (Koan Te Ya) yang berarti Paduka Maha Raja Guan, sebutan Kedewaan yang sejajar dengan Xuan Tian Shang Di. Kwan Kong ditampilkan dengan berpakaian perang lengkap, kadang-kadang membaca buku dengan putra angkatnya Guan Ping (Koan Ping-Hokkian) yang memegang cap kebesaran dan Zhou Chang pengawalnya yang setia, bertampang hitam brewokan, memegang golok Naga Hijau Mengejar Rembulan, senjata andalan tuannya. Guan Ping memperoleh gelar Ling Hou Thi Zi (Leng Houw Thay Cu-Hokkian), hari kelahirannya diperingati tanggal 13 bulan 5 imlek, sedangkan Zhou Chang (Ciu Jong-Hokkian) atau Jendral Zhou, diperingati hari kelahirannya pada tanggal 20 bulan 10 imlek. Dalam pemujaan dikalangan Buddhis, Kwan Kong dipuja sendirian tanpa penggiring. Sering juga ditampilkan sebagai Qie Lan Pu Sa (Ka Lam Po Sat-Hokkian) atau Boddhisatwa Pelindung, bersama-sama Wei Tuo.


Patung Guan Gong terbesar di dunia terletak di 13 kilometer barat daya Kota Yuncheng, kota kelahiran Guan Gong Chang Ping Village Selatan, saat ini adalah patung terbesar dan tertinggi di dunia.Tinggi 80 meter (61 meter tubuh perunggu tinggi, alas 19 meter)


Di Hong Kong, Taiwan dan daratan Tiongkok memperingati kelahiranNya pada tanggal 24 bulan 6 imlek dan tanggal 13 bulan 1 imlek sebagai hari kenaikanNya. Seiring dengan mengalirnya para imigran Tionghoa keluar Tiongkok, pemujaan Kwan Kong tersebar ke negara-negara yang menjadi tempat tinggal para perantau itu. Di Malaysia, Singapura dan Indonesia banyak sekali kelenteng yang memuja Kwan Kong. Di Indonesia kelenteng yang khusus memuja Kwan Kong, dan terbesar dengan wilayah seluas kira-kira 4 Ha adalah kelenteng Guan Sheng Miao (Kwan Sin Bio) di Tuban, Jawa Timur. Ditempat Pemujaan Kwan Kong biasanya ikut dipuja juga seorang tukang kuda yang dipanggil Ma She Ye atau Tuan Ma. Ia bertugas merawat kuda tunggangan Kwan Kong yang disebut Chi-Tu-Ma (Cek Thou Ma-Hokkian) atau Kelinci Merah, yang dalam sehari bisa menempuh jarak 500 Km tanpa merasa lelah.

3 comments:

  1. Dewa Kwan Kong, panglima perang yang sangat terkenal dengan keberanian dan kesetiaanya. Kami perajin patung kayu dari daerah Jepara memproduksi patung untuk keperluan pemujaan anda. Untuk referensi silahkan kunjungi website kami di http://www.jayaantikafurniture.com/ kami juga menerima pesanan pembuatan patung dari gambar atau desain anda, silahkan kontak kami di jeparacarving@yahoo.com atau Hp di 081390433160 dan pin BB di 76606632

    ReplyDelete
    Replies
    1. @Jaya Antika : Ok, Trima kasih yah, akan saya simpan no.hp-nya untuk sewaktu-waktu keperluan penting, btw kalo untuk Ukiran Nama Mandarin di Papan Kayu, kira-kira bisa gak yah?

      Delete
  2. Jika ada yang minat dengan patung Dewa Kwan Kong dari kayu silahkan kunjungi website kami di http://www.jayaantikafurniture.com dan untuk pemesanan silahkan hubungi kami di jeparacarving@yahoo.com atau HP 081390433160 pin BB 76606632 atau WhatsApp 08985247305

    ReplyDelete